Rabu, 12 Oktober 2016

MUHAMMAD SEBAGAI PEMIMPIN AGAMA DAN KEPALA NEGARA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu abad terpenting dalam sejarah kehidupan manusia adalah abad keenam sesudah masehi. Menjelang pertengahan abad ini, dunia berada dalam keadaan gelap dan parah dengan keadaan spiritual yang merusak kehidupan spiritual manusia. Keserakahan dan tirani telah menjarah kesejahteraan moralnya, dan penindasan telah melumpuhkan mayoritas penduduknya. Bangsa-bangsa yang dulunya pernah merdeka dan produktif , peradaban tertua di dunia , seperti Assyria, Phunisia dan Mesir, kini tidak berkutik di bawah ancaman dan cengkraman Serigala Romawi. Sementara peradaban Babilonia yang menderita akibat dominasi Persia yang sama-sama tiranisnya, hanya di bolehkan hidup marginal (terpinggirkan) sementara semua kekayaan negerinya, tanah subur antara dua sungai yakni Eufrat dan Tigris dieksploitasi untuk memenuhi perbendaharaan para kaisar Persia dan kaki tangannya.
Bangsa Arab yang tanahnya terletak antara Imperium Persia dan Romawi, merupakan sebuah negeri yang menyedihkan. Agama mereka yang sebenarnya merupakan monoteisme paling murni, yakni Agama Nabi Ibrahim telah diselewengkan oleh generasi demi generasi.
Ketika manusia melupakan sumber mulia kehidupan batinnya dan secara tamak sibuk dengan kehidupan dunia dan kemegahannya, seorang Rasul diutus oleh Allah untuk menunjukkan kepada jalan yang telah dilupakan, dan memperingatkan mereka akan ajaran yang telah dilalaikan atau diabaikannya. Tetapi selama jangka waktu yang lama tidak terlihat tanda-tanda dan terdengar firman Allah. Zaman itu menjadi titik nadir (terendah) dalam pemikiran manusia.[1]
Karena banyaknya ramalan tentang kedatangnnya, setiap orang menunggu kedatangan Nabi Muhammad Saw di era kegelapan sejarah manusia, manusia menunggu orang yang akan menghancurkan keingkaran dan kemungkaran serta akan meniupkan kehidupan baru ke dunia ini. Yudaisme dan Kristen, yang aslinya adalah agama samawi (berasal dari Allah), tidak bisa menyangkal. Orang-orang mempelajari kitab-kitab lama tanpa prasangka, khususnya Pendeta Buhairah sedang menunggu kedatangannya.
Berkata Karlil Mengenai Muhammad: “Kelahiran Muhammad adalah merupakan sumber cahaya yang menerangi kegelapan”.[2]
Dan berkata Sir Muyer: ”belum ada usaha perbaikan yang lebih sulit dan lebih jauh jangkaunnya dari pada saat munculnya Muhammad. Tapi kita belum melihat suatu keberhasilan dan perbaikan yang sempurna sebagaimana  yang telah ditinggalakan olehnya saat meninggal Dunia”.[3]
Buzurth berkata: “bahwa sesungguhnya Muhammad adalah mutlak pembangun terbesar tanpa ada pertentangan pendapat”.[4]
Adapun  Muhammad dalam pandangan Umat Islam, adalah seorang pahlawan utama. Sedang menurut pandangan para pemikir dari agama-agama lain dia adalah pembangun umat terbesar, diakui mutlak. Oleh karena itu tidak patut kita berbicara tentang kepahlawanan  tanpa mendahulukan tentang kepahlawanan Muhammad saw.
B. Rumusan Masalah
            Melihat latar belakang di atas  maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas, yakni:
1.      Bagaimana riwayat hidup Nabi Muhammad saw.?
2.      Bagaimana kedudukan Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin Agama?
3.      Bagaimana kedudukan Nabi Muhammad saw. sebagai kepala Negara?





BAB II
PEMBAHASAN
A.  Riwayat Hidup Nabi Muhammad saw.
Nabi Muhammad dibesarkan dalam pengawasan Allah swt. karena ayahnya Abdullah telah meninggal sebelum beliau lahir yang berarti beliau harus menaruh semua kepercayaan kepada Allah swt. dan tunduk sepenuhnya kepadaNya. Suatu saat beliau berjalan ke kuburan ayahnya di Madinah beberapa tahun kemudian, dan beliau menangis dalam hatinya. Saat beliau kembali dan berkata “Aku menangisi ayahku dan memohon agar Allah mengampuninya”. Dengan kematian ayahnya Allah mencabut darinya semua sokongan dan mengarahkannya menuju kesadaran bahwa tidak ada Tuhan yang patut  disembah selain Allah yang tiada sekutu baginya.[5]
Para ulama dan penulis sirah dan para ahli sejarah sepakat bahwa hari kelahiran Muhammad jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal yang bertepatan pada tanggal 20 april 571 M. Muhammad lahir di mekkah bagian selatan jazirah arab bertepatan dengan tahun gajah .[6] Muhammad adalah anak dari Abdullah bin Abd Muthalib dan ibunya bernama Aminah binti Wahab dari kalangan suku Quraisy dari Bani Hasyim yang terpandang mulia saat itu. Beliau yatim pada saat enam bulan sebelum kelahiran, pada usia ke-6, Muhammad kehilangan ibunya, Aminah binti Wahab karena sakit. Selama dua tahun berikutnya, kebutuhan Muhammad ditanggung dan dicukupi oleh kakeknya dari keluarga ayah, Abd al-muthalib. Ketika berusia delapan tahun, kakeknya meninggal dan Muhammad berikutnya diasuh oleh pamannya Abu Thalib yang tampil sebagai pemuka Bani Hasyim sepeninggal Abdul Muththalib.[7]
Dalam usia muda, Muhammad hidup sebagai penggembala kambing keluarganya dan kambing penduduk kota Mekkah. Melalui kegiatan penggembalaan ini dia menemukan tempat untuk berpikir dan merenung. Dalam suasana demikian, beliau ingin melihat sesuatu dibalik semuanya. Pemikiran dan perenungan membuatnya jauh dari nafsu duniawi sehingga beliau terhindar dari berbagai macam noda yang dapat merusak namanya, karena itu sejak muda beliau dikenal dengan sebutan al-amin, orang yang terpercaya. Ketika Nabi saw. berumur 12 tahun ia mengikuti pamannya (Abu Thalib) pergi ke Syam untuk berdagang, saat di Bushra seorang pendeta nasrani menyadari akan kenabian Muhammad saw sehingga menyuruh muhammad agar kembali ke mekkah dengan alasan keamanan.
Disaat beliau berusia 15 Tahun Nabi Muhammad membantu pamannya menyiapkan  keperluan peperangan yang bersejarah bagi penduduk mekkah. Perang antara suku Quraisy dan Kainanah di satu pihak, dengan suku Qais dan lain di pihak lain, peperangan yang dikenal dengan peperangan dengan Harb al-Fijar.[8] Pada usia yang dewasa, Nabi saw. Mulai berusaha sendiri dalam penghidupannya. Dan usianya yang ke 25 tahun beliau menikah dengan Khadijah yang tidak lain adalah pemilik perusahaan yang ia naungi untuk bekerja, dalam masa ini, Nabi saw. Pada usia 40 tahun beliau bertahannus, dalam tahannusnya, beliau terkadang mimpi. Kemudian pada malam 17 ramadhan bertepatan dengan 6 agustus 610, datanglah jibril membawa wahyu, sekaligus sebagai awal diangkatnya beliau sebagai Nabi dan Rasul yang menandainya sebagai pemimpin agama.
B.  Nabi Muhammad saw. sebagai Pemimpin Agama
Salah satu pelajaran berharga yang harus diambil dari Rasulullah saw. adalah cara Rasulullah mengelola dakwah beliau agar bisa diterima oleh seluruh masyarakat, mungkin sebagian orang berpendapat apa susahnya menyampaikan pesan suci kepada masyarakat karena cara menyampaikannya ini tidak ada bedanya dengan cara menyampaikan pesan-pesan yang  lain.[9] Sebagai pemimpin agama, utusan Allah swt. tentunya Nabi Muhamuhmad saw. menjadi penyebar agama Allah yakni Islam kepada umat manusia. Dalam hal ini, Beliau melaksanakan fungsi dakwahnya tidak kurang dari 23 tahun dalam 2 periode yakni periode mekkah (13 Tahun) dan periode madinah (10 Tahun).
1.      Periode Mekkah
Pada masa Rasulullh telah menerima wahyu, dakwah yang dilakukan oleh beliau secara diam-diam (sirriyah) yakni dalam lingkungan keluarga dan sanak family terdekat, dakwah dengan cara ini berlangsung selama 3-4 tahun. Mula-mula dakwah  secara tertutup ini ada beberapa orang yang masuk islam yang disebut sebagai al-sabiquna al-Awwalun yakni khadijah dari kalangan perempuan, Ali bin Abu thalib dari kalangan anak-anak, zaid bin haritsa dan abu bakar al-siddiq, dan melalui perantaraa abu bakar al-siddiq masuk islam antara lain: usman bin affan, subair bin awwam, sa`ad bin abu waqqas, Abdurrahman bin auf, talhah bin ubaidillah, ubaidillah bin jarrah, arqam bin arqam, Fatimah binti khattab. Dan beberapa tahun setelahnya dilakukan secara terbuka (jahriyah). pada tahap ini beliau mendakwahi seluruh penduduk mekkah secara terang-terangan untuk memeluk islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa Rasulullah melakukan dakwah yakni secara diam-diam (tertutup) dan setelah Islam mulai dikenal dikalangan masyarakat Arab barulahdilakukan secara terang-terangan.
Allah berfirman dalam QS. Al-Hijr/15: 94.
÷íyô¹$$sù $yJÎ/ ãtB÷sè? óÚ̍ôãr&ur Ç`tã tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÒÍÈ  
Terjemahnya:

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”[10].
Mula-mula beliau menyeru kepada penduduk Mekkah, kemudian penduduk negeri-negeri lain. Di samping itu ia juga menyeru orang-orang yang datang ke Mekkah, dari berbagai negara untuk mengerjakan Haji. Nabi Muhammad saw. mengajak orang dengan cara yang sangat memikat dan efektif, dengan menggunakan argumentasi dan akal sehat untuk mengikuti perkataan Allah. Dengan demikian Rasulullah menyebarluaskan agama tidak memaksa sesorang untuk mengikuti agamanya dan menyampaikannya dengan cara lemah lembut dan kasih sayang .
2.      Periode Madinah
Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul. Perkembangan datang dari sejumlah penduduk Yastrib yang berhaji ke Mekkah. Mereka terdiri dari suku Khazraj dan ‘Aus yang masuk islam dari tiga gelombang. Pertama, pada tahun sepuluh kenabian, beberapa orang Khazraj berkata kepada Nabi: Bangsa kami telah lama terlibat dalam permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan ‘Aus. Mereka benar-benar merindukan perdamaian. Kiranya Tuhan mempersatukan mereka kembali dengan perantaraan engkau dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Oleh karena itu, kami akan berdakwah agar mereka mengetahui agama yang kami terima dari engkau ini.
Kedua, pada tahun keduabelas kenabian delegasi Yastrib, terdiri dari sepuluh orang suku Khazraj dan dua orang suku ‘Aus serta seorang wanita meyatakan ikrar kesetiaan pada nabi di suatu tempat bernama Aqabah. Ikrar ini disebut bai’ah aqabah pertama. Ketiga, pada musim haji berikutnya jama’ah haji yang datang dari Yastrib berjumlah 73 orang membai’ah kepada Rasul. Atas nama penduduk Yastrib, mereka meminta kepada Nabi agar berkenan pindah ke Yastrib. Mereka berjanji akan membela Nabi dari segala ancaman. Perjanjian ini disebut bai’ah aqabah kedua.[11]
Pasca hijrah Nabi Muhammad saw ke madina. Beliau tetap melaksanakan dakwahnya kepada penduduk madinah. Langkah dakwah pertama yang dilakukan nabi saw adalah membangun masjid, selain sebagai sarana ibadah, pendidikan. Masjid juga dijadikan sebagai sarana untuk mendakwahi penduduk madinah, sebagai tempat untuk mendalami dan mensosialisasikan ajaran islam. Selain itu beliau juga mempersaudarakan kaum muhajirin dan kamu anshar. Sehingga Nabi Muhammad saw selain tampil sebagai pemimpin agama, beliau juga tampil sebagai pemimpin masyarakat.
Bentuk Fisik dari peradaban yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw adalah mendirikan masjid pasca hijrah dari mekkah ke madinah, beliau mendirikan masjid sebagai pusat ibadah, selain itu masjid dijadikan sebagai sarana pendidikan dan mensosialisasikan agama Allah swt. tersebut. Puncak dakwah beliau yang tercacat dalam sejarah peradaban islam sebagai sebuah peristiwa penting adalah fathul Mekkah (penaklukan kota mekkah). Nabi saw kembali ke mekkah  untuk merebut kota suci itu dari kaum kafir dan menghancurkan segenap berhala-berhala yang menjadi symbol paganisme pada saat itu. Tanpa dendam dan tanpa paksaan Nabi saw menyeruh penduduk mekkah untuk memeluk islam.  15 hari setelah penaklukan kota mekkah Nabi saw menundukkan wilayah-wilayah lain dengan beberapa kali melakukan ekspedisi dan menguasai wilayah-wilayah jazirah arab.[12] Tahun 10 H. beliau melaksanakan ibadah haji wada` bersama segenap ummat islam sebanyak 100.000 orang dan di gunung Arafat beliau menyampaikan pidatonya yang terakhir  dan mengharapkan agar umat muslimin tetap bersatu di bawa panji-panji islam.

C.    Nabi Muhammad saw. Sebagai Pemimpin Negara
Nabi Muhammad saw. telah meletakkan dasar-dasar Islam di Mekkah dengan penuh tantangan dari kaum Qurays. Pada periode Mekkah ini, Nabi Muhammad saw. belum berhasil membentuk komunitas Islam, karena jumlah pengikutnya masih sedikit. Dengan demikian, pada periode Mekkah ini beliau hanya berfungsi atau hanya memfungsikan perannya sebagai seorang pemimpin agama. Akan tetapi, setelah hijrah ke Madinah pada tahun 1 H./622 M., jumlah pengikutnya mulai bertambah sehingga beliau perlu meletakkan dasar-dasar masyarakat Islam. [13]
Di Madinah inilah Nabi Muhammad saw mulai melakukan kegiatan dan strategi untuk membangun masyarakat Islam. Kegiatan yang dilakukannya diantaranya membangun masjid sebagai sarana ibadah dan sosial. Kemudian meningkatkan rasa ukhuwah Islamiyah dalam rangka mempersaudarakan antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin. Selanjutnya menjalin hubungan persahabatan dengan orang-orang non-muslim dimana pada waktu itu, masyarakat Madinah secara sosiologis, terdiri dari tiga kelompok besar masing-masing kelompok muslim, Arab yang belum masuk Islam dan kelompok Yahudi. Untuk itu dibentuklah suatu konstitusi yang kemudian dalam sejarah dikenal dengan Konstitusi Madinah.[14] Dengan adanya Konstitusi Madinah tersebut, hal ini memperlihatkan bahwa masyarakat Madinah pada waktu itu telah membentuk satu kekuatan politik bentuk baru yang bernama ummah atau komunitas. Bentuk ummah inilah yang kemudian berkembang menjadi kekuatan politik yang besar dan akhirnya menjadi Negara. Di Madinah ini keadaan nabi Muhammad SAW dan ummat Islam mengalami perobahan yang cukup signifikan. Kalau di Mekkah mereka sebelumnya merupakan ummat yang lemah dan tertindas, maka setelah hijrah ke Madinah, mereka memiliki kedudukan yang baik dan menjadi ummat yang kuat dan mandiri secara social-politik.
Nabi Muhammad saw. sendiri kemudian menjadi pemimpin dari masyarakat yang baru terbentuk tersebut, yang pada giliran selanjutnya, komunitas ini menjelma menjadi suatu Entitas Negara. Negara itu pada masa Nabi Muhammad saw. meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa di Madinah Nabi Muhammad saw. bukan hanya sebagai Rasulullah (pemimpin agama) an sich, akan tetapi juga merupakan kepala Negara. Pada diri Nabi Muhammad saw  terhimpun dua kekuasaan yaitu kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi.[15] Setelah nabi Muhammad saw wafat, tepatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 11 H./8 Juni 632 M., fungsinya sebagai pemimpin agama tidak dapat digantikan oleh siapapun karena penggantian Nabi Muhammad saw itu didasarkan pada otoritas mutlak dan penegasan Illahi dan tidak dapat dialihfungsikan oleh manusia,[16] akan tetapi fungsi Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin politik harus dan mesti ada yang mengganti kannya. Oleh sebab itu, setelah nabi Muhammad saw. wafat, persoalan pertama yang muncul adalah persoalan politik yaitu persoalan siapa yang berhak menggantikan beliau sebagai kepala Negara. Ada tiga golongan yang bersaing dalam perebutan kepemimpinan yaitu kaum Anshar, kaum Muhajirin dan keluarga Hasyim.
Persoalan ini muncul karena tidak ada wasiat dari Nabi Muhammad saw. Proses pemilihan pemimpin politik sebagai pengganti Nabi Muhammad saw. sangat menegangkan dan hamper saja menimbulkan pertumpahan darah, karena masing-masing golongan merasa dan mengklaim paling berhak sebagai pengganti Nabi. Namun setelah melalui musyawarah dan pertimbangan-pertimbangan logis-rasional, maka terpilihlah Abu Bakar Ash-shiddiq sebagai khalifah yang pertama.
Masa pemerintahan khalifah Abu Bakar Ash-shiddiq tidak begitu lama (11-13 H./632-634 M.). Kemudian berturut-turut yang memerintah adalah Umar bin Khattab (13-23 H./634-644 M.), ‘Utsman bin Affan (23-35 H./644-656 M.) dan ‘Ali bin Abi Thalib (35-40 H./656-661 M.).[17] Dalam sejarah Islam keempat orang pengganti Nabi Muhammad saw. tersebut adalah pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar tradisi dari Rasulullah saw. bagi kemajuan Islam dan ummatnya. Karena itu, kepada mereka diberi gelar Al-Khulafa al-Rasyidin. Pada masa Nabi Muhammad saw., negara Islam baru meliputi Kota Madinah yang merupakan City State atau Stadstaat. Akan tetapi pada masa Khulafa al-Rasyidin, kekuasaan Islam telah meluas. Negara Islam telah menjadi A World Stat.




BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
1.      Sebagai pemimpin Agama, utusan Allah swt. Nabi Muhamuhmad saw. menjadi penyebar agama Allah yakni Islam kepada umat manusia. Dalam hal ini, Beliau melaksanakan fungsi dakwahnya tidak kurang dari 23 tahun dalam dua (2) periode yakni periode mekkah (13 Tahun) dan periode madinah 10 Tahun).
2.      Sebagai pemimpin Negara nabi Muhammad saw mempersaudarakan antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin Selanjutnya menjalin hubungan persahabatan dengan orang-orang non-muslim dimana pada waktu itu, masyarakat Madinah secara sosiologis, terdiri dari tiga kelompok besar masing-masing kelompok muslim, Arab yang belum masuk Islam dan kelompok Yahudi. Untuk itu dibentuklah suatu konstitusi yang kemudian dalam sejarah dikenal dengan Konstitusi Madinah.
B.       Implikasi
Dengan mempelajari sejarah kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Baik beliau sebagi kepala Negara atau bahkan sebagai pemimpin Agama kiranya kita sebagai akademisi dapat mengambil suritauladan beliau agar bisa menjadi motifasi diri untuk menjadi pemimpin yang bijaksana nantinya.









Daftar Pustaka
Bosworth, CE., Dinasti-Dinasti Islam, terj., Bandung: Mizan, 1994.
Dahlan, M., Sejarah Peradaban Islam (SPI), Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013.
Gulen, M. Fethullah, Prophet Muhammad Aspect of His Life, diterjemahkan oleh Tri Wibowo Budi Santoso. dengan judul: Versi Teladan Kehidupan Rasulullah Muhammad Saw, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2002.
Harb al-Fijr artinya adalah perang memecahkan kesucian. Lihat, Munawwir, Ahmad Warrson, Kamus al-Munawwir, Jakarta: Yayasan Pesantren, 1992.
Hasan Ibrahim, Tarikh al-Islam, Juz I, Cet: VII; Kairo: Maktabah al-Nahdlah al-Mishriyah, 1964.
Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Cet. I; Bandung: Syamsil al-Qur’an, 2012.
Konstitusi Madinah berisi 47 Pasal. Dari pasal-pasal tersebut dapat diambil 5 pointers penting yaitu : Satu, bahwa komunitas itu memiliki kepentingan agama dan politik. Dua, kemerdekaan beragama dijamin bagi semua komunitas. Ketiga, seluruh penduduk Madinah memiliki toleransi moril dan materil serta menangkal agresi yang ditujukan kepada Madinah. Keempat, Nabi Muhammad saw. adalah pemimpin tertinggi masyarakat Madinah. Kelima, penetapan dasar politik, ekonomi dan social bagi setiap komunitas. Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Lapidus, Ira, M., Sejarah Sosial Ummat Islam, terj., Jakarta: Rajawali Press, 1996.
Mutahhari, Murtadha, Sire-ye Nabawi, diterjamahkan oleh Salman Nano dengan judul: Cara lain Malihat Sirah Sang Nabi, Jakarta: Alhuda, 2006.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, Jilid I, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985.
-----------, Sejarah Ringkas Islam, Jakarta: Djambatan, 1980.
Watt, William Monrogomerry, Pengantar Study Al-Qur`an, Cet. I; Jakarta: CV. Rajawali, 1991.
-----------,, Kejayaan Islam: Kajian Kritis Dari Orientalis, terj., Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2015.



[1]Tahia al-Ismail, Sejarah Ringkas Muhammad saw. Perjuangan Peribadatannya Mengembangkan Risalah Tauhid (Cet II; Jakarta: PT Rajagrapindo Persada, 1996), h. 2.
[2]Abdurrahman ‘Azam, Keagungan Nabi Muhammad saw. (Cet III; Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), h.2.
[3]Abdurrahman ‘Azam, Keagungan Nabi Muhammad saw., h. 3.
[4]Abdurrahman ‘Azam, Keagungan Nabi Muhammad  saw., h. 3.
[5]M. Fethullah Gulen. Prophet Muhammad Aspect of His Life, diterjemahkan oleh Tri Wibowo Budi Santoso. dengan judul: Versi Teladan Kehidupan Rasulullah Muhammad Saw (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2002), h. 2.
[6]Monrogomerry Watt, Pengantar Study Al-Qur`an (Cet. I; Jakarta: CV. Rajawali, 1991), h. 28.
[7]M. Dahlan, Sejarah Peradaban Islam (SPI) ( Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013), h. 14-16.
[8]Harb al-Fijr artinya adalah perang memecahkan kesucian. Lihat, Ahmad Warrson Munawwir, Kamus al-Munawwir ( Jakarta: Yayasan Pesantren, 1992), h. 99.
[9]Murtadha Mutahhari. Sire-ye Nabawi, diterjamahkan oleh Salman Nano dengan judul: Cara lain Malihat Sirah Sang Nabi (Jakarta: Alhuda, 2006), h. 105.
[10]Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya (Cet. I; Bandung: Syamsil al-Qur’an, 2012), h. 276.
[11]Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2015), h. 24.
[12]Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam, Juz I ( Cet: VII; Kairo: Maktabah al-Nahdlah al-Mishriyah, 1964), h. 32-33
[13] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. (Jakarta: Rajawali Press, 1996), t.h.
[14]Konstitusi Madinah berisi 47 Pasal. Dari pasal-pasal tersebut dapat diambil 5 pointers penting yaitu : Satu, bahwa komunitas itu memiliki kepentingan agama dan politik. Dua, kemerdekaan beragama dijamin bagi semua komunitas. Ketiga, seluruh penduduk Madinah memiliki toleransi moril dan materil serta menangkal agresi yang ditujukan kepada Madinah. Keempat, Nabi Muhammad saw. adalah pemimpin tertinggi masyarakat Madinah. Kelima, penetapan dasar politik, ekonomi dan social bagi setiap komunitas. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Arab (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 27.
[15]Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, Jilid I (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985), h. 92.
[16]William Montgomerry Watt, Kejayaan Islam : Kajian Kritis Dari Orientalis, terj. (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990), h. 8.
[17]Lebih detail, secara kronologis dan deskriptif ringkas lihat CE. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, terj. (Bandung: Mizan, 1994), t.h.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar