BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah
satu abad terpenting dalam sejarah kehidupan manusia adalah abad keenam sesudah
masehi. Menjelang pertengahan abad ini, dunia berada dalam keadaan gelap dan
parah dengan keadaan spiritual yang merusak kehidupan spiritual manusia.
Keserakahan dan tirani telah menjarah kesejahteraan moralnya, dan penindasan
telah melumpuhkan mayoritas penduduknya. Bangsa-bangsa yang dulunya pernah
merdeka dan produktif , peradaban tertua di dunia , seperti Assyria, Phunisia
dan Mesir, kini tidak berkutik di bawah ancaman dan cengkraman Serigala Romawi.
Sementara peradaban Babilonia yang menderita akibat dominasi Persia yang
sama-sama tiranisnya, hanya di bolehkan hidup marginal (terpinggirkan)
sementara semua kekayaan negerinya, tanah subur antara dua sungai yakni Eufrat
dan Tigris dieksploitasi untuk memenuhi perbendaharaan para kaisar Persia dan
kaki tangannya.
Bangsa
Arab yang tanahnya terletak antara Imperium Persia dan Romawi, merupakan sebuah
negeri yang menyedihkan. Agama mereka yang sebenarnya merupakan monoteisme
paling murni, yakni Agama Nabi Ibrahim telah diselewengkan oleh generasi demi
generasi.
Ketika
manusia melupakan sumber mulia kehidupan batinnya dan secara tamak sibuk dengan
kehidupan dunia dan kemegahannya, seorang Rasul diutus oleh Allah untuk
menunjukkan kepada jalan yang telah dilupakan, dan memperingatkan mereka akan
ajaran yang telah dilalaikan atau diabaikannya. Tetapi selama jangka waktu yang
lama tidak terlihat tanda-tanda dan terdengar firman Allah. Zaman itu menjadi
titik nadir (terendah) dalam pemikiran manusia.[1]
Karena
banyaknya ramalan tentang kedatangnnya, setiap orang menunggu kedatangan Nabi
Muhammad Saw di era kegelapan sejarah manusia, manusia menunggu orang yang akan
menghancurkan keingkaran dan kemungkaran serta akan meniupkan kehidupan baru ke
dunia ini. Yudaisme dan Kristen, yang aslinya adalah agama samawi (berasal dari
Allah), tidak bisa menyangkal. Orang-orang mempelajari kitab-kitab lama tanpa
prasangka, khususnya Pendeta Buhairah sedang menunggu kedatangannya.
Berkata
Karlil Mengenai Muhammad: “Kelahiran Muhammad adalah merupakan sumber cahaya
yang menerangi kegelapan”.[2]
Dan
berkata Sir Muyer: ”belum ada usaha perbaikan yang lebih sulit dan lebih jauh
jangkaunnya dari pada saat munculnya Muhammad. Tapi kita belum melihat suatu
keberhasilan dan perbaikan yang sempurna sebagaimana yang telah
ditinggalakan olehnya saat meninggal Dunia”.[3]
Buzurth
berkata: “bahwa sesungguhnya Muhammad adalah mutlak pembangun terbesar tanpa
ada pertentangan pendapat”.[4]
Adapun
Muhammad dalam pandangan Umat Islam, adalah seorang pahlawan utama. Sedang
menurut pandangan para pemikir dari agama-agama lain dia adalah pembangun umat
terbesar, diakui mutlak. Oleh karena itu tidak patut kita berbicara tentang
kepahlawanan tanpa mendahulukan tentang kepahlawanan Muhammad saw.
B. Rumusan
Masalah
Melihat latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang
akan dibahas, yakni:
1.
Bagaimana
riwayat hidup Nabi Muhammad saw.?
2.
Bagaimana
kedudukan Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin Agama?
3.
Bagaimana
kedudukan Nabi Muhammad saw. sebagai kepala Negara?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Nabi Muhammad saw.
Nabi
Muhammad dibesarkan dalam pengawasan Allah swt. karena ayahnya Abdullah telah
meninggal sebelum beliau lahir yang berarti beliau harus menaruh semua kepercayaan
kepada Allah swt. dan tunduk sepenuhnya kepadaNya. Suatu saat beliau berjalan
ke kuburan ayahnya di Madinah beberapa tahun kemudian, dan beliau menangis
dalam hatinya. Saat beliau kembali dan berkata “Aku menangisi ayahku dan
memohon agar Allah mengampuninya”. Dengan kematian ayahnya Allah mencabut
darinya semua sokongan dan mengarahkannya menuju kesadaran bahwa tidak ada
Tuhan yang patut disembah selain Allah yang tiada sekutu baginya.[5]
Para
ulama dan penulis sirah dan para ahli sejarah sepakat bahwa hari
kelahiran Muhammad jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal yang bertepatan pada
tanggal 20 april 571 M. Muhammad lahir di mekkah bagian selatan jazirah arab
bertepatan dengan tahun gajah .[6]
Muhammad adalah anak dari Abdullah bin Abd Muthalib dan ibunya bernama Aminah
binti Wahab dari kalangan suku Quraisy dari Bani Hasyim yang terpandang mulia
saat itu. Beliau yatim pada saat enam bulan sebelum kelahiran, pada usia ke-6,
Muhammad kehilangan ibunya, Aminah binti Wahab karena sakit. Selama dua tahun berikutnya,
kebutuhan Muhammad ditanggung dan dicukupi oleh kakeknya dari keluarga ayah,
Abd al-muthalib. Ketika berusia delapan tahun, kakeknya meninggal dan Muhammad
berikutnya diasuh oleh pamannya Abu Thalib yang tampil sebagai pemuka Bani
Hasyim sepeninggal Abdul Muththalib.[7]
Dalam
usia muda, Muhammad hidup sebagai penggembala kambing keluarganya dan kambing
penduduk kota Mekkah. Melalui kegiatan penggembalaan ini dia menemukan tempat
untuk berpikir dan merenung. Dalam suasana demikian, beliau ingin melihat
sesuatu dibalik semuanya. Pemikiran dan perenungan membuatnya jauh dari nafsu
duniawi sehingga beliau terhindar dari berbagai macam noda yang dapat merusak
namanya, karena itu sejak muda beliau dikenal dengan sebutan al-amin,
orang yang terpercaya. Ketika Nabi saw. berumur 12 tahun ia mengikuti pamannya
(Abu Thalib) pergi ke Syam untuk berdagang, saat di Bushra seorang pendeta
nasrani menyadari akan kenabian Muhammad saw sehingga menyuruh muhammad agar
kembali ke mekkah dengan alasan keamanan.
Disaat
beliau berusia 15 Tahun Nabi Muhammad membantu pamannya menyiapkan keperluan peperangan yang bersejarah bagi
penduduk mekkah. Perang antara suku Quraisy dan Kainanah di satu pihak, dengan
suku Qais dan lain di pihak lain, peperangan yang dikenal dengan peperangan
dengan Harb al-Fijar.[8]
Pada usia yang dewasa, Nabi saw. Mulai berusaha sendiri dalam penghidupannya.
Dan usianya yang ke 25 tahun beliau menikah dengan Khadijah yang tidak lain
adalah pemilik perusahaan yang ia naungi untuk bekerja, dalam masa ini, Nabi
saw. Pada usia 40 tahun beliau bertahannus, dalam tahannusnya, beliau terkadang
mimpi. Kemudian pada malam 17 ramadhan bertepatan dengan 6 agustus 610,
datanglah jibril membawa wahyu, sekaligus sebagai awal diangkatnya beliau
sebagai Nabi dan Rasul yang menandainya sebagai pemimpin agama.
B.
Nabi Muhammad
saw. sebagai Pemimpin Agama
Salah satu
pelajaran berharga yang harus diambil dari Rasulullah saw. adalah cara
Rasulullah mengelola dakwah beliau agar bisa diterima oleh seluruh masyarakat,
mungkin sebagian orang berpendapat apa susahnya menyampaikan pesan suci kepada
masyarakat karena cara menyampaikannya ini tidak ada bedanya dengan cara
menyampaikan pesan-pesan yang lain.[9] Sebagai pemimpin agama, utusan Allah swt.
tentunya Nabi Muhamuhmad saw. menjadi penyebar agama Allah yakni Islam kepada
umat manusia. Dalam hal ini, Beliau melaksanakan fungsi dakwahnya tidak kurang
dari 23 tahun dalam 2 periode yakni periode mekkah (13 Tahun) dan periode
madinah (10 Tahun).
1.
Periode Mekkah
Pada masa Rasulullh telah menerima wahyu, dakwah yang dilakukan oleh
beliau secara diam-diam (sirriyah) yakni
dalam lingkungan keluarga dan sanak family terdekat, dakwah dengan cara ini
berlangsung selama 3-4 tahun. Mula-mula dakwah
secara tertutup ini ada beberapa orang yang masuk islam yang disebut
sebagai al-sabiquna al-Awwalun yakni
khadijah dari kalangan perempuan, Ali bin Abu thalib dari kalangan anak-anak,
zaid bin haritsa dan abu bakar al-siddiq, dan melalui perantaraa abu bakar
al-siddiq masuk islam antara lain: usman bin affan, subair bin awwam, sa`ad bin
abu waqqas, Abdurrahman bin auf, talhah bin ubaidillah, ubaidillah bin jarrah,
arqam bin arqam, Fatimah binti khattab. Dan beberapa tahun setelahnya dilakukan
secara terbuka (jahriyah). pada tahap
ini beliau mendakwahi seluruh penduduk mekkah secara terang-terangan untuk
memeluk islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa Rasulullah melakukan dakwah yakni
secara diam-diam (tertutup) dan setelah Islam mulai dikenal dikalangan
masyarakat Arab barulahdilakukan secara terang-terangan.
Allah berfirman dalam QS. Al-Hijr/15: 94.
÷íyô¹$$sù $yJÎ/
ãtB÷sè?
óÚÌôãr&ur Ç`tã tûüÏ.Îô³ßJø9$# ÇÒÍÈ
Terjemahnya:
“Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”[10].
Mula-mula beliau
menyeru kepada penduduk Mekkah, kemudian penduduk negeri-negeri lain. Di
samping itu ia juga menyeru orang-orang yang datang ke Mekkah, dari berbagai
negara untuk mengerjakan Haji. Nabi Muhammad saw. mengajak orang dengan cara
yang sangat memikat dan efektif, dengan menggunakan argumentasi dan akal sehat untuk
mengikuti perkataan Allah. Dengan demikian Rasulullah menyebarluaskan agama
tidak memaksa sesorang untuk mengikuti agamanya dan menyampaikannya dengan cara
lemah lembut dan kasih sayang .
2.
Periode Madinah
Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj,
suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul. Perkembangan datang
dari sejumlah penduduk Yastrib yang berhaji ke Mekkah. Mereka terdiri dari suku
Khazraj dan ‘Aus yang masuk islam dari tiga gelombang. Pertama, pada tahun
sepuluh kenabian, beberapa orang Khazraj berkata kepada Nabi: Bangsa kami telah
lama terlibat dalam permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan ‘Aus. Mereka
benar-benar merindukan perdamaian. Kiranya Tuhan mempersatukan mereka kembali
dengan perantaraan engkau dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Oleh karena itu,
kami akan berdakwah agar mereka mengetahui agama yang kami terima dari engkau
ini.
Kedua, pada tahun keduabelas
kenabian delegasi Yastrib, terdiri dari sepuluh orang suku Khazraj dan dua
orang suku ‘Aus serta seorang wanita meyatakan ikrar kesetiaan pada nabi di
suatu tempat bernama Aqabah. Ikrar ini disebut bai’ah aqabah pertama.
Ketiga, pada musim haji berikutnya jama’ah haji yang datang dari Yastrib
berjumlah 73 orang membai’ah kepada Rasul. Atas nama penduduk Yastrib, mereka
meminta kepada Nabi agar berkenan pindah ke Yastrib. Mereka berjanji akan
membela Nabi dari segala ancaman. Perjanjian ini disebut bai’ah aqabah kedua.[11]
Pasca hijrah Nabi Muhammad saw ke madina. Beliau
tetap melaksanakan dakwahnya kepada penduduk madinah. Langkah dakwah pertama
yang dilakukan nabi saw adalah membangun masjid, selain sebagai sarana ibadah,
pendidikan. Masjid juga dijadikan sebagai sarana untuk mendakwahi penduduk
madinah, sebagai tempat untuk mendalami dan mensosialisasikan ajaran islam.
Selain itu beliau juga mempersaudarakan kaum muhajirin dan kamu anshar.
Sehingga Nabi Muhammad saw selain tampil sebagai pemimpin agama, beliau juga
tampil sebagai pemimpin masyarakat.
Bentuk Fisik dari peradaban yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw adalah
mendirikan masjid pasca hijrah dari mekkah ke madinah, beliau mendirikan masjid
sebagai pusat ibadah, selain itu masjid dijadikan sebagai sarana pendidikan dan
mensosialisasikan agama Allah swt. tersebut. Puncak dakwah beliau yang tercacat
dalam sejarah peradaban islam sebagai sebuah peristiwa penting adalah fathul Mekkah (penaklukan kota mekkah).
Nabi saw kembali ke mekkah untuk merebut
kota suci itu dari kaum kafir dan menghancurkan segenap berhala-berhala yang
menjadi symbol paganisme pada saat itu. Tanpa dendam dan tanpa paksaan Nabi saw
menyeruh penduduk mekkah untuk memeluk islam.
15 hari setelah penaklukan kota mekkah Nabi saw menundukkan wilayah-wilayah
lain dengan beberapa kali melakukan ekspedisi dan menguasai wilayah-wilayah
jazirah arab.[12] Tahun 10 H. beliau
melaksanakan ibadah haji wada` bersama segenap ummat islam sebanyak 100.000
orang dan di gunung Arafat beliau menyampaikan pidatonya yang terakhir dan mengharapkan agar umat muslimin tetap
bersatu di bawa panji-panji islam.
C.
Nabi Muhammad
saw. Sebagai Pemimpin Negara
Nabi Muhammad saw. telah meletakkan
dasar-dasar Islam di Mekkah dengan penuh tantangan dari kaum Qurays. Pada
periode Mekkah ini, Nabi Muhammad saw. belum berhasil membentuk komunitas
Islam, karena jumlah pengikutnya masih sedikit. Dengan demikian, pada periode
Mekkah ini beliau hanya berfungsi atau hanya memfungsikan perannya sebagai
seorang pemimpin agama. Akan tetapi, setelah hijrah ke Madinah pada tahun 1
H./622 M., jumlah pengikutnya mulai bertambah sehingga beliau perlu meletakkan
dasar-dasar masyarakat Islam. [13]
Di Madinah inilah Nabi Muhammad saw
mulai melakukan kegiatan dan strategi untuk membangun masyarakat Islam.
Kegiatan yang dilakukannya diantaranya membangun masjid sebagai sarana ibadah
dan sosial. Kemudian meningkatkan rasa ukhuwah Islamiyah dalam rangka
mempersaudarakan antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin. Selanjutnya menjalin
hubungan persahabatan dengan orang-orang non-muslim dimana pada waktu itu,
masyarakat Madinah secara sosiologis, terdiri dari tiga kelompok besar
masing-masing kelompok muslim, Arab yang belum masuk Islam dan kelompok Yahudi.
Untuk itu dibentuklah suatu konstitusi yang kemudian dalam sejarah
dikenal dengan Konstitusi
Madinah.[14] Dengan
adanya Konstitusi Madinah tersebut, hal ini memperlihatkan bahwa masyarakat Madinah pada
waktu itu telah membentuk satu kekuatan politik bentuk baru yang
bernama ummah
atau komunitas.
Bentuk ummah
inilah yang kemudian berkembang menjadi kekuatan politik yang besar dan
akhirnya menjadi Negara. Di Madinah ini keadaan nabi Muhammad SAW dan
ummat Islam mengalami perobahan yang cukup signifikan. Kalau di Mekkah mereka
sebelumnya merupakan ummat yang lemah dan tertindas, maka setelah hijrah ke
Madinah, mereka memiliki kedudukan yang baik dan menjadi ummat yang kuat dan
mandiri secara social-politik.
Nabi Muhammad saw. sendiri kemudian
menjadi pemimpin dari masyarakat yang baru terbentuk tersebut, yang pada
giliran selanjutnya, komunitas ini menjelma menjadi suatu Entitas Negara.
Negara itu
pada masa Nabi Muhammad saw. meliputi seluruh Semenanjung Arabia.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa di Madinah Nabi Muhammad saw.
bukan hanya sebagai Rasulullah (pemimpin agama) an sich, akan tetapi juga
merupakan kepala Negara. Pada diri Nabi Muhammad saw terhimpun dua kekuasaan yaitu kekuasaan
spiritual dan kekuasaan duniawi.[15]
Setelah nabi Muhammad saw wafat, tepatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 11 H./8
Juni 632 M., fungsinya sebagai pemimpin agama tidak dapat digantikan oleh
siapapun karena penggantian Nabi Muhammad saw itu didasarkan pada otoritas
mutlak dan penegasan Illahi dan tidak dapat dialihfungsikan oleh manusia,[16]
akan tetapi fungsi Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin politik harus dan
mesti ada yang mengganti kannya. Oleh sebab itu, setelah nabi Muhammad saw.
wafat, persoalan pertama yang muncul adalah persoalan politik yaitu persoalan
siapa yang berhak menggantikan beliau sebagai kepala Negara. Ada tiga golongan yang
bersaing dalam perebutan kepemimpinan yaitu kaum
Anshar, kaum
Muhajirin dan keluarga Hasyim.
Persoalan
ini muncul karena tidak ada wasiat dari Nabi Muhammad saw. Proses pemilihan
pemimpin politik sebagai pengganti Nabi Muhammad saw. sangat menegangkan dan
hamper saja menimbulkan pertumpahan darah, karena masing-masing golongan merasa
dan mengklaim paling berhak sebagai pengganti Nabi. Namun setelah melalui
musyawarah dan pertimbangan-pertimbangan logis-rasional, maka terpilihlah Abu Bakar Ash-shiddiq
sebagai khalifah yang pertama.
Masa
pemerintahan khalifah Abu Bakar Ash-shiddiq tidak
begitu lama (11-13 H./632-634 M.). Kemudian berturut-turut yang memerintah
adalah ‘Umar
bin Khattab (13-23
H./634-644 M.), ‘Utsman bin Affan (23-35 H./644-656 M.)
dan ‘Ali bin Abi Thalib (35-40 H./656-661 M.).[17]
Dalam sejarah Islam keempat orang pengganti Nabi Muhammad saw. tersebut adalah
pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan
dasar-dasar tradisi dari Rasulullah saw. bagi kemajuan Islam dan ummatnya.
Karena itu, kepada mereka diberi gelar Al-Khulafa al-Rasyidin. Pada
masa Nabi Muhammad saw., negara Islam baru meliputi Kota Madinah yang merupakan City
State atau Stadstaat.
Akan tetapi pada masa Khulafa al-Rasyidin, kekuasaan Islam telah
meluas. Negara Islam telah menjadi A World
Stat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Sebagai pemimpin Agama, utusan Allah swt. Nabi Muhamuhmad saw. menjadi
penyebar agama Allah yakni Islam kepada umat manusia. Dalam hal ini, Beliau
melaksanakan fungsi dakwahnya tidak kurang dari 23 tahun dalam dua (2) periode
yakni periode mekkah (13 Tahun) dan periode madinah 10 Tahun).
2.
Sebagai
pemimpin Negara nabi Muhammad saw mempersaudarakan antara kaum Anshar dan kaum
Muhajirin Selanjutnya menjalin hubungan persahabatan dengan orang-orang
non-muslim dimana pada waktu itu, masyarakat Madinah secara sosiologis, terdiri
dari tiga kelompok besar masing-masing kelompok muslim, Arab yang belum masuk
Islam dan kelompok Yahudi. Untuk itu dibentuklah suatu konstitusi yang
kemudian dalam sejarah dikenal dengan Konstitusi
Madinah.
B. Implikasi
Dengan mempelajari sejarah kepemimpinan
Nabi Muhammad saw. Baik beliau sebagi kepala Negara atau bahkan sebagai
pemimpin Agama kiranya kita sebagai akademisi dapat mengambil suritauladan
beliau agar bisa menjadi motifasi diri untuk menjadi pemimpin yang bijaksana
nantinya.
Daftar Pustaka
Bosworth,
CE., Dinasti-Dinasti Islam,
terj., Bandung: Mizan, 1994.
Dahlan,
M., Sejarah Peradaban Islam (SPI), Cet. I; Makassar: Alauddin University
Press, 2013.
Gulen,
M. Fethullah, Prophet Muhammad Aspect of His Life, diterjemahkan oleh
Tri Wibowo Budi Santoso. dengan judul: Versi Teladan Kehidupan Rasulullah
Muhammad Saw, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2002.
Harb
al-Fijr artinya
adalah perang memecahkan kesucian. Lihat, Munawwir, Ahmad Warrson, Kamus
al-Munawwir, Jakarta: Yayasan Pesantren, 1992.
Hasan
Ibrahim, Tarikh al-Islam, Juz I, Cet:
VII; Kairo: Maktabah al-Nahdlah al-Mishriyah, 1964.
Kementrian
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Cet. I; Bandung: Syamsil
al-Qur’an, 2012.
Konstitusi Madinah berisi 47 Pasal.
Dari pasal-pasal tersebut dapat diambil 5 pointers penting yaitu : Satu, bahwa
komunitas itu memiliki kepentingan agama dan politik. Dua, kemerdekaan beragama
dijamin bagi semua komunitas. Ketiga, seluruh penduduk Madinah memiliki
toleransi moril dan materil serta menangkal agresi yang ditujukan kepada
Madinah. Keempat, Nabi Muhammad saw. adalah pemimpin tertinggi masyarakat
Madinah. Kelima, penetapan dasar politik, ekonomi dan social bagi setiap komunitas.
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Lapidus, Ira, M.,
Sejarah Sosial Ummat Islam, terj., Jakarta: Rajawali Press, 1996.
Mutahhari,
Murtadha, Sire-ye Nabawi, diterjamahkan oleh Salman Nano dengan judul:
Cara lain Malihat Sirah Sang Nabi, Jakarta: Alhuda, 2006.
Nasution, Harun, Islam
Ditinjau Dari Berbagai Aspek, Jilid I, Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 1985.
-----------, Sejarah Ringkas Islam, Jakarta:
Djambatan, 1980.
Watt,
William Monrogomerry, Pengantar Study Al-Qur`an, Cet. I;
Jakarta: CV. Rajawali, 1991.
-----------,, Kejayaan Islam: Kajian
Kritis Dari Orientalis, terj., Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 1990.
Yatim,
Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2015.
[1]Tahia al-Ismail, Sejarah
Ringkas Muhammad saw. Perjuangan Peribadatannya Mengembangkan Risalah Tauhid (Cet
II; Jakarta: PT Rajagrapindo Persada, 1996), h. 2.
[2]Abdurrahman
‘Azam, Keagungan Nabi Muhammad saw. (Cet III; Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 1997), h.2.
[3]Abdurrahman
‘Azam, Keagungan Nabi Muhammad saw., h. 3.
[4]Abdurrahman
‘Azam, Keagungan Nabi Muhammad saw.,
h. 3.
[5]M. Fethullah
Gulen. Prophet Muhammad Aspect of His Life, diterjemahkan oleh Tri
Wibowo Budi Santoso. dengan judul: Versi Teladan Kehidupan Rasulullah
Muhammad Saw (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2002), h. 2.
[6]Monrogomerry
Watt, Pengantar Study Al-Qur`an (Cet. I; Jakarta: CV. Rajawali, 1991),
h. 28.
[7]M. Dahlan, Sejarah
Peradaban Islam (SPI) ( Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013),
h. 14-16.
[8]Harb al-Fijr artinya adalah
perang memecahkan kesucian. Lihat, Ahmad Warrson Munawwir, Kamus al-Munawwir
( Jakarta: Yayasan Pesantren, 1992), h. 99.
[9]Murtadha
Mutahhari. Sire-ye Nabawi, diterjamahkan oleh Salman Nano dengan
judul: Cara lain Malihat Sirah Sang Nabi (Jakarta: Alhuda, 2006), h.
105.
[10]Kementrian Agama
RI, Al-Quran dan Terjemahannya (Cet. I; Bandung: Syamsil al-Qur’an,
2012), h. 276.
[11]Badri yatim, Sejarah
Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2015), h. 24.
[12]Hasan Ibrahim
Hasan, Tarikh al-Islam, Juz I ( Cet:
VII; Kairo: Maktabah al-Nahdlah al-Mishriyah, 1964), h. 32-33
[13] Ira M. Lapidus,
Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. (Jakarta: Rajawali Press, 1996), t.h.
[14]Konstitusi Madinah berisi 47 Pasal. Dari
pasal-pasal tersebut dapat diambil 5 pointers penting yaitu : Satu, bahwa
komunitas itu memiliki kepentingan agama dan politik. Dua, kemerdekaan beragama
dijamin bagi semua komunitas. Ketiga, seluruh penduduk Madinah memiliki
toleransi moril dan materil serta menangkal agresi yang ditujukan kepada
Madinah. Keempat, Nabi Muhammad saw. adalah pemimpin tertinggi masyarakat
Madinah. Kelima, penetapan dasar politik, ekonomi dan social bagi setiap
komunitas. Ali
Mufrodi, Islam di Kawasan Arab (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 27.
[15]Harun
Nasution, Islam Ditinjau Dari
Berbagai Aspek, Jilid I (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1985), h. 92.
[16]William
Montgomerry Watt, Kejayaan Islam
: Kajian Kritis Dari Orientalis, terj. (Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 1990), h. 8.
[17]Lebih
detail, secara kronologis dan deskriptif ringkas lihat CE. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, terj.
(Bandung: Mizan, 1994), t.h.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar