BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebelum Islam datang wilayah sekitar Semenanjung Arabia
terdapat oleh dua kekuatan besar (adikuasa) di dunia, yaitu Rumawi di Eropa dan
Persia di Asia. Terjadi persaingan kekuasaan antara Rumawi dan Persia, sehingga
banyak terjadi peperangan.
Demikianlah peperangan terus berlanjut antara dua
adikuasa dunia sampai ketika Islam lahir menjadi kekuatan baru di Semanjung
Arabia, dan dapat mengalahkan kekuasaaan Rumawi dan Persia.
Perjalanan Islam menjadi kekuatan adikuasa yang
mengalahkan Rumawi dan Persia, dimulai dengan beberapa periode-periode yang
saling mendukung dan menguatkan antara satu periode dengan periode lain. Hingga
mendaki puncak kejayaan peradaban Islam pada masa dinasti Abbasiyah.
Periode-periode tersebut, ialah:
1.
Zaman ideal, yang meletakkan dasar-dasar pertama
kebudayaan Islam, berjalan selama 40 tahun terdiri dari :
a.
Masa Nabi Muhammad saw. Semenjak hijrah ke Madinah sampai
wafatnya, selama 10 tahun.
b.
Masa Khulafau al-Rasyidin dari Abu Bakr, Umar, Usman, dan
Ali, selama 30 tahun.
2.
Zaman perkembangan, yaitu masa berkembangnya kebudayaan
Islam, meliputi tiga benua, Asia, Afrika dan Eropa. Ini terjadi pada masa
Umawiyah (Dinasti Umayah) yang berpusat di Damaskus selama 90 tahun.
3.
Zaman keemasan Islam, yaitu zaman kebudayaan Islam
mencapai puncaknya, baik lapangan ekonomi, kekuasaan, ilmu pengetahuan maupun
kesenian.[1]
Zaman ideal dan zaman perkembangan mengambil peran
penting mengantarkan Islam berada di puncak peradabaan. Di kedua zaman itu pun
Islam sudah dapat dikatakan sebagai kekuatan adikuasa mengingat besarnya
pengaruh peradaban.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana keadikuasaan Islam di masa Rasulullah hingga
Dinasti Umayah?
2.
Faktor-faktor apa yang menyokong keadikuasaan Islam di
masa Rasulullah hingga Dinasti Umayah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Keadikuasaan Islam di masa Rasulullah hingga Dinasti
Umayah
1.
Islam Adikuasa Pada Masa Rasulullah
Di tengah gelapnya peradaban masa jahiliyah, kondisi
internal wilayah Arab pada dasarnya berpecah belah (suku-suku), tidak mengenal
kepemimpinan sentral atau persatuan. Mereka menyembah berhala dan hidup hanya
mengikuti hawa nafsu. Hal itu menjadikan mereka berpecah belah, saling
berperang satu dengan yang lainnya sehingga berlakulah hukum rimba (yang kuat
adalah yang menang).
Diutusnya Nabi Muhammad saw. sebagai rasul pada tahun 610
M, kemudian beliau berdakwah secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan
mendapatkan hadangan dari kaum kafir Quraisy di Mekkah, yang pada saat itu
belum bisa ditaklukkan oleh Islam.
Kemudian Nabi hijrah ke Madinah ada 622 M, dimana
perkembangan dakwah nabi menjadi pesat. Baru setelah Nabi Muhammad memegang
kekuasaan sebagai kepala negara, Islam lebih mudah tersebar ke seluruh
Semenanjung Arab, termasuk Mekkah. Dengan masuk Islam di seluruh Semenanjung
Arab, kehidupan jahiliyah berganti menjadi berperadaban yang berpengtahuan
sehingga menjadikan Islam adikuasa di masa Nabi.
2.
Islam Adikuasa Pada Masa Abu Bakr
Keadikuasaan Islam di masa Rasulullah sempat terancam
ketika wafatnya nabi Muhammad saw. Ketika wafatnya Nabi banyak terjadi permasalahan
internal dalam umat Islam, namun Abu bakr ra. (yang terpilih sebagai khalifah
nabi) fokus menyelesaikan permasalahan-permasalahan internal tersebut.
Setelah masalah internal teratasi, lalu pemerintahan Abu
Bakr menaklukkan wilayah Syam (meskipun ini berlanjut di masa Umar bin Khattab)
dan Iraq, seperti Mahdhor, Ullais, Nahrud Dain, Anbar dan Ain Tamar.
Di masa Abu Bakr, selain keamanan dan ketentraman
internal terlaksana, ilmu pengetahuan umat Islam semakin berkembang semenjak
dibukukannya al-Qur’ān.
3.
Islam Adikuasa Pada Masa Umar
Keadikuasaan Islam di masa pemerintahan Umar bin Khattab
ra. mencakup benua Afrika hingga Alexandria, utara hingga Yaman dan Hadramaut,
timur hingga Kerman dan Khurasan, selatan hingga Tabristan dan Haran.
Tidak ada juga permasalahan internal di masa umar, rakyat
tentram dan aman. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan Umar menetapkan
penanggalan hijriah, yang kedepannya ini berfungsi untuk penulisan sejarah umat
Islam. Umar pun meletakkan asas ekonomi pertama yaitu berupa penetapan mata
uang resmi berupa dinar dan dirham.
4.
Islam Adikuasa Pada Masa Usman
Keadikuasaan Islam di masa Usman ra., pemerintahannya
banyak melakukan perluasan daerah islam hingga perbatasan Ajjazair (Barqoh,
Tripoli Barat), bagian selatan negeri Nubah, Armenia dan beberapa bagian
Thabaristan, negeri Balkh (Pakistan) , Kabul, Gaznah di Turkistan.
Perluasan wilayah sejalan didukung dengan perkembangan
teknologi, yang mana di masa Usman dibentuk armada laut untuk memudah kerja
militer. tidak hanya itu, namun usman juga membangun sarana dan fasilitas di
banyak hal sehingga memudahkan aktifitas rakyat.
Dan yang tak kalah pentingnya Utsman pembukuan Al-Quran
dengan satu penyeragamaan, yang dimana mushaf disebarkan ke seluruh umat islam
demi kesatuan, maka tersebarlah ilmu pengetahuan ke seluruh wilayah Islam.
5.
Islam Adikuasa Pada Masa Ali
Sejak awal pengangkatan Ali ra. telah banyak terjadi
gejolak permasalahan di umat Islam. Namun Ali yang menjabat sebagai khalifah
berusaha fokus menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut dengan
sebisanya mungkin untuk kesatuan umat Islam.
Di tengah banyak permasalah tersebut Ali masih bisa
memajukan peradaban Islam di bidang pengetahuan yaitu ilmu nahwu sebagai
pondasi pembelajaran bahasa arab. Tak hanya itu Ali masih bisa memperluas
daerah kekuasan Islam, meskipun hanya sedikit.
6.
Islam Adikuasa Pada Dinasti Umayah
Tampuk kepemimpinan umat Islam yang jatuh di tangan
Muawiyah melalui proses yang panjang dengan banyak permasalahan. Namun Dinasti
Umayah yang dimulai oleh Muawiyah berhasil memajukan peradaban Islam dan
kekuasaan Islam. Islam menjadi negara melebihi Persia dan Rumawi, dengan
luasnya kekuasaan dan perkembangan ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum
lainnya.
Adapun Khalifah-khalifah Bani Umayah adalah sebagai
berikut:
a.
Muawiyah I bin Abu Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
b.
Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
c.
Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
d.
Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
e.
Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
f.
Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
g.
Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
h.
Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M
i.
Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
j.
Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
k.
Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
l.
Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M
m.
Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M
n.
Marwan II bin Muhammad, 127-133 H / 744-750 M
Adapun khalifah-khalifah besar Bani Umayah adalah
Muawiyah I bin Abu Sufyan, Abdul-Malik bin Marwan, Al-Walid I bin Abdul-Malik,
Umar II bin Abdul-Aziz, Hisyam bin Abdul-Malik. Puncak kejayaan Dinasti Bani
Umayah ini pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Walaupun masa pemerintahnnya
relatif singkat, yaitu sekitar tiga tahunan, namun banyak perubahan yang ia
lakukan, sehingga pada jamannya tidak ada lagi kemiskinan.[2]
B.
Faktor-faktor penyokong keadikuasaan Islam di masa
Rasulullah hingga Dinasti Umayah
1.
Faktor-Faktor Penyokong Kesuksesan Dakwah Rasulullah
Nabi Muhammad saw. sukses mengubah masa jahiliyah menjadi
masa peradaban yang tinggi dan Islam tersebar di semenanjung Arabia -bahkan
efeknya terasa sampai saat ini- dengan banyak faktor. Di antaranya sebagai
berikut :
a.
Kepribadian yang baik dan terpercaya sehingga mempermudah
dakwah nabi
Nabi Muhammad sebelum diutus menjadi Rasul dikenal sebagai
kepribadian yang sopan, baik, dan terpercaya. Beliau berakhlak mulia dan sopan.
Bahkan kaum Quraisy pada masa itu menggelarinya al-Āmin, yang berarti terpercaya, karena kejujurannya dan
tidak pernah berbohong.
Akan tetapi ketika Nabi Muhammad menjadi Rasul
menyampaikan dakwah kepada kaum Quraisy, mereka mendustai dan menentang Nabi.
Meskipun begitu masih ada orang-orang yang mempercayai dakwah Nabi saw. seperti
Khadijah, Abu bakr, ‘Ali dan lainnya dan ada pula orang percaya pada nabi meski
tidak memeluk Islam seperti Abu Thalib. Hal ini karena sungguh mengetahui
kepribadian yang baik dan terpercaya.
Singkatnya kepribadian nabi salah satu faktor yang
memudahkan dakwah nabi semasa hidupnya, seperti mendamaikan Aus dan Khazraj,
memperkerjakan orang-orang Khaibar (Yahudi) dan sebagainya. Hal-hal seperti
tidak akan bisa terlaksana dengan baik tanpa kepribadian Rasulullah yang baik
dan terpercaya di mata banyak orang.
b.
Pemantapan aqidah, sehingga umat Islam dalam keadaan
apapun tetap memegang teguh agama
Di masa awal-awal Islam (di Mekkah), Nabi mengajarkan
Islam berfokus pada tauhid dan belum ada hukum-hukum taklῑf, ini sesuai
dengan banyaknya ayat-ayat al-Qur’ān yang turun
berbicara tentang tauhid. Tujuanmya adalah menguatkan aqidah umat Islam
sehingga dalam kondisi apapun tidak meninggalkan Islam.
Hal ini sangat bermanfaat, bagi umat Islam sehingga saat
mereka disiksa dan diboikot oleh kaum Quraisy, mereka masih tetap bersikukuh
memeluk Islam. Banyak sahabat yang memiliki pemantapan Aqidah yang kuat seperti
Abu bakr dan lainnya, sehingga Islam masih terus hidup meski dalam kondisi yang
sulit.
Andai tidak ada faktor ini, bisa jadi Islam tidak
berkembang seperti sekarang. Contohnya ketika nabi wafat, banyak sahabat yang
tidak percaya kematian nabi dan keluar dari Islam. Namun Abu bakr meyakinan
sahabat bahwa nabi juga manusia yang dapat meninggal, dan Abu bakr menguatkan
tauhid mereka.
c.
Perintah membaca, menulis dan menghafal Al-Qur’ān sebagai pintu pembuka pengetahuan
Bangsa Arab dikenal dengan sebutan kaum jahili. Kaum
Quraisy penduduk Mekkah sebagai bangsawan dikalangan bangsa Arab hanya memiliki
17 orang yang pandai menulis dan membaca. Suku Auz dan Khazroj penduduk Yastrib
(Madinah) hanya memiliki 11 orang yang pandai membaca.[3]
Hal ini menyebabkan Bangsa Arab sedikit sekali yang mengenal ilmu pengetahuan.
Di tengah kebutaan huruf (tidak bisa membaca dan menulis)
di masa jahiliyah, Nabi datang bersama al-Qur’ān (yang merupakan landasan pokok ilmu dan kehidupan)
memanfaatkan kekuatan hafalan sahabat mereka untuk menghafal al-Qur’ān.
Melalui al-Qur’ān ini,
perhatian Nabi Muhammad pengetahuan pada ilmu sangat besar. Nabi memberi contoh
revolusioner sebagaimana seharusnya mengembangkan ilmu pengetahuan. Nabi
mendapatkan hal-hal yang akan menjadi landasan dasar dalam usahanya, yaitu:
1)
Wahyu pertama yang diterima Nabi berbunyi “bacalah”.
Perintah ini hakikatnya adalah pencanangan dan pemberantasan buta huruf, yaitu
suatu tindakan awal yang membebaskan umat manusia dari ketidaktahuan.
2)
Bangsa Arab adalah bangsa yang kuat hafalannya, sedangkan
hafalan merupakan salah satu alat untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Sahabat
disuruh menghafalkan Al-Qur’ān dengan
sungguh-sungguh sehingga mereka dapat menghafal secara autentik dan utuh.
3)
Nabi Muhammad membuat tradisi baru yaitu membaca dan
menulis. Semua sahabat yang pandai membaca dan menulis diangkat menjadi juru
tulis untuk mencatat semua wahyu (terutama Al-Qur’ān) yang turun pada benda-benda yang dapat ditulisi
seperti kulit, tulang, pelepah kurma, dan lain-lain.[4]
Adanya sumber pokok ajaran islam yaitu Al-Qur’ān yang harus ditulis dan dihafal secara utuh telah
mendorong kaum muslimin untuk bersungguh-sungguh mementingkan kepandaian
membaca dan menulis.
d.
Kebijakan Pemerintahan
Rasulullah lembaga-lembaga pelengkap sebuah pemerintahan,
semisal angkatan perang, pengadilan, lembaga pendidikan, baitul mal, lembaga
yang mengatur Administrasi negara, serta menyusun ahli-ahli yang cakap
bertindak sebagai pendamping Nabi.[5]
e.
Kebijakan Sosial, Ekonomi, dan Politik Nabi
Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah melakukakan
kebijakan kebijakan dalam hal sosial, ekonomi dan politik, dimana kebijakan ini
menjadi faktor penting perkembangan Islam di Madinah, kemudian menyebarluaskan
Islam.
Di bidang sosial masyarakat, Rasulullah meletakkan
asas-asas yang bernilai al-Ukhuwah (persaudaraan), al-Musāwah (persamaan), al -Tasāmuh (toleransi), al-Tasyāwur (musyawarah), al-’Adalāh (keadilan) dan al-Ta’āwun (tolong menolong).[6]
Di bidang politik, langkah Rasulullah berupa menekan
persatuan dan kesatuan, misalnya pembentukan piagam madinah, mendamaikan Auz
dan Kharaz, dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, membangun masjid
sebagai pusat kegiatan.
Sedangkan dalam bidang ekonomi, Rasulullah meletakkan
asas berikut ini:
1)
Pembenahan semua bentuk transaksi terlarang yang
mengandung unsur ribā, gharar, tadlīs, dan zhalim. Atau bisa dikatakan transaksi yang halal.
2)
Dominasi konsep bagi hasil dalam dunia keuangan dan
investasi sebagai konsekuensi pelarangan bunga (ribā). Dan Revisi sistem kompensasi (upah).
3)
Perbaikan kebijakan fiskal dan keuangan publik dengan
baitul mal. Hal ini juga memiliki konsekuensi sentralisasi administrasi seluruh
pendapatan dan pengeluaran negara.[7]
f.
Nabi sebagai tauladan yang baik dalam segala hal
Rasulullah adalah teladan dalam segala hal. Hal ini
semakin terlihat ketika nabi menjadi pemimpin negara. Meskipun memiliki
kekuasaan beliau tidak bertindak otoriter, tidak berlaku zalim ataupun aniaya.
Meski kekayaan ada di kaum muslimin, namun Rasul tetap hidup sederhana, tidak
gila terhadap kekuasan, berbeda dengan kebanyakan raja yang berkendak semaunya,
berlaku aniaya dan hidup penuh harta. Bahkan meskipun beliau pemimpin, beliau
tidak segan untuk pergi berperang. Faktor Rasulullah yang menjadi teladan dalam
segala hal ini juga termasuk sebab ketaatan sahabat dalam melaksanakan dan
menaati perintah rasul.
2.
Faktor-Faktor Penyokong Kesuksesan Kepemimpinan Abu Bakr
Masa pemerintahan Abu bakr ra. yang hanya dua tahun
membuah hasil yang cukup memuaskan, disebabkan banyak faktor, di antaranya:
a.
Penyelesaian masalah internal demi penguatan dan kesatuan
umat Islam
Pada awal masa pemerintahannya, Abu bakr fokus
menyelesaikan permasalahan internal kaum muslimin sepeti memerangi pemberontak,
orang murtad, orang yang tidak membayar zakat dan orang yang mengaku nabi. Hal
ini sangat penting demi penguatan dan kesatuan umat Islam menjadi solid demi
mumudahkan pergerakan Islam kedepannya.
b.
Kebijakan Pemerintahan
Pemerintahan (kekuasaan) yang dijalankan pada masa Abu
Bakar, sebagaimana pada masa Rasulallah, bersifat sentral; kekuasaan
legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Meskipun
demikian, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabatnya bermusyawarah. Hal ini
berbeda dengan Rasulullah yang bisa memutuskan keputusan sendiri, karena
keputusannya bernilai mutlak berdasarkan wahyu.[8]
Dengan area kekuasaan Islam tidak begitu luas, pemilihan pemerintahan bersifat
sentral sangat tepat demi menguatkan koordinasi dan kesatuan umat Islam.
Abu bakr juga memisahkan antara pemimpin negara dan Qadhi
(Hakim Agung, yang mengurusi masalah hukum dan peradilan). Abu Bakr sebagai
Pemimpin negara, lalu ia mengangkat Umar bin Khattab sebagai hakim agung.[9]
Dengan dipisahnya antara pemimpin negara dan qadhi, menjadikan Abu Bakr fokus
dalam hal pemerintahan termasuk menyelesaikan masalah internal lalu melakukan
ekspansi ke luar.
c.
Pembukuan Al-Qur’ān
Setelah bermusyrawah, Abu Bakr mengambil keputusan
menghimpun al-Qur’ān karena banyak
Huffazh (Penghafal Qur’ān) meninggal di
perang Yamamah. Yang mana pembukuan ini menjadi pondasi dasar penyeragaman
bacaan al-Qur’ān satu mushaf
sehingga ilmu pengetahuan semakin berkembang di kalangan umat Islam. Hal
tersebut juga dapat membantu kepastian hafalan dan memberantas buta huruf pada
umat Islam. Dengan telah dihafalannya al-Qur’ān maka melihat tulisan al-Qur’ān memudahkan umat Islam untuk belajar membaca dan
menulis.
d.
Kebijakan Militer
Setelah berhasil menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu
Bakar menghadapi kekuatan Persia dan Romawi yang setiap saat berkeinginan
menghancurkan eksistensi Islam. Untuk menghadapi Persia, Abu Bakar mengirim
tentara Islam di bawah pimpinan Khalid bin Walid dan Mutsanna bin Haritsah dan
berhasil merebut beberapa daerah penting Irak dari kekuasaan Persia. Adapun
untuk menghadapi Romawi, Abu Bakar memilih empat panglima Islam terbaik untuk
memimpin beribu-ribu pasukan di empat front, yaitu Amr bin Ash di front
Palestina, Yadid bin Sufyan di front Damaskus, Abu Ubaidah di fron Itims, dan
Syurahbil bin Hasanah di front Yordania. Empat pasukan ini kemudian dibantu
oleh Khalid bin Walid yang bertempur di front Syria. Perjuangan pasukan-pasukan
tersebut baru tuntas pada masa pemerintah Umar bin Khattab.[10]
3.
Faktor-Faktor Penyokong Kesuksesan Kepemimpinan Umar
Masa pemerintahan Umar ra. yang lama sangat memuaskan, disebabkan
banyak faktor, di antaranya:
a.
Kebijakakan Pemerintahan
Penataan administrasi pemerintahan dilakukan Umar dengan
melakukan desentralisasi pemerintahan. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menjangkau wilayah Islam yang semakin luas.
Dalam desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan
pusat tetap dipegang oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di propinsi,
ditunjuk Gubernur (orang Islam) sebagai pembantu Khalifah untuk menjalankan
roda pemerintahan.[11]
b.
Kebijakan Militer
Umar membentuk Korps Militer. Selama masa pemerintahan
Umar, orang-orang Arab dilarang memiliki tanah pertanian (membeli tanah di luar
Arab) agar semangat tempur mereka yang terjaga.[12]
Tentara pun mendapat gaji dan pelayanan yang baik serta ghanimah yang besar.
Hal ini membuat fokus kemiliteran di masa umar bin khattab sangat tinggi.
Al-hasil, terjadi banyak penaklukan yang terjadi pada masa Umar bin Khattab,
sebagai berikut:
1)
Penaklukkan Syam (13 H), meskipun memang awal serangan
dimulai pada masa Abu Bakar, akan tetapi kota ini baru bisa ditaklukkan pada
masa awal pemerintahan Umar bin Khattab.
2)
Penaklukkan Damasqus oleh Abu Ubaidah yang diteruskan ke
Baalbek, Homs dan Hama (13 H).
3)
Yerussalem (638 M).
4)
Caesaria (640 M) yang berlanjut ke Selatan Syiria,
Harran, Edessa dan Nabisin.
5)
Mesir oleh Amr bin Ash (641 H/20 H) termasuk Heliopolis
dan Babylonia, sedangkan Alexandria baru ditaklukkan pada tahun (643 M).
6)
Syiria ditaklukkan pada perang Qadisiyah (637 M/14 H).
7)
Serangkaian penaklukan lainnya adalah Mosul (641 M/16 H),
Nihawan, Hamadazan (21 H), Rayy (22 H), Isfahan dan kota-kota Utama Iran Barat
(644 M), Khurasan (22 H).
8)
Pasukan lainnya menguasai Ahwaz (Khuzistan) (640 M/17 H).
9)
Sijistan dan Kerman (23 H).
Maka wilayah kekuasaan Umar bin Khattab pada saat itu
meliputi: benua Afrika hingga Alexandria, Utara hingga Yaman dan Hadramaut,
Timur hingga Kerman dan Khurasan, Selatan hingga Tabristan dan Haran.[13]
c.
Penetapan Kalender Hijriah
Menetapkan tahun hijriah yang dihitung sejak berhijrahnya
nabi Muhammad saw. ke Madinah.[14]
Ini sangat berarti sekali bagi umat Islam, dimana ini dimanfaatkan dalam
kepenulisan sejarah umat Islam dan buku-buku pengetahuan umat Islam.
d.
Penetapan Mata Uang
Mata uang resmi demi memudahkan administrasi negarapun
ditetapkan. Pada masa Rasulullah dan sepanjang masa pemerintahan al-Khulafa
ar-Rasyidun, koin mata uang asing dengan berbagai bobot telah dikenal di
Jazirah Arab, seperti dinar (sebuah koin emas) dan dirham (sebuah koin perak).[15]
Dengan adanya mata uang resmi, perekonomian negara menjadi teratur dan stabil.
4.
Faktor-Faktor Penyokong Kesuksesan Kepemimpinan Usman
Selama 12 tahun masa pemerintahan, Usman ra. menghasilkan
banyak kemajuan yang disebabkan banyak faktor, di antaranya:
a.
Pembangunan Sarana dan Fasilitas
Adapun kegiatan pembangunan wilayah Islam yang luas itu,
meliputi pembangunan daerah-daerah pemukiman, jembatan, jalan, masjid, wisma
tamu, pembangunan kota-kota baru yang kemudian tumbuh pesat.
Masjid Nabawi pun di Madinah diperluas. Dibangun juga
tempat persediaan air di Madinah, di kota-kota padang pasir, dan di
ladang-ladang peternakan unta dan kuda, Pembangunan berbagai sarana umum ini
menunjukan bahwa Usman sebagai khalifah sangat memperhatikan kemaslahatan
rakyat sebagai bentuk dari manifestasi kebudayaan sebuah masyarakat.[16]
b.
Pembukuan Al-Qur’ān Mushaf Usmani
Khalifah Usman melakukan pembukuan Al-Qur’ān dengan penyeragamaan bacaan. Yang mana mushaf ini akan
disebar ke suluruh umat Islam demi kesatuan umat Islam. Penyeragaman bacaan
dilakukan karena pada masa Rasulullah saw, Beliau memberikan kelonggaran kepada
kabilah-kabilah Arab untuk membaca dan menghafalkan Al-Qur’ān menurut lahjah (dialek) masing-masing. Namun seiring
bertambahnya wilayah Islam, dan banyaknya bangsa-bangsa yang memeluk agama
Islam, pembacaan pun menjadi semakin bervariasi.[17]
c.
Armada Laut
Utman adalah khalifah pertama yang membangun angkatan
laut. Alasan pembuatan angkatan laut tersebut masih berhubungan dengan
keinginan untuk memperluas daerah Islam. Karena untuk mencapai daerah-daerah
yang akan ditaklukkan harus melalui perairan, Usman berinisiatif untuk
membentuk angkatan laut. Selain itu, pada saat itu banyak terjadi
serangan-serangan dari laut. Hal ini semakin memperkuat alasan Usman untuk
membentuk angkatan laut dan Usman memberikan kepercayaan tersebut kepada
Muawiyah bin Abi Sofyan.[18]
d.
Kebijakan Militer
Sebagaimana pendahulunya, pemerintahan Usman juga
melakukan ekspansi. Langkah Usman diantaranya sebagai berikut :
1)
Mengangkat kembali panglima ‘Amru bin ‘ash yang telah
diberhentikan untuk menangani masalah di Iskandaria.
2)
Usman juga mengutus Salman Robi’ah al – Baini untuk
berdakwah ke Armenia. Ia berhasil mengajak kerjasama penduduk Armenia.
3)
Perluasan Islam memasuki Tunisia ( Afrika Utara ) di
pimpin oleh Abdullah bin Sa’ad bin Abi Zarrah, yang mana Tunisia sudah lama
sebelumnya di kuasai Romawi.
4)
Menjadikan Mu’awiyah gubernur Syiria, yang berujung bisa
menguasai Asia kecil dan Cyprus.
5)
Dimasa pemerintahan Usman, negeri–negeri yang telah masuk
ke dalam kekuasaan Islam antara lain : Perbatasan Ajjazair (Barqoh, Tripoli
Barat), bagian selatan negeri Nubah, Armenia dan beberapa bagian Thabaristan
bahkan telah melampui sungai Jihun (Amu Daria), negeri Balkh (Pakistan) ,
Kabul, Gaznah di Turkistan.[19]
5.
Faktor-Faktor Penyokong Kesuksesan Kepemimpinan Ali
Kurang lebih lima tahun masa pemerintahan Ali ra. penuh
dengan permasalahan internal, namun Ali masih bisa memberikan kemajuan untuk
umat islam, dengan banyak kebijakan di antaranya:
a.
Membersihkan para pejabat yang korupsi
Ali bin Abi Talib mendengar berita bahwa di antara
gubernur-gubernur yang dulu diangkat oleh khalifah Usman tidak memperlakukan
rakyat dengan adil dan kasih sayang. Bahkan, jumlah pungutan pajak dengan hasil
yang dihimpun oleh negara banyak kejanggalan.
Dengan tegas Ali memberhentikan beberapa gubernur yang
dicurigai melakukan beberapa penyimpangan. Di antara para gubernur yang
diberhentikan adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan selaku gubernur Syam. Karena
peristiwa tersebut, akhirnya terjadilah perselisihan antara kelompok Ali bin
Abi Talib dengan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sufyan.[20]
b.
Melawan pemberontakan-pemberontakan di kalangan umat
Islam
Ali bin Abi Thalib mengambil inisiatif untuk memerangi
gerakan yang dianggap pemberontak dan pembangkangan. Sehingga terjadilah
beberapa peperangan antar umat islam seperti Perang Az-Zabuqah, perang Jamal,
Perang Siffin.[21]
c.
Kepenulisan Ilmu Nahwu
Jasa lain dari khalifah Ali ialah menyempurnakan tulisan
bahasa Arab dengan memberi tanda titik dan harkat (syakal/baris) oleh ahli tata
bahasa yang bernama Abu Aswad Ad-Dualy yang ditugaskan oleh khalifah Ali bin
Abi Thalib. Yang dikenal dengan Nahwu. Pekerjaan tersebut pun disempurnakan
pada zaman khalifah Abdul Malik bin Marwan (Masa Daulah Bani Umayyah).[22]
Dengan adanya ilmu nahwu yang dijadikan sebagai pedoman
dasar dalam mempelajari bahasa al-Qur’ān, maka
orang-orang yang bukan berasal dari masyarkat Arab akan mendapatkan kemudahan
dalam membaca dan memahami sumber ajaran Islam.
d.
Kebijakan Militer
Dengan luasnya wilayah Islam dan sedang bergelojak
masalah internal. Dalam bidang kemiliteran, kaum muslimin pada masa
pemerintahan Ali telah berhasil meluaskan wilayah kekuasaan Islam meskipun
sedikit, sebab Ali fokus menyelesaikan masalah internal dan menjaga dan
mempertahankan keamanan wilayah Islam. Misalnya setelah pemberontakan di Kabul
dan Sistan ditumpas, orang Arab mengadakan penyerangan laut atas Konkan (pantai
Bombay). Negarawan yang juga ahli perang ini mendirikan pemukiman-pemukiman
militer di perbatasan Syiria. Sambil memperkuat daerah perbatasan negaranya, ia
juga membangun benteng-benteng yang tangguh di Utara perbatasan Parsi.[23]
6.
Faktor-Faktor Penyokong Kesuksesan Dinasti Umayah.
Dinasti Umayah selama 90 tahun masa kepemimpinannya
memberikan kemajuan besar bagi umat Islam, hal ini disebabkan banyak faktor, di
antaranya :
a.
Kebijakan Pemerintahan
Sistem penggantian kepala negara bersifat monarchi atau
kerajaan (turun temurun). Pemindahan sistem kekuasaan juga dilakukan Muawiyyah,
sebagai bentuk penyelisihan demokrasi yang dibangun masa Nabi dan empat
Khalifah yang berdasarkan pemilihan atau musyawarah.[24]
Hal ini berakibat kepemimpinan bani Umayah berlangsung lama selama 90 tahun,
sehingga dapat memajukan peradaban Islam secara signifikan dan
berkesinambungan.
Di masa tersebut juga terjadi dikotomi antara kekuasaan
agama ditunjuklah qadhi (hakim) dan kekuasaan politik. Dapatlah dipahami bahwa
Mu’awiyah bukanlah seorang yang ahli dalam keagamaan sehingga diserahkan kepada
para Ulama.[25] Langkah
ini membuat Dinasti umayah fokus dalam persoalan politik dan kekuasaan,
sehingga dapat menguasai daerah-daerah lain.
b.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Dalam daerah kekuasaannya terdapat kota-kota pusat
kebudayaan yaitu Yunani Iskandariyah. Antiokia, Harran dan Yunde Sahpur yang
semula dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan Yahudi, Nasrani dan Zoroaster, Maka
khalifah Yazid yang seorang orator dan berpikiran tajam berupaya menerjemahkan
buku-buku tentang astronomi, kedokteran dan kimia.[26]
Pengaruh lain dari ilmuwan kristen itu adalah penyusunan
ilmu pengetahuan secara sistematis, selain itu berubah pula sistem hafalan
dalam pengajaran kepada sistem tulisan menurut aturan-aturan ilmu pengetahuan
yang berlaku. Pendukung dalam pengembangan ilmu ialah golongan non Arab dan
telaahnya pun sudah meluas sehingga ada spesialisasi ilmu menjadi : ilmu
pengetahuan bidang agama, bidang sejarah, bidang bahasa dan bidang filsafat.[27]
Pada masa ini juga sudah mulai dirancang tentang
undang-undang yang bersumber dari al-Qur’ān, sehingga
menuntut masyarakat mempelajari tentang tafsir al-Qur’ān. Salah seorang ahli tafsir pertama dan termashur pada
masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Pada waktu itu beliau telah menafsirkan
al-Qur’an dengan riwayat dan isnad, kemudian kesulitan-kesulitan dalam
mengartikan al-Qur’ān dicari
melalui hadis, yang pada akhirnya melahirkan ilmu hadist. Dan akhirnya kitab
tentang ilmu hadis sudah mulai dikarang oleh para ulama muslim. Beberapa ulama
hadis yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu Bakar Muhammad bin Muslim
bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin
Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin Amr, Hasan Basri
as-Sya’bi. Dalam bidang hadis ini, Umar bin Abd Aziz secara khusus
memerintahkan Ibn Syihab az-Zuhri untuk mengumpulkan hadis. Oeh karena itu,
Ibnu Syihab telah dianggap sanat berjasa dalam menyebarkan hadis hingga
menembus berbagai zaman. Sejak saat itulah perkembangan kitab-kitab hadis mulai
dilakukan.[28]
Dua hal di atas yang terjadi di masa Dinasti Umayyah
membuka luas pengetahuan umat Islam baik dalam ilmu agama ataupun ilmu umum lainnya.
c.
Gerakan Politik Arabisme
Dengan tatanan masyarakat yang homogen tersebut karena
luasnya wilayah kekuasaan, menimbulkan ambisi penguasa dinasti ini untuk
mempersatukan masyarakat dengan politik Arabisme, yaitu membangun bangsa Arab
yang besar dan sekaligus menjadi kaum muslimin.[29]
Usaha-usaha ke arah itu antara lain mewajibkan untuk
membuat akte kelahiran masyarakat Arab bagi anak-anak yang lahir di
daerah-daerah penaklukan, kewajiban berbahasa Arab bagi penduduk daerah Islam
dan bahkan adat istiadat serta sikap hidup mereka diharuskan menjadi Arab.[30].
Gerakan Arabisme ini menjadikan banyak orang non muslim memeluk agama islam,
sehingga umat Islam memiliki jumlah yang banyak di masa tersebut.
d.
Kebijakan Ekonomi
Dinasti Umayyah mewajibkan pemilik tanah untuk membayar
pajak tanah, namun pajak kepala hanya berlaku kepada penduduk non muslim
sehingga mengakibatkan banyaknya penduduk yang masuk Islam, akibatnya secara
ekonomis penghasilan negara berkurang, namun dengan keberhasilan Dinasti
Umayyah menaklukkan Imperium Persia beserta wilayah kepunyaan Imperium
Byzantium, sesungguhnya kemakmuran bagi Dinasti ini melimpah ruah yang mengalir
untuk kas negara.[31]
Pemerintah juga menjamin keadaan aman untuk lalu lintas
darat dan laut. Lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok demi
memperlancar perdagangan sutera, keramik, obat-obatan dan wewangian. Sedangkan
lalu lintas laut ke arah negeri-negeri belahan untuk mencari rempah-rempah,
kasturi, permata, logam mulia, dan lainnya.[32]
e.
Kebijakan Militer
Pada masa Dinasti Bani Umayah orang masuk tentara
kebanyakan dengan dipaksa atau setengah dipaksa. Untuk menjalankan kewajiban
ini dikeluarkan semacam undang-undang wajib militer yang dinamakan Nidhamut
Tajnidil Ijbary.[33]
Hasil undang-undang tersebut dapat dilihat dari perluasan
wilayah dinasti Umayyah, sebagai berikut:
1)
Menguasai Tunis.
2)
Menguasai Khurasan hingga Lahore di sebelah Timur.
3)
Menguasai Bizantium.
4)
Menguasai Rhodes dan pulau-pulau kecil lainnya di Yunani.
5)
Di sebelah Barat, Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Aljazair
dan Maroko.
6)
Selanjutnya, Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan
Andalusia yakni Toledo, Sevilla, Malaga, Elvira dan Cordova.
7)
Penaklukkan yang sama berlanjut hingga ke Cadiz dan
Calica.
8)
Menaklukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm, Farghana dan
Samarqand.
9)
Menaklukkan India, hingga ke Brahmanabat.[34]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Keadikuasaan Islam di masa Rasulullah hingga Dinasti
Umayah dimulai kepemimpinan Nabi di Madinah yang akhirnya berkuasa di seluruh
semenanjung Arabia. Kemudian kepemimpinan nabi dilanjutkan oleh Abu bakr, Umar,
Usman dan Ali yang secara keseluruhan berhasil merebut beberapa daerah penting
dari Rumawi dan Persia. Sedangkan pada Dinasti Umayah, yang dimulai o leh
Muawiyah bin Abu Sufyan dan diakhiri oleh Marwan bin Muhammad, kekuasan daerah
Islam bertambah luas mencakup tiga bagian utama benua, Asia, Afrika dan Eropa.
Seiring berjalan perluasan kekuasan, ilmu pengetahuan terus bergerak maju
bersama dengan kebijakan-kebijakan pemimpin umat Islam dari jaman Nabi hingga
Marwan bin Muhammad sehingga menjadikan peradaban Islam maju di masa tersebut.
2.
Faktor-faktor penyokong keadikuasaan Islam dari masa Nabi
hingga Dinasti Umayah bermacam-macam mulai dari kebijakan sistem pemerintahan,
kebijakan politik, ekonomi, sosial, militer, pendidikan dan pendidikan mental
dan psikologi. Faktor-faktor penyokong tersebut menjadikan peradaban Islam
berkembang pesat di masanya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,
Dudung. Sejarah Peradaban Islam. Cet. II; Yogyakarta: Lesfi. 2009.
As’ad, Mahrus.
Sejarah Kebudayaan Islam. Cet. I; Jakarta: Erlangga. 2009.
Glasse, Cyril. Ensiklopedia
Islam-Ringkas (terjemahan). Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1999.
Harun, Maidir
dan Firdaus. Sejarah Peradaban Islam. Jil. I. Cet. II; Padang: IAIN-IB
Press. 2002.
Hasan, Hasan
Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam (terjemah). Cet. I; Yogyakarta;
Kota Kembang. 1995.
Hitti, Philip
K. History Of The Arabs (terjemah). Cet. II; Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta. 2010.
Karim, Abdul.
Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Cet. IV; Yogyakarta: Bagaskara.
2012.
Karim,
Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Cet. III;
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006.
Khaeruman,
Badri. Otentisitas Hadis. Cet. II; Bandung: Rosda. 2004.
Maryam dkk. Sejarah
Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Cet. II; Yogyakarta: ESFI.
2002.
Maryam, Siti
(Ed). Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Cet.I;
Yogyakarta: SPI Adab IAIN Sunan Kalijaga. 2002.
Mustaqim, Abd. Studi
Kepemimpinan Islam. Cet. II; Jakarta: Putra Mediatama Press. 2008.
Nuruddin,
Amiur. Ijtihad Umar bin Khattab. Cet. I; Jakarta: Rajawali Press. 1991.
al-Ṭābari, Abu Ja’far. Tarῑkh al-Ṭābari. Jil. IV. Cet.II; Kairo: Da>r Ma’arif. 1973.
[1]Harun Nasution, “Pembaharuan dalam Islam” dalam
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Cet. III; Jakarta: Kencana
Perdana, 2007), h. 4-5.
[2]Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam,
Jil. I (Cet.II; Padang: IAIN-IB Press, 2002), h. 84.
[3]Ahmad Amin, “Fajr al-Islam” dalam Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik, h. 13.
[4]Hasan Ibrahim Hasan, “Tarikh al-Islam” dalam dalam
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, h. 14.
[5]Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, h. 20.
[6]Maman A.M.Sy, “Peletakan Dasar-dasar Peradaban Islam
Masa Rasulullah”, dalam Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam dari Masa
Klasik Hingga Modern (Cet. II; Yogyakarta: ESFI, 2002), h. 37.
[7]J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan
dalam Piagam Madinah ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an (Disertasi; Jakarta:
IAIN Syarif Hidayatullah, 1993), h. 53.
[8]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Cet.V;
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h. 36.
[9]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Cet. III;
Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 72.
[10]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Cet.III;
Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 71.
[11]Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam
(Cet.IV; Yogyakarta: Bagaskara, 2012), h. 86.
[12]Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam-Ringkas (terjemahan)
(Cet.II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 148.
[14]Amir Nuruddin, Ijtihad Umar bin Khattab (Cet. I;
Jakarta: Rajawali Press, 1991), h.128.
[15]Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam (Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 73.
[16]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h. 20.
[17]Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam (Cet.
II; Yogyakarta: Lesfi, 2009), h. 58.
[18]Abd Mustaqim, Studi Kepemimpinan Islam (Cet. II;
Jakarta: Putra Mediatama Press, 2008), h. 47.
[19]Philip K Hitti, History Of The Arabs (terjemah),
(Cet. II; Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), h. 135.
[20]Mahrus As’ad, Sejarah Kebudayaan Islam (Cet. I;
Jakarta: Erlangga, 2009), h. 48.
[21]Mahrus As’ad, Sejarah Kebudayaan Islam, h. 48.
[22]Mahrus As’ad, Sejarah Kebudayaan Islam, h. 48.
[23]Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, h.
78.
[24]Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam
(terjemah) (Cet. I; Yogyakarta; Kota Kembang, 1995), h. 63.
[25]Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam,
Jil. I, h. 85
[26]Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, h. 39.
[27]Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, h. 41.
[28]Badri Khaeruman, Otentisitas Hadist (Cet. II;
Bandung: Rosda, 2004), h. 39.
[29]Siti Maryam (Ed), Sejarah Peradaban Islam dari Masa
Klasik Hingga Modern (Cet. I; Yogyakarta: SPI Adab IAIN Sunan Kalijaga,
2002), h. 88.
[30]W. Montgomery Watt, W. Montgomary Watt, Pergolakan
Pemikiran politik Islam (Cet. I; Jakarta: Bennabi Cipta, 1985), h.72.
[31]Siti Maryam (Ed), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa
Klasik Hingga Modern, h. 92
[32]Siti Maryam (Ed), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa
Klasik Hingga Modern, h. 91
[33]A.Latif Osman, Ringkasan Sejarah (Cet. III;
Jakarta: Widjaya, 1991), h. 99.
[34] A.Latif Osman, Ringkasan Sejarah, h. 99.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar