Rabu, 19 Oktober 2016

Kekuasaan Islam pada Masa Rasulullah hingga Dinasti Umayah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebelum Islam datang wilayah sekitar Semenanjung Arabia terdapat oleh dua kekuatan besar (adikuasa) di dunia, yaitu Rumawi di Eropa dan Persia di Asia. Terjadi persaingan kekuasaan antara Rumawi dan Persia, sehingga banyak terjadi peperangan.
Demikianlah peperangan terus berlanjut antara dua adikuasa dunia sampai ketika Islam lahir menjadi kekuatan baru di Semanjung Arabia, dan dapat mengalahkan kekuasaaan Rumawi dan Persia.
Perjalanan Islam menjadi kekuatan adikuasa yang mengalahkan Rumawi dan Persia, dimulai dengan beberapa periode-periode yang saling mendukung dan menguatkan antara satu periode dengan periode lain. Hingga mendaki puncak kejayaan peradaban Islam pada masa dinasti Abbasiyah. Periode-periode tersebut, ialah:
1.      Zaman ideal, yang meletakkan dasar-dasar pertama kebudayaan Islam, berjalan selama 40 tahun terdiri dari :
a.       Masa Nabi Muhammad saw. Semenjak hijrah ke Madinah sampai wafatnya, selama 10 tahun.
b.      Masa Khulafau al-Rasyidin dari Abu Bakr, Umar, Usman, dan Ali, selama 30 tahun.
2.      Zaman perkembangan, yaitu masa berkembangnya kebudayaan Islam, meliputi tiga benua, Asia, Afrika dan Eropa. Ini terjadi pada masa Umawiyah (Dinasti Umayah) yang berpusat di Damaskus selama 90 tahun.
3.      Zaman keemasan Islam, yaitu zaman kebudayaan Islam mencapai puncaknya, baik lapangan ekonomi, kekuasaan, ilmu pengetahuan maupun kesenian.[1]
Zaman ideal dan zaman perkembangan mengambil peran penting mengantarkan Islam berada di puncak peradabaan. Di kedua zaman itu pun Islam sudah dapat dikatakan sebagai kekuatan adikuasa mengingat besarnya pengaruh peradaban.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana keadikuasaan Islam di masa Rasulullah hingga Dinasti Umayah?
2.      Faktor-faktor apa yang menyokong keadikuasaan Islam di masa Rasulullah hingga Dinasti Umayah?












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Keadikuasaan Islam di masa Rasulullah hingga Dinasti Umayah
1.      Islam Adikuasa Pada Masa Rasulullah
Di tengah gelapnya peradaban masa jahiliyah, kondisi internal wilayah Arab pada dasarnya berpecah belah (suku-suku), tidak mengenal kepemimpinan sentral atau persatuan. Mereka menyembah berhala dan hidup hanya mengikuti hawa nafsu. Hal itu menjadikan mereka berpecah belah, saling berperang satu dengan yang lainnya sehingga berlakulah hukum rimba (yang kuat adalah yang menang).
Diutusnya Nabi Muhammad saw. sebagai rasul pada tahun 610 M, kemudian beliau berdakwah secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan mendapatkan hadangan dari kaum kafir Quraisy di Mekkah, yang pada saat itu belum bisa ditaklukkan oleh Islam.
Kemudian Nabi hijrah ke Madinah ada 622 M, dimana perkembangan dakwah nabi menjadi pesat. Baru setelah Nabi Muhammad memegang kekuasaan sebagai kepala negara, Islam lebih mudah tersebar ke seluruh Semenanjung Arab, termasuk Mekkah. Dengan masuk Islam di seluruh Semenanjung Arab, kehidupan jahiliyah berganti menjadi berperadaban yang berpengtahuan sehingga menjadikan Islam adikuasa di masa Nabi.
2.      Islam Adikuasa Pada Masa Abu Bakr
Keadikuasaan Islam di masa Rasulullah sempat terancam ketika wafatnya nabi Muhammad saw. Ketika wafatnya Nabi banyak terjadi permasalahan internal dalam umat Islam, namun Abu bakr ra. (yang terpilih sebagai khalifah nabi) fokus menyelesaikan permasalahan-permasalahan internal tersebut.
Setelah masalah internal teratasi, lalu pemerintahan Abu Bakr menaklukkan wilayah Syam (meskipun ini berlanjut di masa Umar bin Khattab) dan Iraq, seperti Mahdhor, Ullais, Nahrud Dain, Anbar dan Ain Tamar.
Di masa Abu Bakr, selain keamanan dan ketentraman internal terlaksana, ilmu pengetahuan umat Islam semakin berkembang semenjak dibukukannya al-Qur’ān.
3.      Islam Adikuasa Pada Masa Umar
Keadikuasaan Islam di masa pemerintahan Umar bin Khattab ra. mencakup benua Afrika hingga Alexandria, utara hingga Yaman dan Hadramaut, timur hingga Kerman dan Khurasan, selatan hingga Tabristan dan Haran.
Tidak ada juga permasalahan internal di masa umar, rakyat tentram dan aman. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan Umar menetapkan penanggalan hijriah, yang kedepannya ini berfungsi untuk penulisan sejarah umat Islam. Umar pun meletakkan asas ekonomi pertama yaitu berupa penetapan mata uang resmi berupa dinar dan dirham.
4.      Islam Adikuasa Pada Masa Usman
Keadikuasaan Islam di masa Usman ra., pemerintahannya banyak melakukan perluasan daerah islam hingga perbatasan Ajjazair (Barqoh, Tripoli Barat), bagian selatan negeri Nubah, Armenia dan beberapa bagian Thabaristan, negeri Balkh (Pakistan) , Kabul, Gaznah di Turkistan.
Perluasan wilayah sejalan didukung dengan perkembangan teknologi, yang mana di masa Usman dibentuk armada laut untuk memudah kerja militer. tidak hanya itu, namun usman juga membangun sarana dan fasilitas di banyak hal sehingga memudahkan aktifitas rakyat.
Dan yang tak kalah pentingnya Utsman pembukuan Al-Quran dengan satu penyeragamaan, yang dimana mushaf disebarkan ke seluruh umat islam demi kesatuan, maka tersebarlah ilmu pengetahuan ke seluruh wilayah Islam.
5.      Islam Adikuasa Pada Masa Ali
Sejak awal pengangkatan Ali ra. telah banyak terjadi gejolak permasalahan di umat Islam. Namun Ali yang menjabat sebagai khalifah berusaha fokus menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut dengan sebisanya mungkin untuk kesatuan umat Islam.
Di tengah banyak permasalah tersebut Ali masih bisa memajukan peradaban Islam di bidang pengetahuan yaitu ilmu nahwu sebagai pondasi pembelajaran bahasa arab. Tak hanya itu Ali masih bisa memperluas daerah kekuasan Islam, meskipun hanya sedikit.
6.      Islam Adikuasa Pada Dinasti Umayah
Tampuk kepemimpinan umat Islam yang jatuh di tangan Muawiyah melalui proses yang panjang dengan banyak permasalahan. Namun Dinasti Umayah yang dimulai oleh Muawiyah berhasil memajukan peradaban Islam dan kekuasaan Islam. Islam menjadi negara melebihi Persia dan Rumawi, dengan luasnya kekuasaan dan perkembangan ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum lainnya.
Adapun Khalifah-khalifah Bani Umayah adalah sebagai berikut:
a.       Muawiyah I bin Abu Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
b.      Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
c.       Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
d.      Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
e.       Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
f.        Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
g.      Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
h.      Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M
i.        Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
j.        Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
k.      Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
l.        Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M
m.    Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M
n.      Marwan II bin Muhammad, 127-133 H / 744-750 M
Adapun khalifah-khalifah besar Bani Umayah adalah Muawiyah I bin Abu Sufyan, Abdul-Malik bin Marwan, Al-Walid I bin Abdul-Malik, Umar II bin Abdul-Aziz, Hisyam bin Abdul-Malik. Puncak kejayaan Dinasti Bani Umayah ini pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Walaupun masa pemerintahnnya relatif singkat, yaitu sekitar tiga tahunan, namun banyak perubahan yang ia lakukan, sehingga pada jamannya tidak ada lagi kemiskinan.[2]
B.     Faktor-faktor penyokong keadikuasaan Islam di masa Rasulullah hingga Dinasti Umayah
1.      Faktor-Faktor Penyokong Kesuksesan Dakwah Rasulullah
Nabi Muhammad saw. sukses mengubah masa jahiliyah menjadi masa peradaban yang tinggi dan Islam tersebar di semenanjung Arabia -bahkan efeknya terasa sampai saat ini- dengan banyak faktor. Di antaranya sebagai berikut :
a.       Kepribadian yang baik dan terpercaya sehingga mempermudah dakwah nabi
Nabi Muhammad sebelum diutus menjadi Rasul dikenal sebagai kepribadian yang sopan, baik, dan terpercaya. Beliau berakhlak mulia dan sopan. Bahkan kaum Quraisy pada masa itu menggelarinya al-Āmin, yang berarti terpercaya, karena kejujurannya dan tidak pernah berbohong.
Akan tetapi ketika Nabi Muhammad menjadi Rasul menyampaikan dakwah kepada kaum Quraisy, mereka mendustai dan menentang Nabi. Meskipun begitu masih ada orang-orang yang mempercayai dakwah Nabi saw. seperti Khadijah, Abu bakr, ‘Ali dan lainnya dan ada pula orang percaya pada nabi meski tidak memeluk Islam seperti Abu Thalib. Hal ini karena sungguh mengetahui kepribadian yang baik dan terpercaya.
Singkatnya kepribadian nabi salah satu faktor yang memudahkan dakwah nabi semasa hidupnya, seperti mendamaikan Aus dan Khazraj, memperkerjakan orang-orang Khaibar (Yahudi) dan sebagainya. Hal-hal seperti tidak akan bisa terlaksana dengan baik tanpa kepribadian Rasulullah yang baik dan terpercaya di mata banyak orang.
b.      Pemantapan aqidah, sehingga umat Islam dalam keadaan apapun tetap memegang teguh agama
Di masa awal-awal Islam (di Mekkah), Nabi mengajarkan Islam berfokus pada tauhid dan belum ada hukum-hukum taklf, ini sesuai dengan banyaknya ayat-ayat al-Qur’ān yang turun berbicara tentang tauhid. Tujuanmya adalah menguatkan aqidah umat Islam sehingga dalam kondisi apapun tidak meninggalkan Islam.
Hal ini sangat bermanfaat, bagi umat Islam sehingga saat mereka disiksa dan diboikot oleh kaum Quraisy, mereka masih tetap bersikukuh memeluk Islam. Banyak sahabat yang memiliki pemantapan Aqidah yang kuat seperti Abu bakr dan lainnya, sehingga Islam masih terus hidup meski dalam kondisi yang sulit.
Andai tidak ada faktor ini, bisa jadi Islam tidak berkembang seperti sekarang. Contohnya ketika nabi wafat, banyak sahabat yang tidak percaya kematian nabi dan keluar dari Islam. Namun Abu bakr meyakinan sahabat bahwa nabi juga manusia yang dapat meninggal, dan Abu bakr menguatkan tauhid mereka.
c.       Perintah membaca, menulis dan menghafal Al-Qur’ān sebagai pintu pembuka pengetahuan
Bangsa Arab dikenal dengan sebutan kaum jahili. Kaum Quraisy penduduk Mekkah sebagai bangsawan dikalangan bangsa Arab hanya memiliki 17 orang yang pandai menulis dan membaca. Suku Auz dan Khazroj penduduk Yastrib (Madinah) hanya memiliki 11 orang yang pandai membaca.[3] Hal ini menyebabkan Bangsa Arab sedikit sekali yang mengenal ilmu pengetahuan.
Di tengah kebutaan huruf (tidak bisa membaca dan menulis) di masa jahiliyah, Nabi datang bersama al-Qur’ān (yang merupakan landasan pokok ilmu dan kehidupan) memanfaatkan kekuatan hafalan sahabat mereka untuk menghafal al-Qur’ān.
Melalui al-Qur’ān ini, perhatian Nabi Muhammad pengetahuan pada ilmu sangat besar. Nabi memberi contoh revolusioner sebagaimana seharusnya mengembangkan ilmu pengetahuan. Nabi mendapatkan hal-hal yang akan menjadi landasan dasar dalam usahanya, yaitu:
1)      Wahyu pertama yang diterima Nabi berbunyi “bacalah”. Perintah ini hakikatnya adalah pencanangan dan pemberantasan buta huruf, yaitu suatu tindakan awal yang membebaskan umat manusia dari ketidaktahuan.
2)      Bangsa Arab adalah bangsa yang kuat hafalannya, sedangkan hafalan merupakan salah satu alat untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Sahabat disuruh menghafalkan Al-Qur’ān dengan sungguh-sungguh sehingga mereka dapat menghafal secara autentik dan utuh.
3)      Nabi Muhammad membuat tradisi baru yaitu membaca dan menulis. Semua sahabat yang pandai membaca dan menulis diangkat menjadi juru tulis untuk mencatat semua wahyu (terutama Al-Qur’ān) yang turun pada benda-benda yang dapat ditulisi seperti kulit, tulang, pelepah kurma, dan lain-lain.[4]
Adanya sumber pokok ajaran islam yaitu Al-Qur’ān yang harus ditulis dan dihafal secara utuh telah mendorong kaum muslimin untuk bersungguh-sungguh mementingkan kepandaian membaca dan menulis.
d.      Kebijakan Pemerintahan
Rasulullah lembaga-lembaga pelengkap sebuah pemerintahan, semisal angkatan perang, pengadilan, lembaga pendidikan, baitul mal, lembaga yang mengatur Administrasi negara, serta menyusun ahli-ahli yang cakap bertindak sebagai pendamping Nabi.[5]
e.       Kebijakan Sosial, Ekonomi, dan Politik Nabi
Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah melakukakan kebijakan kebijakan dalam hal sosial, ekonomi dan politik, dimana kebijakan ini menjadi faktor penting perkembangan Islam di Madinah, kemudian menyebarluaskan Islam.
Di bidang sosial masyarakat, Rasulullah meletakkan asas-asas yang bernilai al-Ukhuwah (persaudaraan), al-Musāwah (persamaan), al -Tasāmuh (toleransi), al-Tasyāwur (musyawarah), al-’Adalāh (keadilan) dan al-Ta’āwun (tolong menolong).[6]
Di bidang politik, langkah Rasulullah berupa menekan persatuan dan kesatuan, misalnya pembentukan piagam madinah, mendamaikan Auz dan Kharaz, dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, membangun masjid sebagai pusat kegiatan.
Sedangkan dalam bidang ekonomi, Rasulullah meletakkan asas berikut ini:
1)      Pembenahan semua bentuk transaksi terlarang yang mengandung unsur ribā, gharar, tadlīs, dan zhalim. Atau bisa dikatakan transaksi yang halal.
2)      Dominasi konsep bagi hasil dalam dunia keuangan dan investasi sebagai konsekuensi pelarangan bunga (ribā). Dan Revisi sistem kompensasi (upah).
3)      Perbaikan kebijakan fiskal dan keuangan publik dengan baitul mal. Hal ini juga memiliki konsekuensi sentralisasi administrasi seluruh pendapatan dan pengeluaran negara.[7]
f.        Nabi sebagai tauladan yang baik dalam segala hal
Rasulullah adalah teladan dalam segala hal. Hal ini semakin terlihat ketika nabi menjadi pemimpin negara. Meskipun memiliki kekuasaan beliau tidak bertindak otoriter, tidak berlaku zalim ataupun aniaya. Meski kekayaan ada di kaum muslimin, namun Rasul tetap hidup sederhana, tidak gila terhadap kekuasan, berbeda dengan kebanyakan raja yang berkendak semaunya, berlaku aniaya dan hidup penuh harta. Bahkan meskipun beliau pemimpin, beliau tidak segan untuk pergi berperang. Faktor Rasulullah yang menjadi teladan dalam segala hal ini juga termasuk sebab ketaatan sahabat dalam melaksanakan dan menaati perintah rasul.
2.      Faktor-Faktor Penyokong Kesuksesan Kepemimpinan Abu Bakr
Masa pemerintahan Abu bakr ra. yang hanya dua tahun membuah hasil yang cukup memuaskan, disebabkan banyak faktor, di antaranya:
a.       Penyelesaian masalah internal demi penguatan dan kesatuan umat Islam
Pada awal masa pemerintahannya, Abu bakr fokus menyelesaikan permasalahan internal kaum muslimin sepeti memerangi pemberontak, orang murtad, orang yang tidak membayar zakat dan orang yang mengaku nabi. Hal ini sangat penting demi penguatan dan kesatuan umat Islam menjadi solid demi mumudahkan pergerakan Islam kedepannya.
b.      Kebijakan Pemerintahan
Pemerintahan (kekuasaan) yang dijalankan pada masa Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulallah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Meskipun demikian, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabatnya bermusyawarah. Hal ini berbeda dengan Rasulullah yang bisa memutuskan keputusan sendiri, karena keputusannya bernilai mutlak berdasarkan wahyu.[8] Dengan area kekuasaan Islam tidak begitu luas, pemilihan pemerintahan bersifat sentral sangat tepat demi menguatkan koordinasi dan kesatuan umat Islam.
Abu bakr juga memisahkan antara pemimpin negara dan Qadhi (Hakim Agung, yang mengurusi masalah hukum dan peradilan). Abu Bakr sebagai Pemimpin negara, lalu ia mengangkat Umar bin Khattab sebagai hakim agung.[9] Dengan dipisahnya antara pemimpin negara dan qadhi, menjadikan Abu Bakr fokus dalam hal pemerintahan termasuk menyelesaikan masalah internal lalu melakukan ekspansi ke luar.
c.       Pembukuan Al-Qur’ān
Setelah bermusyrawah, Abu Bakr mengambil keputusan menghimpun al-Qur’ān karena banyak Huffazh (Penghafal Qur’ān) meninggal di perang Yamamah. Yang mana pembukuan ini menjadi pondasi dasar penyeragaman bacaan al-Qur’ān satu mushaf sehingga ilmu pengetahuan semakin berkembang di kalangan umat Islam. Hal tersebut juga dapat membantu kepastian hafalan dan memberantas buta huruf pada umat Islam. Dengan telah dihafalannya al-Qur’ān maka melihat tulisan al-Qur’ān memudahkan umat Islam untuk belajar membaca dan menulis.
d.      Kebijakan Militer
Setelah berhasil menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu Bakar menghadapi kekuatan Persia dan Romawi yang setiap saat berkeinginan menghancurkan eksistensi Islam. Untuk menghadapi Persia, Abu Bakar mengirim tentara Islam di bawah pimpinan Khalid bin Walid dan Mutsanna bin Haritsah dan berhasil merebut beberapa daerah penting Irak dari kekuasaan Persia. Adapun untuk menghadapi Romawi, Abu Bakar memilih empat panglima Islam terbaik untuk memimpin beribu-ribu pasukan di empat front, yaitu Amr bin Ash di front Palestina, Yadid bin Sufyan di front Damaskus, Abu Ubaidah di fron Itims, dan Syurahbil bin Hasanah di front Yordania. Empat pasukan ini kemudian dibantu oleh Khalid bin Walid yang bertempur di front Syria. Perjuangan pasukan-pasukan tersebut baru tuntas pada masa pemerintah Umar bin Khattab.[10]
3.      Faktor-Faktor Penyokong Kesuksesan Kepemimpinan Umar
Masa pemerintahan Umar ra. yang lama sangat memuaskan, disebabkan banyak faktor, di antaranya:
a.       Kebijakakan Pemerintahan
Penataan administrasi pemerintahan dilakukan Umar dengan melakukan desentralisasi pemerintahan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjangkau wilayah Islam yang semakin luas.
Dalam desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap dipegang oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk Gubernur (orang Islam) sebagai pembantu Khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan.[11]
b.      Kebijakan Militer
Umar membentuk Korps Militer. Selama masa pemerintahan Umar, orang-orang Arab dilarang memiliki tanah pertanian (membeli tanah di luar Arab) agar semangat tempur mereka yang terjaga.[12] Tentara pun mendapat gaji dan pelayanan yang baik serta ghanimah yang besar. Hal ini membuat fokus kemiliteran di masa umar bin khattab sangat tinggi. Al-hasil, terjadi banyak penaklukan yang terjadi pada masa Umar bin Khattab, sebagai berikut:
1)      Penaklukkan Syam (13 H), meskipun memang awal serangan dimulai pada masa Abu Bakar, akan tetapi kota ini baru bisa ditaklukkan pada masa awal pemerintahan Umar bin Khattab.
2)      Penaklukkan Damasqus oleh Abu Ubaidah yang diteruskan ke Baalbek, Homs dan Hama (13 H).
3)      Yerussalem (638 M).
4)      Caesaria (640 M) yang berlanjut ke Selatan Syiria, Harran, Edessa dan Nabisin.
5)      Mesir oleh Amr bin Ash (641 H/20 H) termasuk Heliopolis dan Babylonia, sedangkan Alexandria baru ditaklukkan pada tahun (643 M).
6)      Syiria ditaklukkan pada perang Qadisiyah (637 M/14 H).
7)      Serangkaian penaklukan lainnya adalah Mosul (641 M/16 H), Nihawan, Hamadazan (21 H), Rayy (22 H), Isfahan dan kota-kota Utama Iran Barat (644 M), Khurasan (22 H).
8)      Pasukan lainnya menguasai Ahwaz (Khuzistan) (640 M/17 H).
9)      Sijistan dan Kerman (23 H).
Maka wilayah kekuasaan Umar bin Khattab pada saat itu meliputi: benua Afrika hingga Alexandria, Utara hingga Yaman dan Hadramaut, Timur hingga Kerman dan Khurasan, Selatan hingga Tabristan dan Haran.[13]
c.       Penetapan Kalender Hijriah
Menetapkan tahun hijriah yang dihitung sejak berhijrahnya nabi Muhammad saw. ke Madinah.[14] Ini sangat berarti sekali bagi umat Islam, dimana ini dimanfaatkan dalam kepenulisan sejarah umat Islam dan buku-buku pengetahuan umat Islam.
d.      Penetapan Mata Uang
Mata uang resmi demi memudahkan administrasi negarapun ditetapkan. Pada masa Rasulullah dan sepanjang masa pemerintahan al-Khulafa ar-Rasyidun, koin mata uang asing dengan berbagai bobot telah dikenal di Jazirah Arab, seperti dinar (sebuah koin emas) dan dirham (sebuah koin perak).[15] Dengan adanya mata uang resmi, perekonomian negara menjadi teratur dan stabil.
4.      Faktor-Faktor Penyokong Kesuksesan Kepemimpinan Usman
Selama 12 tahun masa pemerintahan, Usman ra. menghasilkan banyak kemajuan yang disebabkan banyak faktor, di antaranya:
a.       Pembangunan Sarana dan Fasilitas
Adapun kegiatan pembangunan wilayah Islam yang luas itu, meliputi pembangunan daerah-daerah pemukiman, jembatan, jalan, masjid, wisma tamu, pembangunan kota-kota baru yang kemudian tumbuh pesat.
Masjid Nabawi pun di Madinah diperluas. Dibangun juga tempat persediaan air di Madinah, di kota-kota padang pasir, dan di ladang-ladang peternakan unta dan kuda, Pembangunan berbagai sarana umum ini menunjukan bahwa Usman sebagai khalifah sangat memperhatikan kemaslahatan rakyat sebagai bentuk dari manifestasi kebudayaan sebuah masyarakat.[16]
b.      Pembukuan Al-Qur’ān Mushaf Usmani
Khalifah Usman melakukan pembukuan Al-Qur’ān dengan penyeragamaan bacaan. Yang mana mushaf ini akan disebar ke suluruh umat Islam demi kesatuan umat Islam. Penyeragaman bacaan dilakukan karena pada masa Rasulullah saw, Beliau memberikan kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab untuk membaca dan menghafalkan Al-Qur’ān menurut lahjah (dialek) masing-masing. Namun seiring bertambahnya wilayah Islam, dan banyaknya bangsa-bangsa yang memeluk agama Islam, pembacaan pun menjadi semakin bervariasi.[17]
c.       Armada Laut
Utman adalah khalifah pertama yang membangun angkatan laut. Alasan pembuatan angkatan laut tersebut masih berhubungan dengan keinginan untuk memperluas daerah Islam. Karena untuk mencapai daerah-daerah yang akan ditaklukkan harus melalui perairan, Usman berinisiatif untuk membentuk angkatan laut. Selain itu, pada saat itu banyak terjadi serangan-serangan dari laut. Hal ini semakin memperkuat alasan Usman untuk membentuk angkatan laut dan Usman memberikan kepercayaan tersebut kepada Muawiyah bin Abi Sofyan.[18]
d.      Kebijakan Militer
Sebagaimana pendahulunya, pemerintahan Usman juga melakukan ekspansi. Langkah Usman diantaranya sebagai berikut :
1)      Mengangkat kembali panglima ‘Amru bin ‘ash yang telah diberhentikan untuk menangani masalah di Iskandaria.
2)      Usman juga mengutus Salman Robi’ah al – Baini untuk berdakwah ke Armenia. Ia berhasil mengajak kerjasama penduduk Armenia.
3)      Perluasan Islam memasuki Tunisia ( Afrika Utara ) di pimpin oleh Abdullah bin Sa’ad bin Abi Zarrah, yang mana Tunisia sudah lama sebelumnya di kuasai Romawi.
4)      Menjadikan Mu’awiyah gubernur Syiria, yang berujung bisa menguasai Asia kecil dan Cyprus.
5)      Dimasa pemerintahan Usman, negeri–negeri yang telah masuk ke dalam kekuasaan Islam antara lain : Perbatasan Ajjazair (Barqoh, Tripoli Barat), bagian selatan negeri Nubah, Armenia dan beberapa bagian Thabaristan bahkan telah melampui sungai Jihun (Amu Daria), negeri Balkh (Pakistan) , Kabul, Gaznah di Turkistan.[19]
5.      Faktor-Faktor Penyokong Kesuksesan Kepemimpinan Ali
Kurang lebih lima tahun masa pemerintahan Ali ra. penuh dengan permasalahan internal, namun Ali masih bisa memberikan kemajuan untuk umat islam, dengan banyak kebijakan di antaranya:
a.       Membersihkan para pejabat yang korupsi
Ali bin Abi Talib mendengar berita bahwa di antara gubernur-gubernur yang dulu diangkat oleh khalifah Usman tidak memperlakukan rakyat dengan adil dan kasih sayang. Bahkan, jumlah pungutan pajak dengan hasil yang dihimpun oleh negara banyak kejanggalan.
Dengan tegas Ali memberhentikan beberapa gubernur yang dicurigai melakukan beberapa penyimpangan. Di antara para gubernur yang diberhentikan adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan selaku gubernur Syam. Karena peristiwa tersebut, akhirnya terjadilah perselisihan antara kelompok Ali bin Abi Talib dengan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sufyan.[20]
b.      Melawan pemberontakan-pemberontakan di kalangan umat Islam
Ali bin Abi Thalib mengambil inisiatif untuk memerangi gerakan yang dianggap pemberontak dan pembangkangan. Sehingga terjadilah beberapa peperangan antar umat islam seperti Perang Az-Zabuqah, perang Jamal, Perang Siffin.[21]
c.       Kepenulisan Ilmu Nahwu
Jasa lain dari khalifah Ali ialah menyempurnakan tulisan bahasa Arab dengan memberi tanda titik dan harkat (syakal/baris) oleh ahli tata bahasa yang bernama Abu Aswad Ad-Dualy yang ditugaskan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib. Yang dikenal dengan Nahwu. Pekerjaan tersebut pun disempurnakan pada zaman khalifah Abdul Malik bin Marwan (Masa Daulah Bani Umayyah).[22]
Dengan adanya ilmu nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa al-Qur’ān, maka orang-orang yang bukan berasal dari masyarkat Arab akan mendapatkan kemudahan dalam membaca dan memahami sumber ajaran Islam.
d.      Kebijakan Militer
Dengan luasnya wilayah Islam dan sedang bergelojak masalah internal. Dalam bidang kemiliteran, kaum muslimin pada masa pemerintahan Ali telah berhasil meluaskan wilayah kekuasaan Islam meskipun sedikit, sebab Ali fokus menyelesaikan masalah internal dan menjaga dan mempertahankan keamanan wilayah Islam. Misalnya setelah pemberontakan di Kabul dan Sistan ditumpas, orang Arab mengadakan penyerangan laut atas Konkan (pantai Bombay). Negarawan yang juga ahli perang ini mendirikan pemukiman-pemukiman militer di perbatasan Syiria. Sambil memperkuat daerah perbatasan negaranya, ia juga membangun benteng-benteng yang tangguh di Utara perbatasan Parsi.[23]
6.      Faktor-Faktor Penyokong Kesuksesan Dinasti Umayah.
Dinasti Umayah selama 90 tahun masa kepemimpinannya memberikan kemajuan besar bagi umat Islam, hal ini disebabkan banyak faktor, di antaranya :
a.       Kebijakan Pemerintahan
Sistem penggantian kepala negara bersifat monarchi atau kerajaan (turun temurun). Pemindahan sistem kekuasaan juga dilakukan Muawiyyah, sebagai bentuk penyelisihan demokrasi yang dibangun masa Nabi dan empat Khalifah yang berdasarkan pemilihan atau musyawarah.[24] Hal ini berakibat kepemimpinan bani Umayah berlangsung lama selama 90 tahun, sehingga dapat memajukan peradaban Islam secara signifikan dan berkesinambungan.
Di masa tersebut juga terjadi dikotomi antara kekuasaan agama ditunjuklah qadhi (hakim) dan kekuasaan politik. Dapatlah dipahami bahwa Mu’awiyah bukanlah seorang yang ahli dalam keagamaan sehingga diserahkan kepada para Ulama.[25] Langkah ini membuat Dinasti umayah fokus dalam persoalan politik dan kekuasaan, sehingga dapat menguasai daerah-daerah lain.
b.      Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Dalam daerah kekuasaannya terdapat kota-kota pusat kebudayaan yaitu Yunani Iskandariyah. Antiokia, Harran dan Yunde Sahpur yang semula dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan Yahudi, Nasrani dan Zoroaster, Maka khalifah Yazid yang seorang orator dan berpikiran tajam berupaya menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran dan kimia.[26]
Pengaruh lain dari ilmuwan kristen itu adalah penyusunan ilmu pengetahuan secara sistematis, selain itu berubah pula sistem hafalan dalam pengajaran kepada sistem tulisan menurut aturan-aturan ilmu pengetahuan yang berlaku. Pendukung dalam pengembangan ilmu ialah golongan non Arab dan telaahnya pun sudah meluas sehingga ada spesialisasi ilmu menjadi : ilmu pengetahuan bidang agama, bidang sejarah, bidang bahasa dan bidang filsafat.[27]
Pada masa ini juga sudah mulai dirancang tentang undang-undang yang bersumber dari al-Qur’ān, sehingga menuntut masyarakat mempelajari tentang tafsir al-Qur’ān. Salah seorang ahli tafsir pertama dan termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Pada waktu itu beliau telah menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat dan isnad, kemudian kesulitan-kesulitan dalam mengartikan al-Qur’ān dicari melalui hadis, yang pada akhirnya melahirkan ilmu hadist. Dan akhirnya kitab tentang ilmu hadis sudah mulai dikarang oleh para ulama muslim. Beberapa ulama hadis yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin Amr, Hasan Basri as-Sya’bi. Dalam bidang hadis ini, Umar bin Abd Aziz secara khusus memerintahkan Ibn Syihab az-Zuhri untuk mengumpulkan hadis. Oeh karena itu, Ibnu Syihab telah dianggap sanat berjasa dalam menyebarkan hadis hingga menembus berbagai zaman. Sejak saat itulah perkembangan kitab-kitab hadis mulai dilakukan.[28]
Dua hal di atas yang terjadi di masa Dinasti Umayyah membuka luas pengetahuan umat Islam baik dalam ilmu agama ataupun ilmu umum lainnya.
c.       Gerakan Politik Arabisme
Dengan tatanan masyarakat yang homogen tersebut karena luasnya wilayah kekuasaan, menimbulkan ambisi penguasa dinasti ini untuk mempersatukan masyarakat dengan politik Arabisme, yaitu membangun bangsa Arab yang besar dan sekaligus menjadi kaum muslimin.[29]
Usaha-usaha ke arah itu antara lain mewajibkan untuk membuat akte kelahiran masyarakat Arab bagi anak-anak yang lahir di daerah-daerah penaklukan, kewajiban berbahasa Arab bagi penduduk daerah Islam dan bahkan adat istiadat serta sikap hidup mereka diharuskan menjadi Arab.[30]. Gerakan Arabisme ini menjadikan banyak orang non muslim memeluk agama islam, sehingga umat Islam memiliki jumlah yang banyak di masa tersebut.
d.      Kebijakan Ekonomi
Dinasti Umayyah mewajibkan pemilik tanah untuk membayar pajak tanah, namun pajak kepala hanya berlaku kepada penduduk non muslim sehingga mengakibatkan banyaknya penduduk yang masuk Islam, akibatnya secara ekonomis penghasilan negara berkurang, namun dengan keberhasilan Dinasti Umayyah menaklukkan Imperium Persia beserta wilayah kepunyaan Imperium Byzantium, sesungguhnya kemakmuran bagi Dinasti ini melimpah ruah yang mengalir untuk kas negara.[31]
Pemerintah juga menjamin keadaan aman untuk lalu lintas darat dan laut. Lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok demi memperlancar perdagangan sutera, keramik, obat-obatan dan wewangian. Sedangkan lalu lintas laut ke arah negeri-negeri belahan untuk mencari rempah-rempah, kasturi, permata, logam mulia, dan lainnya.[32]
e.       Kebijakan Militer
Pada masa Dinasti Bani Umayah orang masuk tentara kebanyakan dengan dipaksa atau setengah dipaksa. Untuk menjalankan kewajiban ini dikeluarkan semacam undang-undang wajib militer yang dinamakan Nidhamut Tajnidil Ijbary.[33]
Hasil undang-undang tersebut dapat dilihat dari perluasan wilayah dinasti Umayyah, sebagai berikut:
1)      Menguasai Tunis.
2)      Menguasai Khurasan hingga Lahore di sebelah Timur.
3)      Menguasai Bizantium.
4)      Menguasai Rhodes dan pulau-pulau kecil lainnya di Yunani.
5)      Di sebelah Barat, Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Aljazair dan Maroko.
6)      Selanjutnya, Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Andalusia yakni Toledo, Sevilla, Malaga, Elvira dan Cordova.
7)      Penaklukkan yang sama berlanjut hingga ke Cadiz dan Calica.
8)      Menaklukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm, Farghana dan Samarqand.
9)      Menaklukkan India, hingga ke Brahmanabat.[34]



















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Keadikuasaan Islam di masa Rasulullah hingga Dinasti Umayah dimulai kepemimpinan Nabi di Madinah yang akhirnya berkuasa di seluruh semenanjung Arabia. Kemudian kepemimpinan nabi dilanjutkan oleh Abu bakr, Umar, Usman dan Ali yang secara keseluruhan berhasil merebut beberapa daerah penting dari Rumawi dan Persia. Sedangkan pada Dinasti Umayah, yang dimulai o leh Muawiyah bin Abu Sufyan dan diakhiri oleh Marwan bin Muhammad, kekuasan daerah Islam bertambah luas mencakup tiga bagian utama benua, Asia, Afrika dan Eropa. Seiring berjalan perluasan kekuasan, ilmu pengetahuan terus bergerak maju bersama dengan kebijakan-kebijakan pemimpin umat Islam dari jaman Nabi hingga Marwan bin Muhammad sehingga menjadikan peradaban Islam maju di masa tersebut.
2.      Faktor-faktor penyokong keadikuasaan Islam dari masa Nabi hingga Dinasti Umayah bermacam-macam mulai dari kebijakan sistem pemerintahan, kebijakan politik, ekonomi, sosial, militer, pendidikan dan pendidikan mental dan psikologi. Faktor-faktor penyokong tersebut menjadikan peradaban Islam berkembang pesat di masanya.





DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung. Sejarah Peradaban Islam. Cet. II; Yogyakarta: Lesfi. 2009.
As’ad, Mahrus. Sejarah Kebudayaan Islam. Cet. I; Jakarta: Erlangga. 2009.
Glasse, Cyril. Ensiklopedia Islam-Ringkas (terjemahan). Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1999.
Harun, Maidir dan Firdaus. Sejarah Peradaban Islam. Jil. I. Cet. II; Padang: IAIN-IB Press. 2002.
Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam (terjemah). Cet. I; Yogyakarta; Kota Kembang. 1995.
Hitti, Philip K. History Of The Arabs (terjemah). Cet. II; Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 2010.
Karim, Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Cet. IV; Yogyakarta: Bagaskara. 2012.
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006.
Khaeruman, Badri. Otentisitas Hadis. Cet. II; Bandung: Rosda. 2004.
Maryam dkk. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Cet. II; Yogyakarta: ESFI. 2002.
Maryam, Siti (Ed). Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Cet.I; Yogyakarta: SPI Adab IAIN Sunan Kalijaga. 2002.
Mustaqim, Abd. Studi Kepemimpinan Islam. Cet. II; Jakarta: Putra Mediatama Press. 2008.
Nuruddin, Amiur. Ijtihad Umar bin Khattab. Cet. I; Jakarta: Rajawali Press. 1991.
al-ābari, Abu Ja’far. Tarkh al-ābari. Jil. IV. Cet.II; Kairo: Da>r Ma’arif. 1973.


[1]Harun Nasution, “Pembaharuan dalam Islam” dalam Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Cet. III; Jakarta: Kencana Perdana, 2007), h. 4-5.
[2]Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, Jil. I (Cet.II; Padang: IAIN-IB Press, 2002), h. 84.
[3]Ahmad Amin, “Fajr al-Islam dalam Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, h. 13.
[4]Hasan Ibrahim Hasan, “Tarikh al-Islam” dalam dalam Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, h. 14.
[5]Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, h. 20.
[6]Maman A.M.Sy, “Peletakan Dasar-dasar Peradaban Islam Masa Rasulullah”, dalam Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern (Cet. II; Yogyakarta: ESFI, 2002), h. 37.
[7]J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an (Disertasi; Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1993), h. 53.
[8]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Cet.V; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h. 36.
[9]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Cet. III; Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 72.
[10]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Cet.III; Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 71.
[11]Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Cet.IV; Yogyakarta: Bagaskara, 2012), h. 86.
[12]Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam-Ringkas (terjemahan) (Cet.II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 148.
[13]Abu Ja’far, Tarkh al-ābari, Jil. IV (Cet.II; Kairo: Da>r Ma’arif, 1973), h. 112.
[14]Amir Nuruddin, Ijtihad Umar bin Khattab (Cet. I; Jakarta: Rajawali Press, 1991), h.128.
[15]Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 73.
[16]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h. 20.
[17]Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam (Cet. II; Yogyakarta: Lesfi, 2009), h. 58.
[18]Abd Mustaqim, Studi Kepemimpinan Islam (Cet. II; Jakarta: Putra Mediatama Press, 2008), h. 47.
[19]Philip K Hitti, History Of The Arabs (terjemah), (Cet. II; Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), h. 135.
[20]Mahrus As’ad, Sejarah Kebudayaan Islam (Cet. I; Jakarta: Erlangga, 2009), h. 48.
[21]Mahrus As’ad, Sejarah Kebudayaan Islam, h. 48.
[22]Mahrus As’ad, Sejarah Kebudayaan Islam, h. 48.
[23]Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, h. 78.
[24]Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (terjemah) (Cet. I; Yogyakarta; Kota Kembang, 1995), h. 63.
[25]Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, Jil. I, h. 85
[26]Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, h. 39.       
[27]Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, h. 41.
[28]Badri Khaeruman, Otentisitas Hadist (Cet. II; Bandung: Rosda, 2004), h. 39.
[29]Siti Maryam (Ed), Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern (Cet. I; Yogyakarta: SPI Adab IAIN Sunan Kalijaga, 2002), h. 88.
[30]W. Montgomery Watt, W. Montgomary Watt, Pergolakan Pemikiran politik Islam (Cet. I; Jakarta: Bennabi Cipta, 1985), h.72.
[31]Siti Maryam (Ed), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, h. 92
[32]Siti Maryam (Ed), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, h. 91
[33]A.Latif Osman, Ringkasan Sejarah (Cet. III; Jakarta: Widjaya, 1991), h. 99.
[34] A.Latif Osman, Ringkasan Sejarah, h. 99.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar