Rabu, 12 Oktober 2016

Abu Bakar Al-Siddiq dan Umar Ibn Khattab (Khalifah dan Perkembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik)







ABU BAKAR AL-SIDDIQ DAN UMAR IBN KHATTAB PEMBENTUKAN KHALIFAH DAN PERKEMBANGAN ISLAM SEBAGAI KEKUATAN POLITIK

Makalah
Disampaikan pada Seminar Kelas Mata Kuliah Sejarah dan Peradaban Islam
Semester Satu (1) Tahun Akademik 2016/ 2017
Kelompok 2 ( Dua)
OLEH:
AHMAD MATHAR
NIM: 80100216002

Dosen Pemandu:
Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, M.A
Dr. Hasaruddin, M.Ag


PROGRAM PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2016







A. PENDAHULUAN
1.   Latar Belakang
Agama Islam telah menjadi salah satu agama terbesar di dunia. Perkembangannya yang begitu pesat dalam jangka waktu yang relative singkat membuat para cendekia muslim maupun non muslim terpana dan bertanya-tanya sehingga mereka meluangkan banyak waktu untuk meneliti sejarah perjalanan agama yang unik ini. Agama ini disebarkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat sebagai pelanjutnya. Ketika Rasulullah saw. masih hidup, beliau adalah otoritas tunggal dimana segala permasalahan agama maupun dunia dikembalikan kepadanya. Sehingga permasalahan-permasalahan tersebut tak pernah diragukan.
Sepeninggal Nabi Muhammad saw. beliau tidak meninggalkan wasiat tentang yang akan menggantikan posisi beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Tampaknya Nabi Muhammad saw. menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin itu sendiri untuk menentukannya. Karena beliau sendiri tidak pernah menunjuk di antara sahabatnya yang akan menggantikannya sebagai pemimpin umat Islam, bahkan tidak pula membentuk suatu dewan yang dapat menentukan siapa penggantinya.[1] . Namun setelah melalui perdebatan yang cukup alot, akhirnya Abu Bakar terpilih sebagai pengganti kepemimpinan Nabi setelah mendapat bai’at dari kaum muslimin.
Meskipun Abu Bakar mendapat bai’at dari semua kalangan umat Islam ketika itu, namun bukanlah berarti kekhalifahan yang ia pikul berjalan tanpa hambatan. Banyak perbedaan pendapat di antara para sahabat menyangkut berbagai persoalan. Hal ini disebabkan keragaman interpretasi nash-nash al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw. bahkan mulai muncul gerak pemberontakan serta paham-paham yang mengancam eksistensi agama Islam yang mulai tersebar luas.
Sebelum Abu Bakar wafat, memanggil beberapa sahabat untuk dimintai pendapat tentang rencana penunjukan khalifah yang akan menggantikannya. Umar merupakan calon tunggal. Abu Bakar dan sahabat setuju dengan pilihan itu. Pada tahun 13 H / 634 M akhirnya Umar di baiat menjadikhalifah kedua dengan gelar Amirul Mukminin artinya panglima orang-orang beriman. Umar sebagai khalifah membuat kebijakan dalam pemerintahan . Beliau melakukan ekspansi besar-besaran sehingga periodenya dikenal dengan nama futuhat al islamiyyah artinya perluasan wilayah Islam. Dan pembagian propinsi Islam. Beliau juga membentuk badan-badan pemerintahan dan membuat prinsip-prinsip peradilan.[2]
2.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas,maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a.    Bagaimana pembentukan khilafah pada masa khalifah Abu bakar?
b.   Bagaimana perkembangan islam sebagai kekuatan politik pada pemerintahan khalifah Abu Bakar?
c.    Bagaimana pembentukan khilafah pada masa khalifah Umar bin Khattab?
d.   Bagaimana perkembangan islam sebagai kekuatan politik pada pemerintahan Umar bin Khattab?

B.  PEMBAHASAN
1.   Pembentukan Khalifah pada Masa Khalifah Abu Bakar
a.   Biografi Abu Bakar al-Shiddiq.
Abu Bakar dilahirkan pada tahun 573 M. (dua tahun setelah kelahiran Rasulullah).[3] Nama lengkapnya adalah Abdullah Ibn Abi Quhafah al-Taimiy. Sebelum masuk Islam ia bernama ‘Abd. Al-Ka’bah, kemudian setelah ia memeluk Islam nama tersebut diganti oleh Rasulullah dengan Abdullah yang Akrab dipanggil dengan Abu Bakar. Ada pendapat yang mengatakan bahwa gelar tersebut melekat sebagai nama penggilan karena beliau termasuk orang yang mula-mula memeluk Islam. Sedangkan gelar ash-shiddiq merupakan julukan yang diberikan kepadanya karena ia termasuk orang pertama membenarkan peristiwa Isra Mi’raj Nabi pada saat sejumlah masyarakat Arab tidak mempercayainya karena mengukur peristiwa tersebut dengan logika murni.
Pada awalnya ia dinamakan Abdul Ka’bah sebab pada kenyataannya ibunya setiap melahirkan anak lelaki pasti meninggal dunia. Begitu Abu Bakar lahir dan dikaruniai kehidupan, orang tuanya sangat gembira dan serta merta menjulukinya dengan sebutan Abdul Ka’bah. Ketika anak itu tumbuh menjadi remaja, namanya bertambah dengan kata Atik yang menandakan seolah-olah ia lepas dari kematian. Tetapi menurut ahli sejarah, “Atik”, bukanlah nama baginya, melainkan sekedar julukan karena kulitnya yang putih bersih. Di dalam riwayat lainnya, dikisahkan bahwa Aisyah, putrinya, ditanya mengapa ayahnya diberi nama Atik. Aisyah lalu menceritakan bahwa pada suatu saat Rasulullah pernah melihat kepada Abu Bakar sambil berkata: “inilah Atik Allah dari api neraka.”
  Masa muda Abu Bakar tidak ternodai oleh keburukan dan perilaku negatif kaum jahiliyah, kerena beliau memegang teguh sifat-sifat luhur bangsa Arab. Abu Bakar dikenal sebagai pribadi yang berakhlak mulia, sosok yang menyenangkan, mudah membantu sesama, jujur dalam setiap perkataannya, baik pergaulannya, bahkan mengharamkan atas dirinya khamar sejak masa jahiliyyah. Dia termasuk golongan orang yang memeluk Islam tanpa banyak pertimbangan. Sebelum memeluk Islam, ia merupakan seorang saudagar kaya yang mempunyai pengaruh yang cukup besar dikalangan bangsa Arab. Namun setelah ia memeluk Islam, perhatiannya sepenuhnya dicurahkan kepada Islam sehingga aktivitas perdagangan yang dilakukannya hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari.
b.   Proses Pengangkatan Abu Bakar al-Shiddiq Sebagai Khalifah (11-13 H/ 632- 634 M)
Proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai khalifah berlangsung dramatis. Setelah Rasulullah wafat, kaum muslim di Madinah, berusaha utuk mencari penggantinya. Ketika kaum muhajirin dan ansar berkumpul di Saqifah bani Sa’idah terjadi perdebatan tentang calon khalifah. Masing-masing mengajukan argumentasinya tentang siapa yang berhak sebagai khalifah. Kaum anshar mencalonkan Said bin Ubaidillah, seorang pemuka dari suku al-Khajraj sebagai pengganti nabi. Dalam kondisi tersebut Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah bergegas menyampaikan pendirian kaum muhajirin, yaitu agar menetapkan pemimpin dari kalangan Quraisy. Akan tetapi hal tersebut mendapat perlawanan keras dari al-Hubab bin munzir (kaum Anshar). Di tengah perdebatan tersebut Abu Bakar mengajukan dua calon khalifah yaitu Abu Ubaidah bin Zahrah dan Umar bin Khattab, namun kedua tokoh ini menolak usulan tersebut. Akan tetapi Umar bin Khattab tidak membiarkan proses tersebut semakin rumit, maka dengan suara yang lantang beliau membaiat Abu Bakar sebagai khalifah yang diikuti oleh Abu Ubaidah. Kemudian proses pembaiatanpun terus berlanjut seperti yang dilakukan oleh Basyir bin Saad beserta pengikutnya yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasulullah, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah (pengganti Rasul)  yang dalam perkembangan selanjutnya disebut Khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas- tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintah.[4]
Setelah Abu Bakar Terpilih menjadi Khalifah, Abu Bakar kemudian menyampaikan pidato yang isinya:
Saya telah terpilih menjadi pemimpin kamu sekalian meskipun saya bukan orang yang terbaik di antara kalian. Karena itu, bantulah saya seandainya saya berada di jalan yang benar dan bimbinglah saya seandainya saya berbuat salah. Kebenaran adalah kepercayaan dan kebohongan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian menjadi kuat dalam pandangan saya hingga saya menjamin hak-haknya seandainya Allah menghendaki dan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah dalam pandangan saya hingga saya dapat merebut hak daripadanya. Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya.[5]  
Pidato yang diucapkan setelah pengangkatannya menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai Islam dan persatuan umat Islam. strategi tersebut mengawali langkah keberhasilan tertinggi selanjutnya bagi umat Islam sepeninggal Rasulullah saw.
Proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai khalifah ternyata tidak sepenuhnya mulus karena ada beberapa orang yang belum memberikan ikrar, telah terjadi pertemuan sebagian kaum muhajirin dan Anshar dengan Ali bin Abi Thalib di rumah Fatimah, mereka bermaksud membai’at Ali dengan anggapan bahwa Ali bin Abi Thalib, lebih patut menjadi khalifah karena Ali berasal dari bani Hasyim yang berarti ahlul bait.
Proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai khalifah pertama, menunjukkan betapa seriusnya masalah suksesi kepemimpinan dalam masyarakat Islam pada saat itu, dikarenakan suku-suku Arab kepemimpinan mereka didasarkan pada sistem senioritas dan prestasi, tidak diwariskan secara turun temurun.
2.   Perkembangan Islam sebagai kekuatan politik pada masa Abu Bakar.
Masa kekhalifahan Abu Bakar merupakan masa kritis perjalanan syiar Islam karena dihadapkan sejumlah masalah seperti kemurtadan dan ketidaksetiaan. Beberapa anggota suku muslim menolak untuk membayar zakat kepada khalifah untuk Baitul Mal (perbendaharaan publik). Kemudian masalah berikutnya adalah munculnya beberapa kafir yang menyatakan dirinya sebagai Nabi, serta sejumlah pemberontakan-pemberontakan kecil yang merupakan bibit-bibit perpecahan.[6]
Pertama beliau tetap melanjutkan rencana Rasulullah saw untuk mengirim pasukan ke daerah Syiria di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Pada mulanya keinginan Abu Bakar ditentang oleh para sahabat dengan alasan suasana dalam negeri sangat memprihatinkan akibat berbagai kerusuhan yang timbul. Akan tetapi setelah ia meyakinkan mereka bahwa itu adalah rencana Rasulullah saw, akhirnya pengiriman pasukan itu pun disetujui.
Langkah politik yang ditempuh Abu Bakar itu ternyata sangat strategis dan membawa dampak yang positif. Pengiriman pasukan pada saat negara dalam keadaan kacau menimbulkan interpretasi di pihak lawan bahwa kekuasaan Islam cukup tangguh sehingga para pemberontak menjadi gentar.
Di samping itu, bahwa langkah yang ditempuh Abu Bakar tersebut juga merupakan taktik untuk mengalihkan perhatian umat Islam dalam perselisihan yang bersifat internal. Pasukan Usamah berhasil menunaikan tugasnya dengan gemilang dan kembali dengan membawa harta rampasan perang yang berlimpah.
Langkah selanjutnya yang beliau tempuh adalah segera memadamkan pemberontakan yang digerakkan oleh nabi-nabi palsu seperti Aswad ‘Ansi dari Yaman, Tsulaiha dari suku bani Asad di Arab Utara, Sajah binti al Harits di Suwaid,dan Musailamah al-Kadzdzab, anggota suku Arab Tengah.
Abu Bakar mengirim Khalid bin Walid untuk menumpas pemberontakan-pemberontakan tersebut dan berhasil memadamkannya. Demikian juga terhadap gerakan kemurtadan dan suku-suku yang enggan membayar zakat dapat diselesaikan dengan baik oleh Abu Bakar melalui perantara panglima perangnya, Khalid bin Walid. Beliau juga menggiatkan lembaga pendidikan Islam di masjid. Masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca al-Qur’an dan lain sebagainya.[7]
Abu Bakar juga membentuk badan-badan terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya untuk pemerintahan pusat ia menunjuk Ali bin Abi Thalib, utsman bin Affan dan Zaib bin Tsabit sebagai sekretaris serta Abu Ubaidah sebagai bendaharawan yag menangani baitul mal serta Umar bin Khattab sebagai hakim agung.
Setelah permasalahan besar dalam negeri dapat diatasi dengan baik, Abu Bakar memfokuskan pada kebijakan luar negeri yakni menyelamatkan suku-suku Arab dari penganiayaan pemerintahan Persia. Untuk misi ini, Abu Bakar kembali mengirimkan Khalid bin Walid dengan pasukannya ke Iraq dan akhirnya bertempur dengan tentara Persia di Hafir, pada tahun 12 H (633 M).[8] Setelah menang mereka dikirim ke Syiria membantu perjuangan Usamah bin Zaid.
Meskipun Abu Bakar menjabat Khalifah relatif singkat yakni dua tahun tiga bulan, beliau berhasil membina dan mempertahankan eksistensi persatuan dan kesatuan umat Islam yang berdomisili di berbagai suku dan bangsa. Wibawa umat Islam pun semakin terangkat dengan ditaklukannya dua imperium terbesar dunia saat itu, yaitu Persia dan Romawi (Romawi tuntas pada pemerintahan Umar bin Khattab.). Karena penaklukan atau peletakan kedaulatan umat Islam di kedua imperium itu menjadi aset yang sangat berpengaruh bagi pembangunan peradaban dunia Islami. Hal itu terbukti dengan peradaban Islam yang pernah jaya berabad-abad lamanya di Jazirah Arab dan benua Eropa.
Prestasi lainnya adalah upaya pengumpulan Qur’an yang terinspirasi dialog Umar bin Khattab dengan Abu Bakar bahwa begitu banyak para huffaz Qur’an yang syahid di medan pertempuran sehingga dikhawatirkan oleh Umar dapat merusak kelestarian Qur’an itu sendiri di masa yang akan datang.
Dari sekian prestasi yang terukir pada masa kekhalifahan Abu Bakar, maka jasa terbesar Abu Bakar yang dapat dinikmati oleh peradaban manusia sekarang adalah usaha pengumpulan al-Qur’an yang kelak melahirkan mushaf Usmani dan selanjutnya menjadi acuan dasar dalam penyalinan ayat-ayat suci al-Qur’an hingga menjadi kitab al-Qur’an yang menjadi pedoman utama kehidupan umat Islam bahkan bagi seluruh umat yang ada di permukaan bumi ini.

3.   Pembentukan Khalifah pada Masa Khalifah Umar bin Khattab
a.   Biografi Umar ibn Khattab
Umar ibn Khattab lahir dari keturunan yang mulia, Ia berasal dari suku Quraisy, nasabnya bertemu dengan Rasulullah pada pada kakeknya Ka’ab.  Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al- Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim bin Al-Mughirah Al-Makhzumiyah. Kelahiran Umar merupakan suatu kejadian besar di kalangan suku Quraisy dikarenakan ayah Umar bin Khattab, Al-Khattab merupakan salah satu anggota termuka di tengah suku Quraisy yang mengawini Hantamah yang kemudian melahirkan Umar. Ibu Umar merupakan keturunan suku Quraisy pula, dengan demikian jelas bahwa Umar bin Khattab memiliki garis keturunan yang terhormat di kalangan Quraisy. Oleh karena itu, wajar jika kemudian kelak beliau menjadi orang yang berpengaruh di samping karena kepribadiannya sendiri.[9]
Dari beberapa sumber yang ditulis oleh sejarawan muslim seperti Ibn Asir, Ibn Sa'ad, dan Ibn Hajar garis keturunan Umar bin Khattab berkaitan dengan garis keturunan Nabi pada generasi ke delapan.
Sejak kecil, ia sudah memikul tanggung jawab. Ia tumbuh dan berkembang dalam kehidupan keras, bukan kehidupan hura-hura dan bergelimang harta. Ayahnya al-Khattab membawanya kedalam dunia yang keras yakni dunia gembala. Menggembalakan unta sudah merupakan kebiasaan di kalangan anak-anak Quraisy betapapun tingkat kedudukan mereka. Umar bin khattab sering mendapatkan perlakuan kasar dari Ayahnya tanpa belas kasihan.
Umar bin Khattab memang seorang yang memiliki tempramen yang keras, meski demikian ia memiliki kecerdasan dan keberanian yang cukup disegani oleh suku Quraisy. oleh karena itu Wajar jika umar bin khattab mewarisi sikap ayahnya yang tempramen dan juga karena perlakuan kasar yang diterima semasa kecil memberikan pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan kejiwaannya.
Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah. Umar tumbuh menjadi pemuda yang disegani dan ditakuti pada masa itu. Wataknya yang keras membuatnya mendapat julukan “Singa Padang Pasir”. Ia juga amat keras dalam membela agama tradisional bangsa Arab yang menyembah berhala serta menjaga adat-istiadat mereka. Umar Bin Khattab adalah satu dari khulafaurasyidin yang memimpin kekhalifahan Islam pasca wafatnya Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Umar menjadi khalifah kedua menggantikan Abu Bakar Shidiq.
b.   Proses Pengangkatan Umar ibn Khattab Sebagai Khalifah (13- 23 H/ 634- 644 M)
Ketika Abu Bakar Sakit dan Merasa Ajalnya Sudah Dekat,Dia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, Kemudian mengangkat Umar Sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan dikalangan umat Islam, kebijakan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai- ramai membaiat Umar. Umar Menyebut dirinya Khalifah Khalifah Rasulillah (pengganti dari pengganti Rasulullah). Dia juga memperkenalkan istilah Amir al- Mu’minin (komandan orang yang beriman).[10]
Melihat kondisi umat Islam waktu itu, penunjukan Abu Bakar terhadap Umar sebagai penggantinya merupakan pilihan yang sangat tepat. Umar adalah seorang yang berkharisma tinggi, dan mempunyai sifat yang adil amat disegani terutama terhadap orang yang mengenalnya. Salah satu bukti atas besarnya kharisma dan keadilan  Umar dihadapan pengikutnya adalah kebijaksanaannya ketika memecat Khalid bin Walid yang digelari Rasulullah saw dengan gelar pedang Allah yang amat dikagumi kawan maupun lawan. Pemecatan itu sendiri dilakukan sewaktu umat Islam sangat membutuhkan seorang panglima perang sehebat Khalid bin Walid. Tunduknya Khalid kepada kebijakan Umar itu menunjukkan betapa hebatnya kharisma Umar bin Khattab di mata kaum muslimin.
Meskipun pengangkatan Umar  bin Khattab sebagai khalifah merupakan fenomena yang baru yang  menyerupai penobatan  putra mahkota, tetapi harus dicatat bahwa proses peralihan kepemimpinan tersebut tetap dalam bentuk musyawarah yang tidak memakai sistem otoriter. Sebab Abu Bakar tetap meminta pendapat dan persetujuan dari kalangan sahabat  Muhajirin dan Anshar.
4.   Perkembangan Islam sebagai kekuatan politik pada masa Umar bin Khattab.
Setelah Abu Bakar menyelesaikan tugas kekhalifaannya dan menyusul kepergian Rasulullah saw. Umar meneruskan langkah-langkahnya untuk membangun kedaulatan Islam sampai berdiri tegak. Kemmpuannya dalam melaksanakan pembangunan ditandai dengan keberhasilannya diberbagai bidang.
Pemerintahan dibawah kepemimpinan Umar dilandasi prinsip-prinsip musyawarah. Untuk melaksanakan prinsip musyawarah itu dalam pemerintahannya, Umar senantiasa mengumpulkan para sahabat yang terpandang dan utama dalam memutuskan sesuatu bagi kepentingan masyarakat. Karena pemikiran dan pendapat mereka sangat menentukan bagi perkembangan kehidupan kenegaraan dan pemerintahan. Umar menempatkan mereka dalam kedudukan yang lebih tinggi dari semua pejabat negara lainnya. Hal ini tidak lain karena dilandasi rasa tanggung jawab kepada Allah swt.[11]
Di zaman Umar gelombang ekspansi secara besar-besaran  pertama terjadi, ibukota Syiria, Damaskus ditaklukkan, dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syiriah jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syiria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amr bin Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad bin Abi Waqash. Iskandaria ditaklukkan pada tahun 641 M. Dengan demikian,  Mesir jatuh di bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah ibukota dekat Hirah di Irak, ditaklukkan pada tahun 637 M, dari sana serangan dilanjutkan ke ibukota Persia, al-Madain ditaklukkan pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Musol dapat dikuasai. Pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab ra, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi jazirah Arabiah, Palestina, Syiriah, sebagian besar wilayah Persia dan Mesir.[12]
Umar mengajak dunia memeluk Islam dengan ajakan yang baik dan penuh hikmah. Setelah pasukan muslim menaklukkan Persia, Umar berwasiat kepada Sa’ad ibn Abi Waqash, ”kuperintahkan engkau untuk mengajak mereka memeluk Islam; ajakla mereka dengan cara yang baik, sebelum memulai pertempuran. Umar juga berwasiat kepada para pemimpin pasukan agar tidak memaksa penduduk setempat untuk mengganti agama mereka dengan Islam. Umar justru berwasiat agar umat Islam dapat memuliakan mereka dan tidak mengganggu praktik-praktik ibadah mereka.
Seiring dengan berkembang dan meluasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab mengharuskan ia mengatur adminstrasi pemerintahannya dengan cermat. Dalam sejarah umat Islam, Umar bin Khattab dipandang sebagai Khalifah yang cukup berhasil mengembangkan dan mewujudkan tata pemerintahan dan sistem adminstrasi kenegaraan yang baik. Baik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, politik, hukum  maupun  ekonomi.
Adapun sistem yang beliau terapkan dalam keihidupan sosial kemasyarakatan ialah menerap kan perlunya menghargai hak-hak individu dalam kehidupan masyarakat. Hal itu tampak pada masyarakat yang ditaklukkannya. Beliau memberikan kelonggaran dalam menjalankan ibadah menurut ajaran agamanya masing-masing.
 Dalam bidang pemerintahan, kemasyarakatan dan kenegaraan, Umar menyelesaikan tiap permasalahan yang dihadapi tidak cukup dengan pengamatan fisik semata-mata. Semua diselesaikan dengan peelitian yang cermat, teliti dan seksama. Kebijakan ini diberlakukan ke seluruh wilayah yang menjadi tanggung jawab kekhalifaannya.
Wilayah kekuasaan yang sangat luas  mendorong Umar untuk segera mengatur administrasi negara. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi, yaitu: Mekah, Madinah, Syiriah, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir, dan yang menjadi pusat pemerintahannya adalah Madinah. Sehingga dapat dikatakan bahwa Umar bin Khatab telah menciptakan sistem desentralisasi dalam pemerintahan Islam.[13] 
Sejak pemerintahan Umar, telah dilengkapi adminstrasi pemerintahan dengan beberapa jawatan yang diperlukan sesuai dengan perkembangan negara pada waktu itu. Jawatan-jawatan penting itu antara lain adalah; Dewan  al-Kharaj  (jawatan pajak) yang mengelolah adminstrasi pajak tanah di daerah-daerah yang telah ditaklukkan. Dewan al-Hadts (jawatan kepolisian) yang berfungsi untuk memelihara ketertiban dan menindak pelanggar-pelanggar hukum yang nantinya akan diadili oleh qadhi. Beliau juga telah merintis jawatan pekerjaan umum (Nazarat al-Nafiah), Jawatan ini bertangung jawab atas pembangunan dan pemeliharaan gedung-gedung pemerintah, saluran-saluran irigasi, jalan-jalan, rumah-rumah sakit dan sebagainya.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar juga telah didirikan pengadilan,  untuk   memisahkan antara kekuasaan eksekutif  dan yudikatif  yang pada pemerintahan Abu Bakar, khalifah dan para pejabat adminstratif merangkap jabatan sebagai qadhi atau hakim. Awalnya konsep rangkap jabatan trersebut juga diadopsi pemerintahan Umar. Tetapi, seiring  dengan perkembangan keukasaan kaum muslimin, dibutuhkan mekanisme administraif  yang mendukung terselenggaranya sistem pemerintahan yang baik
Selain itu Umar juga tidak lupa melibatkan masyarakat dalam menentukan kebijakannya. Dengan demikian Umar telah memberikan pendidikan demokratis kepada rakyatnya untuk dapat berpartisipasi dalam membangun Negara. Dimana sebelum beliau menetapkan suatu kebijakan, Beliau telah menetapkan peraturan bagi dirinya sehingga menjadi contoh Teladan bagi segenap rakyatnya.

C.    PENUTUP
1.   Kesimpulan
a.    Proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai khalifah berlangsung dramatis. Di tengah perdebatan antara kaum Anshor dan Muhajirin Abu Bakar mengajukan dua calon khalifah yaitu Abu Ubaidah bin Zahrah dan Umar bin Khattab, namun kedua tokoh ini menolak usulan itu, lalu Umar dengan suara yang lantang membaiat Abu Bakar sebagai khalifah yang diikuti oleh Abu Ubaidah. Kemudian proses pembaiatanpun terus berlanjut seperti yang dilakukan oleh Basyir bin Saad beserta pengikutnya yang hadir dalam pertemuan tersebut.
b.   Konsep khilafah Abu Bakar merupakan prestasi tersendiri baginya, sebab beliau meletakkan pondasi kenegaraan yang teratur serta pondasi persatuan umat. Salah satu prestasi yang tertinggi dari masa kepemimpinannya adalah pengumpulan al-Qur’an di dalam satu mushaf, sehingga pengaruh Islam lebih cepat dan mudah menyebar di penjuru dunia.
c.    pengangkatan Umar  bin Khattab sebagai khalifah merupakan fenomena yang baru yang  menyerupai penobatan  putra mahkota, tetapi harus dicatat bahwa proses peralihan kepemimpinan tersebut tetap dalam bentuk musyawarah yang tidak memakai sistem otoriter. Sebab Abu Bakar tetap meminta pendapat dan persetujuan dari kalangan sahabat  Muhajirin dan Anshar.
d.   Perkembangan Islam sebagai kekuatan politik pada masa Umar di buktikan dengan Eksapansi wilayah. Adapun sistem pemerintahan Umar adalah mendirikan Dewan-dewan (Jabatan ), membangun Bitul Mal, Mencetak uang, membentuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji dan mengangkat hakim-hakim dan menyelenggarakan hisba, pengawasan pasar, mengontrol timbangan dan takaran, dan menjaga tata tertib kesosialan dan sebagainya.
2.   Implikasi
 Khalifah Abu Bakar ash Shidiq merupakan seorang khalifah penerus perjuangan Nabi yang berusaha menciptakan sebuah masyarakat yang hidup dalam negri yang subur dan makmur, adil dan aman. Dengan dua sifat yang menonjol,  Pertama dengan kelembutannya beliau menginsyafkan orang yang berbuat munkar, dan ke dua dengan ketegasannya beliau mengatasi orang yang memberontak.
Khalifah Umar bin Khatab dikenal sebagai pemimpin yang sangat disayangi rakyatnya karena perhatian dan tanggungjawabnya yang luar biasa pada rakyatnya. Salah satu kebiasaannya adalah melakukan pengawasan langsung dan sendirian berkeliling kota mengawasi kehidupan rakyatnya. Dalam banyak hal Umar bin Khatthab dikenal sebagai tokoh yang sangat bijaksana dan kreatif, bahkan genius. Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar, membuat kedudukannya semakin dihormati dikalangan masyarakat Arab.
Dari pemaparan makalah ini semoga dapat menjadi  pembelajaran untuk para kalangan masyarakat Islam, sehingga dapat membangun jiwa masyarakat dalam mempelajari  bagaimana proses pembentukan Khalifah dan perkembangan Islam sebagai kekuatan politik pada masa kepemimpinan Abu Bakar al- Siddiq dan Umar ibn Khattab.
Daftar Pustaka
Audah, Ali, Rekontruksi pemkiran dalam Islam, Jakarta: Tinta mas,1996.   
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, Jakarta: PT Ichtiar van Hoeve, 1997
Haekal, Muhammad, Husain, Abu Bakr As-Siddiq, terj. Ali Audah, Abu Bakar as-Siddiq Sebuah Biogra.  Cet. II; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2001
K. Hitti, Philip, History of The Arabs, terj. Cecep Lukman Hakim dan Dedi Selamet Riyadi. Cet. I ; Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2013.
Mahmud, Abbas, Aqqad, Abqariyah Umar, terj. Abdulkadir Mahdamy, Menyusuri Jejak Manusia Pilihan,Umar bin Khattab, Cet I; Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003.
Mufradi, Ali, Islam dan Kawasan kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Nasution, Harun , Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jakarta: UI-Press, 2010.
Sou’yb, Joesoef, Sejarah Daulat Khulafaurrasyidin, Cet. 1: Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Sulaiman Muhammad al-Thamawy, Umar  bin Khattab, Cet.II;  Cairo t.p.,1996.
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, 1997.
Yusuf  Muhammad al-Kandahlawy, Mukhtashar Hayatush-Shahabat, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi dengan judul Sirah Shahabat, Cet. I; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998.





[1]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2015 ), h. 35
[2]Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,  Ensiklopedi Islam I  (Cet.  I;  Jakarta:  PT Ichtiar  Van Hoeve, 1997),  h. 38.
[3]K. Ali, A Study of Islamic History, terj. Gufran A. Mas’adi, sejarah Islam Mulai dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani: Tarikh Pra Modern (Cet. I; Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1997), h. 89.
[4]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 36
[5]Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, h. 39
[6]Muhammad Yusuf al-Kandahlawy, Mukhtashar Hayatush-Shahabat, terj. Kathur Suhardi, Sirah Shahabat  (Cet. I; J akarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), h. 153.
[7]Badri Yatin, Sejarah Peradaban Islam,  h.  37
[8]Joesoef  Sou’yb, Sejarah Daulat  Khulafaurrasyidin (Cet. 1: Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h.24.
[9]Muhammad Husain, Umar Bin Khattab ''Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan kedaulatannya masa itu" (Cet III; Bogor: Litera Pustaka, 2002), h. 12-13
[10]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 37
[11]Abbas Mahmud Aqqad, Abqariyah Umar, terj. Abdulkadir Mahdamy, Menyusuri Jejak Manusia Pilihan,Umar bin Khattab ( Cet I; Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), h. 101
[12] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid. I (Cet. V; Jakarta: UI Press, 1985),   h. 58
[13]Muhammad Sulaiman al-Thamawy, Umar  bin Khattab (Cet.II;  Cairo t.p.,1996), h.234

Tidak ada komentar:

Posting Komentar