Jumat, 02 Juni 2017

OBJEK, METODE DAN CABANG-CABANG DALAM FILSFAT ILMU





OBJEK, METODE DAN CABANG-CABANG DALAM FILSFAT ILMU
Makalah
Disampaikan pada Seminar Kelas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Semester dua (II) Tahun Akademik 2016/2017
Kelompok 2

Oleh:
AHMAD MATHAR
Dosen Pemandu:
Prof. Dr. H. Nihaya M, M.Ag



PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2017






A.    PENDAHULUAN
1.   Latar Belakang
Filsafat dan ilmu dalah dua kata yang saling terkait, baik secara subtansial maupun secara historis karena lahirnya ilmu tidak terlepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.[1] Pada dasarnya manusia akan berfikir dalam kesehariannya yang dimana dalam fikiran ini melahirkan ide-ide tentang apa yang menjadi tolak ukur dalam tindakannya, sehinggga ingin mengetahui segala sesuatu yang belum diketahui. Hal inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan makhluk hidup lainnya. Kemampuan berpikir atau daya nalar manusia merupakan penyebab mampu berkembangya pengetahuan, mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus menerus manusia diberikan berbagai pilihan, dalam melakukan pilihan ini manusia berpegang pada pengetahuan.
Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Berbedanya cara dalam mendapatkan pengetahuan tersebut serta tentang apa yang dikaji oleh pengetahuan tersebut membedakan antara jenis pengetahuan yang satu dengan yang lainnya. Pengetahuan dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran.
Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Dalam kajian filsafat ilmu, tentu kita akan memahami apa yang menjadi objek kajiannya, metode yang menjadi cara dalam pelaksanaannya serta cabang yang terdapat dalam filsafat ilmu tersebut.
Di sisi lain, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi, cara menentukan validitas dari sebuah informasi, formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.[2]
2.   Rumusan Masalah
Dari persoalan di atas, maka penulis membagi beberapa rumusan masalah terkait filsafat ilmu, antara lain :
a.    Apa saja objek dari filsafat ilmu?
b.   Bagaimanakah metode dalam filsafat ilmu?
c.    Apa sajakah yang menjadi cabang dalam filsafat ilmu?



B.     PEMBAHASAN
1.   Objek Filsafat Ilmu
Setiap ilmu pengetahuan memiliki objek tertentu yang menjadi lapangana penyelidikan atau lapangan studinya. Objek ini diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang, metode, dan sistem tertentu. Berbicara tentang objek, maka dalam filsafat mesti memiliki objek yang difikirkan. Objek adalah suatu bahan yang menjadi kajian dalam penelaah atau penelitian tentang pengetahuan, dan setiap ilmu pengetahuan pasti memiliki objek.[3]
Dalam filsafat ilmu pada dasarnya terbagi dalam dua macam objek, yaitu objek material dan objek formal yang dimana objek dalam kajian ini, merupakan hal yang difikirkan oleh filosof yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.
a.    Objek material
Objek material filsafat ilmu overlap dengan semua ilmu, yaitu membahas fakta dan kebenaran semua disiplin ilmu, serta konfirmasi dan logika yang digunakan semua disiplin ilmu.[4] Arif Rohman, Rukiyati, dan L. Andriani  mengatakan bahwa, Objek material yakni  suatu bahan yang berupa benda, barang, keadaan atau hal yang dikaji.[5] Menurut Surajiyo, objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Objek material juga adalah hal yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa saja, baik hal-hal kongkret ataupun hal yang abstrak.[6] Dari beberapa pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa objek materil adalah segala suatu yang menjadi sasaran material suatu penyelidikan, serta penelitian keilmuan. Ia bisa berupa apa saja baik benda material atau benda non material. Ia tidak terbatas pada apakah hanya di dalam kenyataan kongret seperti  manusia ataupun alam semetesta ataukah hanya di dalam realitas abstrak seperti Tuhan atau sesuatu yang bersifat ilahiah lainnya.
Maka dalam objek material ini merupakan segala yang ada, maksudnya mencakup ada yang tampak dan yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sementara ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagai filosof membagi objek material filsafat dalam tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam fikiran dan yang ada dalam kemungkinan.[7]
b.    Objek formal
Objek formal filsafat ilmu adalah telaah filsafat tentang fakta dan kebenaran, serta telaah filsafati tentang konfirmasi dan logika. Fakta dan kebenaran menjadi objek formil substantif, sedangkan konfirmasi dan logika menjadi objek formil instrumentatif dalam studi filsafat ilmu.[8] Dalam kajian Arif Rohman, Rukiyati dan L. Andriani menyatakan bahwa objek formal adalah sosok objek material yang dilihat dan didekati dengan sudut pandang dan perspektif tertentu atau dalam istilah lain kemampuan berpikir manusia dalam memperoleh pengetahuan yang benar.[9] Sementara objek formal menurut Waryani Fajar Riyanto adalah cara pandang tertentu, atau sudut pandang tertentu yang dimiliki serta yang menentukan satu macam ilmu.[10] Sementara Surajiyo menyatakan objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu disorot.[11]
Jadi dalam objek formal filsafat, merupakan telaah terhadap dunia ilmuwan mencakup berbagai macam fenomena yang telah ditujukan terhadap objek materil kedalam objek formalnya. Sehingga dapat mencapai pada hakikat dari objek materilnya, dalam objek formal filsafat akan membahas pada objek materilnya sampai ke hakikat atau esensi dari yang dibahasnya. Dalam penggabungan antara objek material dan objek formal menjadikan pokok soal tertentu yang dibahas dalam pengetahuan ilmiah dan menjadi objek yang sebenarnya dari cabang ilmu yang bersangkutan. Sehingga dalam objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan rasional tentang segala hal yang ada.
2.   Metode Fisafat Ilmu
Istilah metode berasal dari kata Yunani, methodos yang berarti apa yang ada di sebalik jalan atau cara. Kata methodos dari akar kata meta (di sebalik) dan hodos (jalan). Dalam konteks keilmuan, metode berarti cara atau prosedur atau jalan yang ditempuh dalam rangka mencapai kebenaran. Langkah-langkah itu harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah di hadapan akalbudi: runtut, logis-rasional, dan konsisten. Dengan metode dimaksudkan agar langkah-langkah pencarian kebenaran ilmiah dapat dilaksanakan secara tertib dan terarah, sehingga dapat dicapai hasil optimal.[12]
Filsafat berasal dari kata Philos dan Sophia yang berarti mencintai kebijakan sebagai suatu ilmu memang berbeda dari ilmu-ilmu lain. Perbedaannya antara lain mengenai obyeknya, baik material maupun formal. Obyek materialnya adalah seluruh kenyataan baik yang diinderai maupun yang bisa dimengerti. Ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan lainnya juga membahas realitas, tetapi hanya sebagaian saja, satu bidang tertentu. Obyek formalnya yaitu sorotan terhadap obyek material sampai mendalam. Kalau mengambil terminologi Scolastic, filsafat dirumuskan sebagai Scientia per ultimas causas atau pengetahuan melalui sebab-sebab terakhir. Karena itu jalan untuk mencapai kesana memang khusus dan itulah yang disebut sebagai metode filsafat.[13]
Matode yang digunakan dalam ilmu filsafat pada dasarnya sangatlah banyak, sebanyak para tokoh filosofi atau filosof yang dimana masing-masing memiliki metode dan menanamkan metodenya tersebut. Seperti yang telah dilakukan oleh Socrates dan Plato, maka metode yang mereka pakai dinamai metode kritis.[14]
Ada dua macam dalam metode filsafat yang paling dasar, yakni Metode Umum dan Metode Khusus.
a.    Metode Umum
Ada dua pasang metode berpikir: Deduksi-Induksi dan Analisis-Sintesis.
1)   Metode Induksi-Deduksi
Metode induksi ialah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum.  Sementara metode deduksi ialah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal masalah yang bersifat umum, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus.[15]
2)    Metode Analisis-Sintesis           
Metode analisis dalah jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan mengadakan pemerincian terhadap obyek yang diteliti. Metode analisis ini dapat diterapkan terhadap pengertian-pengertian yang bersifat apriori dan aposteriori. Makna apriori adalah sifat bahanya diperoleh tidak melalui atau tidak berupa pengalaman indrawi. Berarti, adanya hanya pikiran manusia. Misalnya dalam bentuk kontruksi-kontruksi pikiran atau bahkan dalam bentuk citra pikiran manusia. Sementara makna aposteriori menunjukan pengertian-pengertian mengenai hal-hal yang ada dan sudah pernah dalam pengalaman manusia kususnya indrawi. Maksutnya merupakan pengertian-pengertian hal-hal yang dapet diserap oleh panca indra.[16]
Di dalam filsafat, analisis berarti pemerincian istilah-istilah atau pendapat-pendapat kedalam bagian-bagianya sedemikian rupa sehingga kita dapat melakukan pemeriksaan atas arti yang dikandungnya. Maksutnya ialah untuk memperoleh kejelasan arti yang sebenar-benarnya. Jika berusaha memahami sesuatu maka kita perlu kejelasan tentang arti yang ingin dipahami.
Metode Sintesis  adalah jalan yang dipakai untuk mendapakan ilmu pengetahuan ilmiah dengan cara mengumpulkan atau menggabungkan. Metode ini pula bararti cara penanganan terhadap obyek ilmiah tertentu dengan cara menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lain, yang pada akhirnya dapat diperoleh pengetahuan yang sifatnya baru. Maksud pokok metode sintesis adalah mengumpulkan semua pengetahuan yang dapat diperoleh untuk menyusun pandangan dunia. Sintesis merupakan usaha untuk mencari kesatuan dalam keberagaman.[17]
b.   Metode Khusus
Metode khusus ialah metode khas tiap-tiap ilmu atau kelompok ilmu. Pada dasarnya setiap ilmu atau kelompok ilmu memiliki metode khasnya masing-masing. Metode ini berkenaan dengan “operasi” atau kegiatan “riset” dalam ilmu bersangkutan. Ada banyak metode khusus diantaranya adalah :
1)   Metode Kritis-Dialegtis
Metode kritis dialegtis ini, merupakan metode yang dikemukakan oleh Socrates dan kemudian dilanjutkan oleh muridnya Plato, dan dikembangkan lebih lanjut. Dalam dialog Plato, orang dituntun untuk memahami hakekat objek dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara kritis dan mencari rumusan jawaban yang benar sehingga dialog tersebut merupakan dialog dan kritik terhadap pencarian ilmu. Plato mengatakan bahwa objek filsafat adalah penemuan kenyataan atau kebenaran absolute (keduanya sama-sama dalam pandangannya) lewat “dialegtika”.[18]
Olehnya itu, metode Socrates dan Plato ini disebut metode kritis-dialegtis, sebab proses yang terjadi dalam implikasinya adalah menjernihkan keyakinan-keyakinan orang. Meneliti apakan memiliki kosistensi intern atau tidak. Prinsip utama dalam metode kritis adalah perkembangan pemikiran dengan cara mempertemukan ide-ide, interplay antar ide. Sasarannya adalah yang umum atau batiniah.
2)   Matode Skolastik
Metode ini dikembangkan oleh Aristoteles dan Thomas Aquinas, metode ini sering disebut dengan istilah sintesis deduktif. Metode skolastik ini banyak dipakai untuk menguraikan metode mangajar di sekolah atau di perguruan tinggi, dan bukan hanya dalam bidang ilmu filsafat saja, melainkan semua ilmu, seperti ilmu hukum, ilmu pasti dan ilmu umum lainnya.[19]
3)   Metode Intuitif
Metode ini dikemukan oleh Plotinos, dalam metode intuisi bisa berarti pengenalan terhadap sesuatu secara langsung atau kemampuan untuk memiliki pengetahuan segera dan langsung tentang sesuatu tanpa menggunakan rasio. Plotinos mencoba menyusun suatu sintesa dari aneka unsure filsafat yunani. Ia sebenarnya dipengaruhi cukup kuat oleh pandangan Plato, karena itu ia disebut sebagai neoplatonisme, tetapi ia juga mengintegrasikan dengan filsafat Aristoteles. Semua cabang filsafat ia perhatikan kecuali politik. Dalam pandangan filsafatnya ini, bukan hanya doktrin tetapi merupakan suatu cara hidup (way of  life). Hal ini dapat dibandingkan dengan suatu bicara di mana ia dan teman-temannya menghayati suatu hidup religi yang mendalam.[20]
4)   Metode Geometris
Metode ini di pelopori oleh Rene Descartes ia merupakan filsafat modern yang berusaha melepaskan dari pengaruh filsafat klasik. Dalam metodenya,  Descartes mengintegrasikan logika, analisa geometris dan aljabar dengan menghindari kelemahannya. Metode ini membuat kombinasi dari pemahaman intuitif akan pemecahan soal dan uraian analitis. Descartes ingin mencari titik pangkal yang bersifat mutlak dari filsafat dengan menolak atau meragukan metode-metode dan pengetahuan lain secara prinsipil ia menghasilkan segala-galanya. Tapi keraguan ini adalah bersifat kritis. Descartes banyak berpengaruh pada filsafat dan ilmu pengetahuan modern. Terutama usaha-usaha pembaharuannya, baik dalam pemikiran maupun metode ilmiah. Tapi juga banyak kritik ditujukan pada filsafat dan pembaharuannya.[21]
Dari beberapa metode khusus yang dikemukakan oleh para filosof di atas semuanya merupakan bentuk ilmu dalam filsafat yang telah menjadi telaah dalam dinamika kehidupan terhadap tatanan sosial. Perlu diketahui bahwa dalam ilmu filsafat telaah kritik  menjadi salah satu metode yang kerap dilakukan, sebab dalam metode kritik merupakan bentuk penolakan terhadap paham atau pendapat para tokoh. Namun bahkan terkadang menjadi dukungan atau memperkuat terhadap paham atau filsafat yang dikajiinya. Olehnya itu sebagai ilmu dalam filsafat beberapa metode khusus dapat berlaku pada tatanan sosial tergantung pada hal posisinya ketika metode tersebut dapat diberlakukan.
3.   Cabang Filsafat Ilmu
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan, sehingga ilmu-ilmu yang lain merupakan anak dari filsafat itu sendiri. Filsafat merupakan bidang studi yang memiliki cakupan yang sangat luas sehingga diperlukan pembagan yang lebih kecil lagi.[22]  Dalam hal pembagian cabang yang terdapat dalam filsafat, semua tokoh masing-masing memiliki metode yang berbeda, guna melakukan penghimpunan terhadap kriteria kefilsafatan.
Jika kita mengamati karya-karya besar filsuf, seperti Aristoteles (384-322 SM) dan Immanuel Kant (1724-1804), ada tiga tema besar yang menjadi fokus kajian dalam karya-karya mereka, yakni kenyataan, nilai, dan pengetahuan. Ketiga tema besar tersebut masing-masing dikaji dalam tiga cabang besar filsafat. Kenyataan merupakan bidang kajian metafisika, nilai adalah bidang kajian aksiologi, dan pengetahuan merupakan bidang kajian epistemologi.[23]
Namun ada juga yang membagi cabang filsafat berdasarkan karakteristik objeknya. Berdasarkan karakteristik objeknya filsafat dibagi dua, yaitu:
a.    Filsafat Umum/Murni
1)      Metafisika, objeknya adalah hakikat tentang segala sesuatu yang ada.
2)   Epistemologi. Objeknya adalah pengetahuan/kenyataan.
3)   Logika. Merupakan studi penyusunan argumen-argumen dan penarikan kesimpulan yang valid. Namun ada juga yang memasukkan Logika ke dalam kajian epistemologi.
4)   Aksiologi. Objek kajiannya adalah hakikat menilai kenyataan.
b.   Filsafat Khusus/Terapan,
Filsafat tersebut  lebih mengkaji pada salah satu aspek kehidupan. Seperti filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat bahasa, dan lain sebagainya.[24]  Namun  dalam pembagian cabang-cabang filsafat di atas tidak kaku. Seorang filsuf yang mengklaim bahwa pemikiran filsafatnya berupa kajian ontologis sering kali pula membahas masalah-masalah eksistensi manusia, kebudayaan, kondisi masyarakat, bahkan etika. Ini misalnya tampak dari filsafat Heidegger. Dalam bukunya yang terkenal, “Being and Time” dia menulis bahwa filsafatnya dimaksudkan untuk mencari dan memahami “ada”. Akan tetapi dia mengakui bahwa “ada” hanya dapat ditemukan pada eksistensi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam bukunya itu dia membahas mengenai keotentikan, kecemasan, dan pengalaman-pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari.[25]
















C. PENUTUP
1.   Kesimpulan
a.    Dalam filsafat ilmu pada dasarnya terbagi dalam dua macam objek, yaitu objek material dan objek formal. Objek material ini merupakan segala yang ada, maksudnya mencakup ada yang tampak dan yang tidak tampak. Objek formal filsafat, merupakan telaah terhadap dunia ilmuwan mencakup berbagai macam fenomena yang telah ditujukan terhadap objek materil kedalam objek formalnya, sehingga dapat mencapai pada hakikat dari objek materilnya, dalam objek formal filsafat akan membahas pada objek materilnya sampai ke hakikat atau esensi dari yang dibahasnya;
b.   Metode dalam filsafat ilmu terbagi menjadi dua yakni: metode umum dan khusus. Dalam metode umum terbagi dua pasang metode berpikir yakni: Deduksi-Induksi dan Analisis-Sintesis. Sementara metode khusus ialah metode khas tiap-tiap ilmu atau kelompok ilmu, karena dalam metode khusus merupakan suatu cara yang dikemukakan oleh seorang filosuf dalam memecahkan sebah masalah.
c.    Cabang-cabang filsafat ilmu terbagi dalam dua bagian yaitu: filsafat umum/murni dan filsafat khusus/terapan. Filsafat umum meliputi tinjauan Metafisika, Epistemologi, Logika, dan Aksiologi. Sementara dalam filsafat khusus/terapan lebih mengkaji pada salah satu aspek kehidupan, seperti filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat bahasa, dan lain sebagainya.




Daftar Pustaka
Abidin , Zainal. Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.                 
Bakhtiar, Asmal. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Bakker, Anton. Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1990.
Febrian, Philip. “Metode - metode filsafat”, dalam wordpress, https://archepark.wordpress.com/2013/05/03/metode-metode-filsafat/, (14 April 2017).
Mudhafar, Ali. Filsafat Ilmu. Cet. I; Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1996.
Mudyaharjo, Redja. Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar. Bandung, t.p,  2008.       
Muhadjir, Noeng. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Rake Sarasin, 2011.
Riyanto, Armada.  Pengantar Filsafat : Pendekatan Sistematis. Malang: UMM Press, 2004.
Riyanto, Waryani Fajar. Filsafat Ilmu Topik-topik Estimologi. Yogyakarta: Integrasi Interrkoneksi Press, 2011.
Rohman, Arif,  Rukiyati, dan L. Andriani. Mengenal Epistimologi dan Logika Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011.
Sudarto. Metodologi Penelitian  Filsafat. Jakarta: PT  RajaGrafindo Persada, 2002.
Surajiyo,  Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Susanto, A. Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011.
Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta: Indeks, 2008.
Wiramihardja,  Sutardjo A. Pengantar Filsafat.. Bandung: PT.Refika Aditama, 2006.


[1]Asmal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Rajawali Pers, 2016),  h. XI
[2]Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar (Jakarta: Indeks, 2008),       h. 20.
[3]A. Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), h. 11
[4]Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu (Yogyakarta : Rake Sarasin, 2011), h. 9.
[5]Arif Rohman, Rukiyati, dan L. Andriani, Mengenal Epistimologi dan Logika Pendidikan (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011),  h. 22.
[6]Surajiyo,  Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 5.
[7]Asmal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 1
[8] Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, h. 9
[9]Arif Rohman, Rukiyati, dan L. Andriani, Mengenal Epistimologi dan Logika Pendidikan,    h. 22.
[10]Waryani Fajar Riyanto, Filsafat Ilmu Topik-topik Estimologi (Yogyakarta: Integrasi Interrkoneksi Press, 2011), h. 20.
[11]Surajiyo,  Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar, h.7.
[12]Philip Febrian, “Metode - metode filsafat”, dalam wordpress, https://archepark.wordpress.com/2013/05/03/metode-metode-filsafat/, (14 April 2017).
[13]Sutardjo A. Wiramihardja,  Pengantar Filsafat (Bandung: PT.Refika Aditama, 2006), h. 9.
[14]A. Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis, h. 13.
[15]Anton Bakker, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990), t.h.
[16]Sudarto, Metodologi Penelitian  Filsafat (Jakarta: PT  RajaGrafindo Persada, 2002), h. 43.
[17] Sudarto, Metodologi Penelitian  Filsafat, h. 43.
[18]Ali Mudhafar, Filsafat Ilmu (Cet. I; Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1996), h. 2.
[19]A. Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis, h. 13.
[20]Armada Riyanto, Pengantar Filsafat : Pendekatan Sistematis (Malang: UMM Press, 2004),   h. 47.
[21]Armada Riyanto, Pengantar Filsafat : Pendekatan Sistemati, h. 50.
[22]A. Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis, h. 19.
[24]Redja Mudyaharjo, Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar (Bandung, t.p,  2008), h. 7.       
[25]Zainal Abidin, Pengantar Filsafat Barat, h. 26.

1 komentar:

  1. 1xbet korean - Legalbet.co.kr
    1xbet korean. Free Bet Code. 2021. 1xbet korean 1xbet korean. Free Bet Code. 2021. 1xbet korean. Sports Betting. 1xbet korean. septcasino Sportsbook choegocasino Reviews. 1xbet korean.

    BalasHapus