ABU BAKAR AL-SIDDIQ DAN
UMAR IBN KHATTAB PEMBENTUKAN KHALIFAH DAN PERKEMBANGAN ISLAM SEBAGAI KEKUATAN
POLITIK
Makalah
Disampaikan pada Seminar Kelas Mata Kuliah Sejarah
dan Peradaban Islam
Semester Satu (1) Tahun Akademik 2016/ 2017
Kelompok
2 ( Dua)
OLEH:
AHMAD MATHAR
NIM: 80100216002
Dosen
Pemandu:
Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, M.A
Dr. Hasaruddin, M.Ag
PROGRAM PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2016
A. PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Agama Islam telah menjadi salah satu
agama terbesar di dunia. Perkembangannya yang begitu pesat dalam jangka waktu
yang relative singkat membuat para cendekia muslim maupun non muslim terpana
dan bertanya-tanya sehingga mereka meluangkan banyak waktu untuk meneliti
sejarah perjalanan agama yang unik ini. Agama ini disebarkan oleh Rasulullah
saw. dan para sahabat sebagai pelanjutnya. Ketika Rasulullah saw. masih hidup,
beliau adalah otoritas tunggal dimana segala permasalahan agama maupun dunia
dikembalikan kepadanya. Sehingga permasalahan-permasalahan tersebut tak pernah
diragukan.
Sepeninggal Nabi Muhammad saw.
beliau tidak meninggalkan wasiat tentang yang akan menggantikan posisi beliau
sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Tampaknya Nabi
Muhammad saw. menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin itu sendiri
untuk menentukannya. Karena beliau sendiri tidak pernah menunjuk di antara
sahabatnya yang akan menggantikannya sebagai pemimpin umat Islam, bahkan tidak
pula membentuk suatu dewan yang dapat menentukan siapa penggantinya.[1] . Namun setelah melalui perdebatan yang cukup alot,
akhirnya Abu Bakar terpilih sebagai pengganti kepemimpinan Nabi setelah mendapat bai’at dari kaum muslimin.
Meskipun Abu Bakar mendapat bai’at dari semua kalangan
umat Islam ketika itu, namun bukanlah berarti kekhalifahan yang ia pikul
berjalan tanpa hambatan. Banyak perbedaan pendapat di antara para sahabat
menyangkut berbagai persoalan. Hal ini disebabkan keragaman interpretasi
nash-nash al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw. bahkan mulai muncul gerak
pemberontakan serta paham-paham yang mengancam eksistensi agama Islam yang
mulai tersebar luas.
Sebelum Abu Bakar wafat,
memanggil beberapa sahabat untuk dimintai pendapat tentang rencana penunjukan
khalifah yang akan menggantikannya. Umar merupakan calon tunggal. Abu Bakar dan
sahabat setuju dengan pilihan itu. Pada tahun 13 H / 634 M akhirnya Umar di
baiat menjadikhalifah kedua dengan gelar Amirul Mukminin artinya panglima orang-orang
beriman. Umar sebagai khalifah membuat
kebijakan dalam pemerintahan . Beliau melakukan ekspansi besar-besaran sehingga
periodenya dikenal dengan nama futuhat al islamiyyah artinya perluasan wilayah
Islam. Dan pembagian propinsi Islam. Beliau juga membentuk
badan-badan pemerintahan dan membuat prinsip-prinsip peradilan.[2]
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas,maka
yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a.
Bagaimana pembentukan khilafah
pada masa khalifah Abu bakar?
b.
Bagaimana perkembangan islam
sebagai kekuatan politik pada pemerintahan khalifah Abu Bakar?
c.
Bagaimana pembentukan khilafah
pada masa khalifah Umar bin Khattab?
d.
Bagaimana perkembangan islam
sebagai kekuatan politik pada pemerintahan Umar bin Khattab?
B. PEMBAHASAN
1.
Pembentukan
Khalifah pada Masa Khalifah Abu Bakar
a.
Biografi
Abu Bakar al-Shiddiq.
Abu Bakar
dilahirkan pada tahun 573 M. (dua tahun setelah kelahiran Rasulullah).[3]
Nama lengkapnya adalah Abdullah Ibn Abi Quhafah al-Taimiy. Sebelum masuk Islam
ia bernama ‘Abd. Al-Ka’bah, kemudian setelah ia memeluk Islam nama tersebut
diganti oleh Rasulullah dengan Abdullah yang Akrab dipanggil dengan Abu Bakar.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa gelar tersebut melekat sebagai nama
penggilan karena beliau termasuk orang yang mula-mula memeluk Islam. Sedangkan gelar ash-shiddiq merupakan julukan yang diberikan kepadanya karena ia termasuk
orang pertama membenarkan peristiwa Isra Mi’raj Nabi pada saat sejumlah
masyarakat Arab tidak mempercayainya karena mengukur peristiwa tersebut dengan
logika murni.
Pada awalnya ia dinamakan Abdul Ka’bah
sebab pada kenyataannya ibunya setiap melahirkan anak lelaki pasti meninggal
dunia. Begitu Abu Bakar lahir dan
dikaruniai kehidupan, orang tuanya sangat gembira dan serta merta menjulukinya
dengan sebutan Abdul Ka’bah. Ketika anak itu tumbuh menjadi remaja, namanya
bertambah dengan kata Atik yang menandakan seolah-olah ia lepas dari kematian.
Tetapi menurut ahli sejarah, “Atik”, bukanlah nama baginya, melainkan sekedar
julukan karena kulitnya yang putih bersih. Di dalam riwayat lainnya, dikisahkan
bahwa Aisyah, putrinya, ditanya mengapa ayahnya diberi nama Atik. Aisyah lalu
menceritakan bahwa pada suatu saat Rasulullah pernah melihat kepada Abu Bakar
sambil berkata: “inilah Atik Allah dari api neraka.”
Masa muda Abu Bakar
tidak ternodai oleh keburukan dan perilaku negatif kaum jahiliyah, kerena
beliau memegang teguh sifat-sifat luhur bangsa Arab. Abu Bakar dikenal sebagai
pribadi yang berakhlak mulia, sosok yang menyenangkan, mudah membantu sesama,
jujur dalam setiap perkataannya, baik pergaulannya, bahkan mengharamkan atas
dirinya khamar sejak masa jahiliyyah.
Dia termasuk
golongan orang yang memeluk Islam tanpa banyak pertimbangan. Sebelum memeluk
Islam, ia merupakan seorang saudagar kaya yang mempunyai pengaruh yang cukup
besar dikalangan bangsa Arab. Namun setelah ia memeluk Islam, perhatiannya
sepenuhnya dicurahkan kepada Islam sehingga aktivitas perdagangan yang
dilakukannya hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari.
b.
Proses Pengangkatan Abu Bakar al-Shiddiq Sebagai Khalifah (11-13 H/ 632- 634 M)
Proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai khalifah
berlangsung dramatis. Setelah Rasulullah wafat, kaum muslim di Madinah,
berusaha utuk mencari penggantinya. Ketika kaum muhajirin dan ansar berkumpul
di Saqifah bani Sa’idah terjadi perdebatan tentang calon khalifah.
Masing-masing mengajukan argumentasinya tentang siapa yang berhak sebagai
khalifah. Kaum anshar mencalonkan Said bin Ubaidillah, seorang pemuka dari suku
al-Khajraj sebagai pengganti nabi. Dalam kondisi tersebut Abu Bakar,
Umar, dan Abu Ubaidah bergegas menyampaikan pendirian kaum muhajirin, yaitu
agar menetapkan pemimpin dari kalangan Quraisy. Akan tetapi hal tersebut
mendapat perlawanan keras dari al-Hubab bin munzir (kaum Anshar). Di tengah
perdebatan tersebut Abu Bakar mengajukan dua calon khalifah yaitu Abu Ubaidah
bin Zahrah dan Umar bin Khattab, namun kedua tokoh ini menolak usulan tersebut.
Akan tetapi Umar bin Khattab tidak membiarkan proses tersebut semakin rumit, maka
dengan suara yang lantang beliau membaiat Abu Bakar sebagai khalifah yang
diikuti oleh Abu Ubaidah. Kemudian proses pembaiatanpun terus berlanjut seperti
yang dilakukan oleh Basyir bin Saad beserta pengikutnya yang hadir dalam pertemuan
tersebut.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasulullah, Abu Bakar
disebut Khalifah Rasulillah
(pengganti Rasul) yang dalam
perkembangan selanjutnya disebut Khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin yang
diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas- tugas
sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintah.[4]
Setelah Abu Bakar Terpilih menjadi
Khalifah, Abu Bakar kemudian menyampaikan pidato yang isinya:
Saya telah terpilih menjadi pemimpin kamu
sekalian meskipun saya bukan orang yang terbaik di antara kalian. Karena itu, bantulah saya
seandainya saya berada di jalan yang benar dan bimbinglah saya seandainya saya
berbuat salah. Kebenaran adalah kepercayaan dan kebohongan adalah
pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian menjadi kuat dalam pandangan
saya hingga saya menjamin hak-haknya seandainya Allah menghendaki dan orang
yang kuat di antara kalian adalah lemah dalam pandangan saya hingga saya dapat
merebut hak daripadanya. Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
dan bila saya mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya.[5]
Pidato yang
diucapkan setelah pengangkatannya menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen
Abu Bakar terhadap nilai-nilai Islam dan
persatuan umat Islam. strategi tersebut mengawali langkah
keberhasilan
tertinggi selanjutnya bagi umat Islam sepeninggal Rasulullah
saw.
Proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai khalifah ternyata tidak sepenuhnya mulus
karena ada beberapa orang yang belum memberikan ikrar, telah terjadi pertemuan
sebagian kaum muhajirin dan Anshar dengan Ali bin Abi Thalib di rumah Fatimah, mereka bermaksud membai’at Ali
dengan anggapan bahwa Ali bin Abi Thalib, lebih patut menjadi khalifah karena
Ali berasal dari bani Hasyim yang berarti ahlul bait.
Proses pengangkatan Abu Bakar ra,
sebagai khalifah pertama, menunjukkan betapa seriusnya masalah suksesi
kepemimpinan dalam masyarakat Islam pada saat itu, dikarenakan suku-suku Arab
kepemimpinan mereka didasarkan pada sistem senioritas dan prestasi, tidak
diwariskan secara turun temurun.
2.
Perkembangan
Islam sebagai kekuatan politik pada masa Abu Bakar.
Masa kekhalifahan Abu
Bakar merupakan masa kritis perjalanan syiar Islam karena dihadapkan sejumlah
masalah seperti kemurtadan dan ketidaksetiaan. Beberapa anggota suku muslim
menolak untuk membayar zakat kepada khalifah untuk Baitul Mal
(perbendaharaan publik). Kemudian masalah berikutnya adalah munculnya beberapa
kafir yang menyatakan dirinya sebagai Nabi, serta sejumlah
pemberontakan-pemberontakan kecil yang merupakan bibit-bibit perpecahan.[6]
Pertama beliau tetap melanjutkan rencana Rasulullah saw untuk mengirim
pasukan ke daerah Syiria di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Pada mulanya keinginan Abu Bakar ditentang oleh para sahabat
dengan alasan suasana dalam negeri sangat memprihatinkan akibat berbagai kerusuhan
yang timbul. Akan tetapi setelah ia meyakinkan mereka bahwa itu adalah rencana
Rasulullah saw, akhirnya pengiriman pasukan itu pun disetujui.
Langkah politik yang ditempuh Abu Bakar itu ternyata sangat
strategis dan membawa dampak yang positif. Pengiriman pasukan pada saat negara
dalam keadaan kacau menimbulkan interpretasi di pihak lawan bahwa kekuasaan
Islam cukup tangguh sehingga para pemberontak menjadi gentar.
Di samping itu, bahwa langkah yang ditempuh Abu Bakar
tersebut juga merupakan taktik untuk mengalihkan perhatian umat Islam dalam
perselisihan yang bersifat internal. Pasukan Usamah berhasil menunaikan
tugasnya dengan gemilang dan kembali dengan membawa harta rampasan perang yang
berlimpah.
Langkah
selanjutnya yang beliau tempuh adalah segera memadamkan pemberontakan yang digerakkan oleh nabi-nabi palsu seperti Aswad ‘Ansi dari
Yaman, Tsulaiha dari suku bani Asad di Arab Utara, Sajah binti al Harits di
Suwaid,dan Musailamah al-Kadzdzab, anggota suku Arab Tengah.
Abu Bakar mengirim Khalid bin Walid untuk menumpas
pemberontakan-pemberontakan tersebut dan berhasil memadamkannya. Demikian juga
terhadap gerakan kemurtadan dan suku-suku yang enggan membayar zakat dapat
diselesaikan dengan baik oleh Abu Bakar melalui perantara panglima perangnya,
Khalid bin Walid.
Beliau juga menggiatkan lembaga
pendidikan Islam di masjid.
Masjid dijadikan
sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat
berjama’ah, membaca al-Qur’an dan lain sebagainya.[7]
Abu Bakar juga membentuk badan-badan terhadap tugas-tugas pemerintahan di
Madinah maupun daerah.
Misalnya untuk pemerintahan pusat ia menunjuk Ali bin Abi Thalib, utsman bin
Affan dan Zaib bin Tsabit sebagai sekretaris serta Abu Ubaidah sebagai
bendaharawan yag menangani baitul mal serta Umar bin Khattab sebagai hakim
agung.
Setelah permasalahan besar dalam negeri dapat diatasi
dengan baik, Abu Bakar memfokuskan pada kebijakan luar negeri yakni menyelamatkan suku-suku Arab dari penganiayaan pemerintahan Persia.
Untuk misi ini, Abu Bakar kembali mengirimkan Khalid bin Walid dengan
pasukannya ke Iraq dan akhirnya bertempur dengan tentara Persia di Hafir, pada
tahun 12 H (633 M).[8] Setelah menang
mereka dikirim ke Syiria membantu perjuangan Usamah bin Zaid.
Meskipun Abu Bakar menjabat Khalifah relatif singkat yakni dua tahun tiga bulan,
beliau berhasil membina dan mempertahankan eksistensi persatuan dan kesatuan umat Islam yang berdomisili di berbagai suku
dan bangsa. Wibawa umat Islam pun semakin terangkat dengan ditaklukannya dua
imperium terbesar dunia saat itu, yaitu Persia dan Romawi (Romawi tuntas pada
pemerintahan Umar bin Khattab.). Karena penaklukan
atau peletakan kedaulatan umat Islam di kedua imperium itu menjadi aset yang
sangat berpengaruh bagi pembangunan peradaban dunia Islami. Hal itu terbukti
dengan peradaban Islam yang pernah jaya berabad-abad lamanya di Jazirah Arab dan benua Eropa.
Prestasi lainnya adalah upaya pengumpulan Qur’an yang
terinspirasi dialog Umar bin Khattab dengan Abu Bakar bahwa begitu
banyak para huffaz Qur’an yang syahid di medan pertempuran sehingga
dikhawatirkan oleh Umar dapat merusak kelestarian Qur’an itu sendiri di masa
yang akan datang.
Dari sekian prestasi yang terukir pada masa kekhalifahan
Abu Bakar, maka jasa terbesar Abu Bakar yang dapat dinikmati oleh peradaban
manusia sekarang adalah usaha pengumpulan al-Qur’an yang kelak melahirkan mushaf Usmani dan selanjutnya menjadi acuan
dasar dalam penyalinan ayat-ayat suci al-Qur’an hingga menjadi kitab al-Qur’an
yang menjadi pedoman utama kehidupan umat Islam bahkan bagi seluruh umat yang
ada di permukaan bumi ini.
3. Pembentukan Khalifah pada Masa Khalifah Umar bin Khattab
a.
Biografi Umar ibn Khattab
Umar ibn Khattab
lahir dari keturunan yang mulia, Ia berasal dari suku Quraisy, nasabnya bertemu
dengan Rasulullah pada pada kakeknya Ka’ab. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al- Shimh
Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim bin Al-Mughirah Al-Makhzumiyah.
Kelahiran Umar merupakan suatu kejadian besar di kalangan suku Quraisy
dikarenakan ayah Umar bin Khattab, Al-Khattab merupakan salah satu anggota
termuka di tengah suku Quraisy yang mengawini Hantamah yang kemudian melahirkan
Umar. Ibu Umar merupakan keturunan suku Quraisy pula, dengan demikian jelas
bahwa Umar bin Khattab memiliki garis keturunan yang terhormat di kalangan
Quraisy. Oleh karena itu, wajar jika kemudian kelak beliau menjadi orang yang
berpengaruh di samping karena kepribadiannya sendiri.[9]
Dari beberapa sumber yang ditulis oleh sejarawan muslim
seperti Ibn Asir, Ibn Sa'ad, dan Ibn Hajar garis keturunan Umar bin Khattab
berkaitan dengan garis keturunan Nabi pada generasi ke delapan.
Sejak
kecil, ia sudah memikul tanggung jawab. Ia tumbuh
dan berkembang dalam kehidupan keras, bukan kehidupan hura-hura dan bergelimang harta. Ayahnya al-Khattab membawanya kedalam dunia yang keras
yakni dunia gembala. Menggembalakan unta
sudah merupakan kebiasaan di kalangan anak-anak Quraisy betapapun tingkat kedudukan mereka. Umar bin khattab sering mendapatkan perlakuan kasar dari
Ayahnya tanpa belas kasihan.
Umar
bin Khattab memang seorang yang memiliki tempramen yang keras, meski demikian ia memiliki kecerdasan dan keberanian yang
cukup disegani oleh suku Quraisy. oleh karena
itu Wajar jika umar bin khattab mewarisi sikap ayahnya yang tempramen dan juga
karena perlakuan kasar yang diterima semasa kecil memberikan pengaruh yang
cukup besar dalam perkembangan kejiwaannya.
Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia
menjadi juara gulat di Mekkah. Umar tumbuh menjadi pemuda yang disegani dan
ditakuti pada masa itu. Wataknya yang keras membuatnya mendapat julukan “Singa
Padang Pasir”. Ia juga amat keras dalam membela agama tradisional bangsa Arab
yang menyembah berhala serta menjaga adat-istiadat mereka. Umar Bin Khattab
adalah satu dari khulafaurasyidin yang memimpin kekhalifahan Islam pasca
wafatnya Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Umar menjadi khalifah kedua menggantikan Abu Bakar Shidiq.
b.
Proses Pengangkatan Umar ibn Khattab Sebagai Khalifah (13- 23 H/ 634- 644 M)
Ketika Abu Bakar Sakit dan
Merasa Ajalnya Sudah Dekat,Dia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat,
Kemudian mengangkat Umar Sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah
kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan dikalangan umat Islam, kebijakan
Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-
ramai membaiat Umar. Umar Menyebut dirinya Khalifah
Khalifah Rasulillah (pengganti dari pengganti Rasulullah). Dia juga
memperkenalkan istilah Amir al- Mu’minin (komandan
orang yang beriman).[10]
Melihat kondisi umat Islam
waktu itu, penunjukan Abu Bakar terhadap Umar sebagai penggantinya merupakan
pilihan yang sangat tepat. Umar adalah seorang yang berkharisma tinggi, dan
mempunyai sifat yang adil amat disegani terutama terhadap orang yang
mengenalnya. Salah satu bukti atas besarnya kharisma dan keadilan Umar
dihadapan pengikutnya adalah kebijaksanaannya ketika memecat Khalid bin Walid
yang digelari Rasulullah saw dengan gelar pedang Allah yang amat dikagumi kawan
maupun lawan. Pemecatan itu sendiri dilakukan sewaktu umat Islam sangat
membutuhkan seorang panglima perang sehebat Khalid bin Walid. Tunduknya Khalid
kepada kebijakan Umar itu menunjukkan betapa hebatnya kharisma Umar bin Khattab
di mata kaum muslimin.
Meskipun pengangkatan
Umar bin Khattab sebagai khalifah merupakan fenomena yang baru yang
menyerupai penobatan putra mahkota, tetapi harus dicatat bahwa proses
peralihan kepemimpinan tersebut tetap dalam bentuk musyawarah yang tidak
memakai sistem otoriter. Sebab Abu Bakar tetap meminta pendapat dan persetujuan
dari kalangan sahabat Muhajirin dan Anshar.
4.
Perkembangan
Islam sebagai kekuatan politik pada masa Umar bin Khattab.
Setelah Abu Bakar
menyelesaikan tugas kekhalifaannya dan menyusul kepergian Rasulullah saw. Umar
meneruskan langkah-langkahnya untuk membangun kedaulatan Islam sampai berdiri
tegak. Kemmpuannya dalam melaksanakan pembangunan ditandai dengan keberhasilannya
diberbagai bidang.
Pemerintahan dibawah
kepemimpinan Umar dilandasi prinsip-prinsip musyawarah. Untuk melaksanakan
prinsip musyawarah itu dalam pemerintahannya, Umar senantiasa mengumpulkan para
sahabat yang terpandang dan utama dalam memutuskan sesuatu bagi kepentingan
masyarakat. Karena pemikiran dan pendapat mereka sangat menentukan bagi
perkembangan kehidupan kenegaraan dan pemerintahan. Umar menempatkan mereka
dalam kedudukan yang lebih tinggi dari semua pejabat negara lainnya. Hal ini
tidak lain karena dilandasi rasa tanggung jawab kepada Allah swt.[11]
Di zaman Umar gelombang
ekspansi secara besar-besaran pertama terjadi, ibukota Syiria, Damaskus
ditaklukkan, dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di
pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syiriah jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Dengan memakai Syiria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah
pimpinan Amr bin Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad bin Abi Waqash.
Iskandaria ditaklukkan pada tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh di
bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah ibukota dekat Hirah di Irak,
ditaklukkan pada tahun 637 M, dari sana serangan dilanjutkan ke ibukota Persia,
al-Madain ditaklukkan pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Musol dapat
dikuasai. Pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab ra, wilayah kekuasaan Islam
sudah meliputi jazirah Arabiah, Palestina, Syiriah, sebagian besar wilayah
Persia dan Mesir.[12]
Umar mengajak dunia memeluk
Islam dengan ajakan yang baik dan penuh hikmah. Setelah pasukan muslim
menaklukkan Persia, Umar berwasiat kepada Sa’ad ibn Abi Waqash, ”kuperintahkan
engkau untuk mengajak mereka memeluk Islam; ajakla mereka dengan cara yang
baik, sebelum memulai pertempuran. Umar juga berwasiat kepada para pemimpin
pasukan agar tidak memaksa penduduk setempat untuk mengganti agama mereka
dengan Islam. Umar justru berwasiat agar umat Islam dapat memuliakan mereka dan
tidak mengganggu praktik-praktik ibadah mereka.
Seiring dengan berkembang dan
meluasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab
mengharuskan ia mengatur adminstrasi pemerintahannya dengan cermat. Dalam
sejarah umat Islam, Umar bin Khattab dipandang sebagai Khalifah yang cukup
berhasil mengembangkan dan mewujudkan tata pemerintahan dan sistem adminstrasi
kenegaraan yang baik. Baik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, politik,
hukum maupun ekonomi.
Adapun sistem yang beliau
terapkan dalam keihidupan sosial kemasyarakatan ialah menerap kan perlunya
menghargai hak-hak individu dalam kehidupan masyarakat. Hal itu tampak pada
masyarakat yang ditaklukkannya. Beliau memberikan kelonggaran dalam menjalankan
ibadah menurut ajaran agamanya masing-masing.
Dalam bidang pemerintahan, kemasyarakatan dan
kenegaraan, Umar menyelesaikan tiap permasalahan yang dihadapi tidak cukup
dengan pengamatan fisik semata-mata. Semua diselesaikan dengan peelitian yang
cermat, teliti dan seksama. Kebijakan ini diberlakukan ke seluruh wilayah yang
menjadi tanggung jawab kekhalifaannya.
Wilayah kekuasaan yang sangat
luas mendorong Umar untuk segera
mengatur administrasi negara. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan
wilayah propinsi, yaitu: Mekah, Madinah, Syiriah, Jazirah, Basrah, Kufah,
Palestina dan Mesir, dan yang menjadi pusat pemerintahannya adalah Madinah.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Umar bin Khatab telah menciptakan sistem
desentralisasi dalam pemerintahan Islam.[13]
Sejak pemerintahan Umar, telah
dilengkapi adminstrasi pemerintahan dengan beberapa jawatan yang diperlukan
sesuai dengan perkembangan negara pada waktu itu. Jawatan-jawatan penting itu
antara lain adalah; Dewan al-Kharaj (jawatan pajak) yang mengelolah
adminstrasi pajak tanah di daerah-daerah yang telah ditaklukkan. Dewan al-Hadts
(jawatan kepolisian) yang berfungsi untuk memelihara ketertiban dan menindak
pelanggar-pelanggar hukum yang nantinya akan diadili oleh qadhi. Beliau juga
telah merintis jawatan pekerjaan umum (Nazarat al-Nafiah), Jawatan ini
bertangung jawab atas pembangunan dan pemeliharaan gedung-gedung pemerintah,
saluran-saluran irigasi, jalan-jalan, rumah-rumah sakit dan sebagainya.
Pada masa pemerintahan Khalifah
Umar juga telah didirikan pengadilan, untuk memisahkan antara
kekuasaan eksekutif dan yudikatif yang pada pemerintahan Abu Bakar,
khalifah dan para pejabat adminstratif merangkap jabatan sebagai qadhi atau
hakim. Awalnya konsep rangkap jabatan trersebut juga diadopsi pemerintahan
Umar. Tetapi, seiring dengan perkembangan keukasaan kaum muslimin,
dibutuhkan mekanisme administraif yang mendukung terselenggaranya sistem
pemerintahan yang baik
Selain itu Umar
juga tidak lupa melibatkan masyarakat dalam menentukan kebijakannya. Dengan demikian Umar telah memberikan pendidikan
demokratis kepada rakyatnya untuk dapat berpartisipasi dalam membangun Negara.
Dimana sebelum
beliau menetapkan suatu kebijakan,
Beliau telah
menetapkan peraturan bagi dirinya sehingga menjadi contoh Teladan bagi segenap
rakyatnya.
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
a.
Proses pengangkatan Abu Bakar ra,
sebagai khalifah berlangsung dramatis. Di tengah perdebatan antara kaum Anshor
dan Muhajirin Abu Bakar mengajukan dua calon khalifah yaitu Abu Ubaidah bin
Zahrah dan Umar bin Khattab, namun kedua tokoh ini menolak usulan itu, lalu
Umar dengan suara yang lantang membaiat Abu Bakar sebagai khalifah yang diikuti
oleh Abu Ubaidah. Kemudian proses pembaiatanpun terus berlanjut seperti yang
dilakukan oleh Basyir bin Saad beserta pengikutnya yang hadir dalam pertemuan tersebut.
b.
Konsep
khilafah Abu Bakar merupakan prestasi tersendiri baginya, sebab beliau
meletakkan pondasi kenegaraan yang teratur serta pondasi persatuan umat. Salah
satu prestasi yang tertinggi dari masa kepemimpinannya adalah
pengumpulan al-Qur’an di dalam satu mushaf, sehingga pengaruh Islam lebih cepat
dan mudah menyebar di penjuru dunia.
c.
pengangkatan Umar bin
Khattab sebagai khalifah merupakan fenomena yang baru yang menyerupai
penobatan putra mahkota, tetapi harus dicatat bahwa proses peralihan kepemimpinan
tersebut tetap dalam bentuk musyawarah yang tidak memakai sistem otoriter.
Sebab Abu Bakar tetap meminta pendapat dan persetujuan dari kalangan
sahabat Muhajirin dan Anshar.
d.
Perkembangan
Islam sebagai kekuatan politik pada masa Umar di buktikan dengan Eksapansi
wilayah. Adapun sistem pemerintahan Umar adalah mendirikan Dewan-dewan (Jabatan
), membangun Bitul Mal, Mencetak uang, membentuk kesatuan tentara untuk
melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji dan mengangkat hakim-hakim dan
menyelenggarakan hisba, pengawasan pasar, mengontrol timbangan dan takaran, dan
menjaga tata tertib kesosialan dan sebagainya.
2.
Implikasi
Khalifah Abu Bakar ash Shidiq
merupakan seorang khalifah penerus perjuangan Nabi yang berusaha menciptakan
sebuah masyarakat yang hidup dalam negri yang subur dan makmur, adil dan aman.
Dengan dua sifat yang menonjol, Pertama dengan kelembutannya beliau
menginsyafkan orang yang berbuat munkar, dan ke dua dengan ketegasannya beliau mengatasi orang yang memberontak.
Khalifah Umar bin Khatab dikenal sebagai
pemimpin yang sangat disayangi rakyatnya karena perhatian dan tanggungjawabnya
yang luar biasa pada rakyatnya. Salah satu kebiasaannya adalah melakukan
pengawasan langsung dan sendirian berkeliling kota mengawasi kehidupan rakyatnya.
Dalam banyak hal Umar bin Khatthab dikenal sebagai tokoh yang sangat bijaksana
dan kreatif, bahkan genius. Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar, membuat
kedudukannya semakin dihormati dikalangan masyarakat Arab.
Dari pemaparan
makalah ini semoga dapat menjadi
pembelajaran untuk para kalangan masyarakat Islam, sehingga dapat
membangun jiwa masyarakat dalam mempelajari
bagaimana proses pembentukan Khalifah dan perkembangan Islam sebagai
kekuatan politik pada masa kepemimpinan Abu Bakar al- Siddiq dan Umar ibn
Khattab.
Daftar Pustaka
Audah, Ali, Rekontruksi
pemkiran dalam Islam, Jakarta: Tinta mas,1996.
Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, Jakarta: PT Ichtiar van
Hoeve, 1997
Haekal, Muhammad, Husain, Abu
Bakr
As-Siddiq, terj. Ali Audah, Abu Bakar as-Siddiq Sebuah Biogra. Cet. II; Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2001
K. Hitti, Philip, History of The Arabs, terj. Cecep Lukman Hakim dan Dedi Selamet
Riyadi. Cet. I ; Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2013.
Mahmud,
Abbas, Aqqad, Abqariyah Umar, terj.
Abdulkadir Mahdamy, Menyusuri Jejak Manusia Pilihan,Umar bin Khattab, Cet
I; Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003.
Mufradi, Ali, Islam dan Kawasan
kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Nasution,
Harun , Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jakarta: UI-Press, 2010.
Sou’yb,
Joesoef, Sejarah Daulat Khulafaurrasyidin, Cet. 1:
Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Sulaiman
Muhammad al-Thamawy, Umar bin
Khattab, Cet.II; Cairo t.p.,1996.
Yatim Badri,
Sejarah
Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, 1997.
Yusuf Muhammad al-Kandahlawy, Mukhtashar
Hayatush-Shahabat, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi dengan judul Sirah
Shahabat,
Cet. I; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998.
[1]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2015 ), h. 35
[2]Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,
Ensiklopedi Islam I (Cet. I; Jakarta:
PT Ichtiar Van Hoeve, 1997), h. 38.
[3]K. Ali, A Study of Islamic History, terj.
Gufran A.
Mas’adi, sejarah Islam Mulai dari Awal Hingga
Runtuhnya Dinasti Usmani: Tarikh Pra Modern (Cet. I; Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1997), h. 89.
[4]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 36
[6]Muhammad
Yusuf al-Kandahlawy, Mukhtashar Hayatush-Shahabat, terj. Kathur
Suhardi, Sirah
Shahabat (Cet. I;
J akarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), h. 153.
[9]Muhammad Husain,
Umar Bin Khattab ''Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan
kedaulatannya masa itu" (Cet
III; Bogor: Litera Pustaka, 2002), h. 12-13
[10]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 37
[11]Abbas Mahmud Aqqad, Abqariyah
Umar, terj. Abdulkadir Mahdamy, Menyusuri Jejak Manusia Pilihan,Umar bin Khattab ( Cet I; Solo: Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), h. 101
[12] Harun Nasution, Islam
Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid. I (Cet. V; Jakarta: UI Press,
1985), h. 58
Tidak ada komentar:
Posting Komentar