OBJEK, METODE DAN CABANG-CABANG DALAM FILSFAT ILMU
Makalah
Disampaikan pada Seminar Kelas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Semester dua (II)
Tahun Akademik 2016/2017
Kelompok 2
Oleh:
AHMAD MATHAR
Dosen
Pemandu:
Prof. Dr. H. Nihaya M, M.Ag
PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2017
A.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Filsafat
dan ilmu dalah dua kata yang saling terkait, baik secara subtansial maupun
secara historis karena lahirnya ilmu tidak terlepas dari peranan filsafat,
sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.[1]
Pada dasarnya manusia akan berfikir dalam kesehariannya yang dimana dalam
fikiran ini melahirkan ide-ide tentang apa yang menjadi tolak ukur dalam
tindakannya, sehinggga ingin mengetahui segala sesuatu yang belum
diketahui. Hal inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan makhluk
hidup lainnya. Kemampuan berpikir atau daya nalar manusia merupakan penyebab
mampu berkembangya pengetahuan, mengetahui mana yang benar dan mana yang salah,
mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus
menerus manusia diberikan berbagai pilihan, dalam melakukan pilihan ini manusia
berpegang pada pengetahuan.
Pengetahuan merupakan hasil proses
dari usaha manusia untuk tahu. Berbedanya cara dalam mendapatkan pengetahuan
tersebut serta tentang apa yang dikaji oleh pengetahuan tersebut membedakan
antara jenis pengetahuan yang satu dengan yang lainnya. Pengetahuan
dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia mempunyai
bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang
melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah kemampuan berpikir menurut
suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti
ini disebut penalaran.
Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap
metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara
logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Dalam kajian
filsafat ilmu, tentu kita akan memahami apa yang menjadi objek kajiannya,
metode yang menjadi cara dalam pelaksanaannya serta cabang yang terdapat dalam
filsafat ilmu tersebut.
Di
sisi lain, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu
berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana
suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep
tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta
memanfaatkan alam melalui teknologi, cara
menentukan validitas dari sebuah informasi, formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam
penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi
metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu
sendiri.[2]
2. Rumusan Masalah
Dari
persoalan di atas, maka penulis membagi beberapa rumusan masalah terkait
filsafat ilmu, antara lain :
a.
Apa
saja objek dari filsafat ilmu?
b.
Bagaimanakah
metode dalam filsafat ilmu?
c.
Apa
sajakah yang menjadi cabang dalam filsafat ilmu?
B. PEMBAHASAN
1. Objek Filsafat
Ilmu
Setiap
ilmu pengetahuan memiliki objek tertentu yang menjadi lapangana penyelidikan
atau lapangan studinya. Objek ini diperoleh melalui pendekatan atau cara
pandang, metode, dan sistem tertentu. Berbicara tentang objek, maka dalam
filsafat mesti memiliki objek yang difikirkan. Objek adalah suatu bahan yang
menjadi kajian dalam penelaah atau penelitian tentang pengetahuan, dan setiap
ilmu pengetahuan pasti memiliki objek.[3]
Dalam
filsafat ilmu pada dasarnya terbagi dalam dua macam objek, yaitu objek material
dan objek formal yang dimana objek dalam kajian ini, merupakan hal yang
difikirkan oleh filosof yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.
a.
Objek material
Objek material filsafat ilmu overlap
dengan semua ilmu, yaitu membahas fakta dan kebenaran semua disiplin ilmu,
serta konfirmasi dan logika yang digunakan semua disiplin ilmu.[4]
Arif
Rohman, Rukiyati, dan L. Andriani mengatakan bahwa, Objek material yakni suatu bahan yang berupa benda, barang, keadaan
atau hal yang dikaji.[5]
Menurut Surajiyo, objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Objek material juga adalah hal
yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek
material mencakup apa saja, baik hal-hal kongkret ataupun hal yang abstrak.[6]
Dari beberapa pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa objek materil adalah segala
suatu yang menjadi sasaran material suatu penyelidikan, serta penelitian
keilmuan. Ia bisa berupa apa saja baik benda material atau benda non material.
Ia tidak terbatas pada apakah hanya di dalam kenyataan kongret seperti
manusia ataupun alam semetesta ataukah hanya di dalam realitas abstrak seperti
Tuhan atau sesuatu yang bersifat ilahiah lainnya.
Maka dalam objek material ini merupakan
segala yang ada, maksudnya mencakup ada yang tampak dan yang tidak tampak. Ada
yang tampak adalah dunia empiris, sementara ada yang tidak tampak adalah alam
metafisika. Sebagai filosof membagi objek material filsafat dalam tiga bagian,
yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam fikiran dan yang ada dalam
kemungkinan.[7]
b.
Objek formal
Objek formal filsafat ilmu adalah
telaah filsafat tentang fakta dan kebenaran, serta telaah filsafati tentang
konfirmasi dan logika. Fakta dan kebenaran menjadi objek formil substantif,
sedangkan konfirmasi dan logika menjadi objek formil instrumentatif dalam studi
filsafat ilmu.[8]
Dalam kajian Arif Rohman, Rukiyati dan L. Andriani menyatakan bahwa objek
formal adalah sosok objek material yang dilihat dan didekati dengan sudut
pandang dan perspektif tertentu atau dalam istilah lain kemampuan berpikir
manusia dalam memperoleh pengetahuan yang benar.[9]
Sementara objek formal menurut Waryani Fajar Riyanto adalah cara pandang
tertentu, atau sudut pandang tertentu yang dimiliki serta yang menentukan satu
macam ilmu.[10] Sementara Surajiyo menyatakan objek formal filsafat
ilmu adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau
pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu disorot.[11]
Jadi dalam objek formal filsafat,
merupakan telaah terhadap dunia ilmuwan mencakup berbagai macam fenomena yang
telah ditujukan terhadap objek materil kedalam objek formalnya. Sehingga dapat
mencapai pada hakikat dari objek materilnya, dalam objek formal filsafat akan
membahas pada objek materilnya sampai ke hakikat atau esensi dari yang
dibahasnya. Dalam penggabungan antara objek material dan objek formal menjadikan
pokok soal tertentu yang dibahas dalam pengetahuan ilmiah dan menjadi objek
yang sebenarnya dari cabang ilmu yang bersangkutan. Sehingga dalam objek
formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan rasional
tentang segala hal yang ada.
2. Metode Fisafat
Ilmu
Istilah
metode berasal dari kata Yunani, methodos yang berarti apa yang ada di
sebalik jalan atau cara. Kata methodos dari akar kata meta (di
sebalik) dan hodos (jalan). Dalam konteks keilmuan, metode berarti cara
atau prosedur atau jalan yang ditempuh dalam rangka mencapai kebenaran.
Langkah-langkah itu harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah di hadapan
akalbudi: runtut, logis-rasional, dan konsisten. Dengan metode dimaksudkan agar
langkah-langkah pencarian kebenaran ilmiah dapat dilaksanakan secara tertib dan
terarah, sehingga dapat dicapai hasil optimal.[12]
Filsafat
berasal dari kata Philos dan Sophia yang berarti mencintai kebijakan
sebagai suatu ilmu memang berbeda dari ilmu-ilmu lain. Perbedaannya antara lain
mengenai obyeknya, baik material maupun formal. Obyek materialnya adalah
seluruh kenyataan baik yang diinderai maupun yang bisa dimengerti. Ilmu
pengetahuan-ilmu pengetahuan lainnya juga membahas realitas, tetapi hanya
sebagaian saja, satu bidang tertentu. Obyek formalnya yaitu sorotan terhadap
obyek material sampai mendalam. Kalau mengambil terminologi Scolastic, filsafat dirumuskan sebagai Scientia per ultimas causas atau
pengetahuan melalui sebab-sebab terakhir. Karena itu jalan untuk mencapai
kesana memang khusus dan itulah yang disebut sebagai metode filsafat.[13]
Matode
yang digunakan dalam ilmu filsafat pada dasarnya sangatlah banyak, sebanyak
para tokoh filosofi atau filosof yang dimana masing-masing memiliki metode dan
menanamkan metodenya tersebut. Seperti yang telah dilakukan oleh Socrates dan
Plato, maka metode yang mereka pakai dinamai metode kritis.[14]
Ada dua macam dalam metode filsafat yang paling dasar, yakni
Metode Umum dan Metode Khusus.
a.
Metode
Umum
Ada dua pasang metode berpikir: Deduksi-Induksi dan
Analisis-Sintesis.
1)
Metode Induksi-Deduksi
Metode induksi ialah suatu cara atau
jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dengan bertitik tolak
dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus, kemudian
menarik kesimpulan yang bersifat umum. Sementara
metode deduksi ialah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan
pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal masalah
yang bersifat umum, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus.[15]
2)
Metode
Analisis-Sintesis
Metode analisis dalah jalan yang
dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan mengadakan pemerincian
terhadap obyek yang diteliti. Metode analisis ini dapat diterapkan terhadap
pengertian-pengertian yang bersifat apriori
dan aposteriori. Makna apriori adalah sifat bahanya diperoleh
tidak melalui atau tidak berupa pengalaman indrawi. Berarti, adanya hanya
pikiran manusia. Misalnya dalam bentuk kontruksi-kontruksi pikiran atau bahkan
dalam bentuk citra pikiran manusia. Sementara makna aposteriori menunjukan pengertian-pengertian mengenai hal-hal yang
ada dan sudah pernah dalam pengalaman manusia kususnya indrawi. Maksutnya
merupakan pengertian-pengertian hal-hal yang dapet diserap oleh panca indra.[16]
Di dalam filsafat, analisis berarti
pemerincian istilah-istilah atau pendapat-pendapat kedalam bagian-bagianya
sedemikian rupa sehingga kita dapat melakukan pemeriksaan atas arti yang
dikandungnya. Maksutnya ialah untuk memperoleh kejelasan arti yang
sebenar-benarnya. Jika berusaha memahami sesuatu maka kita perlu kejelasan
tentang arti yang ingin dipahami.
Metode Sintesis adalah
jalan yang dipakai untuk mendapakan ilmu pengetahuan ilmiah dengan cara
mengumpulkan atau menggabungkan. Metode ini pula bararti cara penanganan
terhadap obyek ilmiah tertentu dengan cara menggabungkan pengertian yang satu
dengan pengertian yang lain, yang pada akhirnya dapat diperoleh pengetahuan
yang sifatnya baru. Maksud pokok metode sintesis adalah mengumpulkan semua
pengetahuan yang dapat diperoleh untuk menyusun pandangan dunia. Sintesis merupakan
usaha untuk mencari kesatuan dalam keberagaman.[17]
b.
Metode
Khusus
Metode khusus ialah metode khas
tiap-tiap ilmu atau kelompok ilmu. Pada dasarnya setiap ilmu atau kelompok ilmu
memiliki metode khasnya masing-masing. Metode ini berkenaan dengan “operasi”
atau kegiatan “riset” dalam ilmu bersangkutan. Ada banyak metode khusus
diantaranya adalah :
1)
Metode Kritis-Dialegtis
Metode kritis dialegtis ini, merupakan
metode yang dikemukakan oleh Socrates dan kemudian dilanjutkan oleh muridnya
Plato, dan dikembangkan
lebih lanjut. Dalam dialog Plato, orang dituntun untuk memahami hakekat objek
dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara kritis dan mencari rumusan
jawaban yang benar sehingga dialog tersebut merupakan dialog dan kritik
terhadap pencarian ilmu. Plato mengatakan bahwa objek filsafat adalah penemuan
kenyataan atau kebenaran absolute (keduanya sama-sama dalam pandangannya) lewat
“dialegtika”.[18]
Olehnya
itu, metode Socrates dan Plato ini disebut metode kritis-dialegtis, sebab
proses yang terjadi dalam implikasinya adalah menjernihkan keyakinan-keyakinan
orang. Meneliti apakan memiliki kosistensi intern atau tidak. Prinsip utama
dalam metode kritis adalah perkembangan pemikiran dengan cara mempertemukan
ide-ide, interplay antar ide.
Sasarannya adalah yang umum atau batiniah.
2)
Matode Skolastik
Metode
ini dikembangkan oleh Aristoteles dan Thomas Aquinas, metode ini sering disebut
dengan istilah sintesis deduktif. Metode skolastik ini banyak dipakai untuk
menguraikan metode mangajar di sekolah atau di perguruan tinggi, dan bukan
hanya dalam bidang ilmu filsafat saja, melainkan semua ilmu, seperti ilmu
hukum, ilmu pasti dan ilmu umum lainnya.[19]
3)
Metode Intuitif
Metode ini dikemukan oleh Plotinos, dalam metode intuisi bisa
berarti pengenalan terhadap sesuatu secara langsung atau kemampuan untuk
memiliki pengetahuan segera dan langsung tentang sesuatu tanpa menggunakan
rasio. Plotinos mencoba menyusun suatu
sintesa dari aneka unsure filsafat yunani. Ia sebenarnya dipengaruhi cukup kuat
oleh pandangan Plato, karena itu ia disebut sebagai neoplatonisme, tetapi ia
juga mengintegrasikan dengan filsafat Aristoteles. Semua cabang filsafat ia
perhatikan kecuali politik. Dalam pandangan filsafatnya ini, bukan hanya
doktrin tetapi merupakan suatu cara hidup (way
of life). Hal ini dapat dibandingkan dengan suatu bicara di mana ia
dan teman-temannya menghayati suatu hidup religi yang mendalam.[20]
4)
Metode Geometris
Metode ini di pelopori oleh Rene
Descartes ia merupakan filsafat modern yang berusaha melepaskan dari pengaruh
filsafat klasik. Dalam metodenya, Descartes mengintegrasikan logika, analisa
geometris dan aljabar dengan menghindari kelemahannya. Metode ini membuat
kombinasi dari pemahaman intuitif akan pemecahan soal dan uraian analitis.
Descartes ingin mencari titik pangkal yang bersifat mutlak dari filsafat dengan
menolak atau meragukan metode-metode dan pengetahuan lain secara prinsipil ia
menghasilkan segala-galanya. Tapi keraguan ini adalah bersifat kritis.
Descartes banyak berpengaruh pada filsafat dan ilmu pengetahuan modern.
Terutama usaha-usaha pembaharuannya, baik dalam pemikiran maupun metode ilmiah.
Tapi juga banyak kritik ditujukan pada filsafat dan pembaharuannya.[21]
Dari
beberapa metode khusus yang dikemukakan oleh para filosof di atas semuanya merupakan
bentuk ilmu dalam filsafat yang telah menjadi telaah dalam dinamika kehidupan
terhadap tatanan sosial. Perlu diketahui bahwa dalam ilmu filsafat telaah
kritik menjadi salah satu metode yang
kerap dilakukan, sebab dalam metode kritik merupakan bentuk penolakan terhadap
paham atau pendapat para tokoh. Namun bahkan terkadang menjadi dukungan atau
memperkuat terhadap paham atau filsafat yang dikajiinya. Olehnya itu sebagai ilmu
dalam filsafat beberapa metode khusus dapat berlaku pada tatanan sosial tergantung
pada hal posisinya ketika metode tersebut dapat diberlakukan.
3. Cabang Filsafat
Ilmu
Filsafat
merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan, sehingga ilmu-ilmu yang lain
merupakan anak dari filsafat itu sendiri. Filsafat merupakan bidang studi yang memiliki
cakupan yang sangat luas sehingga diperlukan pembagan yang lebih kecil lagi.[22] Dalam hal pembagian cabang yang terdapat
dalam filsafat, semua tokoh masing-masing memiliki metode yang berbeda, guna
melakukan penghimpunan terhadap kriteria kefilsafatan.
Jika kita mengamati karya-karya besar filsuf, seperti Aristoteles
(384-322 SM) dan Immanuel Kant (1724-1804), ada tiga tema besar yang menjadi
fokus kajian dalam karya-karya mereka, yakni kenyataan, nilai, dan pengetahuan.
Ketiga tema besar tersebut masing-masing dikaji dalam tiga cabang besar
filsafat. Kenyataan merupakan bidang kajian metafisika, nilai adalah bidang
kajian aksiologi, dan pengetahuan merupakan bidang kajian epistemologi.[23]
Namun ada juga yang membagi cabang filsafat berdasarkan
karakteristik objeknya. Berdasarkan karakteristik objeknya filsafat dibagi dua,
yaitu:
a.
Filsafat Umum/Murni
1)
Metafisika, objeknya adalah hakikat tentang segala sesuatu yang
ada.
2)
Epistemologi. Objeknya adalah pengetahuan/kenyataan.
3)
Logika. Merupakan studi penyusunan argumen-argumen dan penarikan
kesimpulan yang valid. Namun ada juga yang memasukkan Logika ke dalam kajian
epistemologi.
4)
Aksiologi. Objek kajiannya adalah hakikat menilai kenyataan.
b.
Filsafat Khusus/Terapan,
Filsafat tersebut lebih
mengkaji pada salah satu aspek kehidupan. Seperti filsafat hukum, filsafat
pendidikan, filsafat bahasa, dan lain sebagainya.[24] Namun
dalam pembagian cabang-cabang filsafat di atas tidak kaku. Seorang
filsuf yang mengklaim bahwa pemikiran filsafatnya berupa kajian ontologis
sering kali pula membahas masalah-masalah eksistensi manusia, kebudayaan,
kondisi masyarakat, bahkan etika. Ini misalnya tampak dari filsafat Heidegger.
Dalam bukunya yang terkenal, “Being and Time” dia menulis bahwa
filsafatnya dimaksudkan untuk mencari dan memahami “ada”. Akan tetapi dia
mengakui bahwa “ada” hanya dapat ditemukan pada eksistensi manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam bukunya itu dia membahas mengenai
keotentikan, kecemasan, dan pengalaman-pengalaman manusia dalam kehidupan
sehari-hari.[25]
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
a.
Dalam
filsafat ilmu pada dasarnya terbagi dalam dua macam objek, yaitu objek material
dan objek formal. Objek material ini merupakan segala
yang ada, maksudnya mencakup ada yang tampak dan yang tidak tampak. Objek
formal filsafat, merupakan telaah terhadap dunia ilmuwan mencakup berbagai
macam fenomena yang telah ditujukan terhadap objek materil kedalam objek
formalnya, sehingga dapat mencapai pada hakikat dari objek materilnya, dalam
objek formal filsafat akan membahas pada objek materilnya sampai ke hakikat
atau esensi dari yang dibahasnya;
b.
Metode dalam filsafat ilmu terbagi
menjadi dua yakni: metode umum dan khusus. Dalam metode umum terbagi dua pasang
metode berpikir yakni: Deduksi-Induksi dan Analisis-Sintesis. Sementara metode
khusus ialah metode khas tiap-tiap ilmu atau kelompok ilmu, karena dalam metode
khusus merupakan suatu cara yang dikemukakan oleh seorang filosuf dalam
memecahkan sebah masalah.
c.
Cabang-cabang filsafat ilmu terbagi
dalam dua bagian yaitu: filsafat umum/murni dan filsafat khusus/terapan.
Filsafat umum meliputi tinjauan Metafisika,
Epistemologi, Logika, dan Aksiologi. Sementara dalam filsafat khusus/terapan lebih
mengkaji pada salah satu aspek kehidupan, seperti filsafat hukum, filsafat
pendidikan, filsafat bahasa, dan lain sebagainya.
Daftar
Pustaka
Abidin
, Zainal. Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Bakhtiar, Asmal. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Bakker,
Anton. Metodologi Penelitian
Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius, 1990.
Febrian, Philip. “Metode - metode
filsafat”, dalam wordpress, https://archepark.wordpress.com/2013/05/03/metode-metode-filsafat/, (14 April
2017).
Mudhafar, Ali. Filsafat Ilmu. Cet. I; Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1996.
Mudyaharjo,
Redja. Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar. Bandung, t.p, 2008.
Muhadjir, Noeng. Filsafat Ilmu.
Yogyakarta : Rake Sarasin, 2011.
Riyanto,
Armada. Pengantar Filsafat : Pendekatan
Sistematis. Malang: UMM
Press, 2004.
Riyanto,
Waryani Fajar. Filsafat Ilmu Topik-topik Estimologi. Yogyakarta:
Integrasi Interrkoneksi Press, 2011.
Rohman, Arif, Rukiyati, dan L. Andriani. Mengenal
Epistimologi dan Logika Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011.
Sudarto. Metodologi Penelitian
Filsafat. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2002.
Surajiyo, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta:
Bumi Aksara, 2007.
Susanto, A. Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan
Aksiologis. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011.
Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta:
Indeks, 2008.
Wiramihardja, Sutardjo A. Pengantar Filsafat.. Bandung: PT.Refika Aditama, 2006.
[1]Asmal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Rajawali Pers,
2016), h. XI
[2]Dani Vardiansyah,
Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar (Jakarta: Indeks, 2008),
h. 20.
[3]A. Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan
Aksiologis (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), h. 11
[4]Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu
(Yogyakarta : Rake Sarasin, 2011), h. 9.
[5]Arif Rohman, Rukiyati, dan L.
Andriani, Mengenal Epistimologi dan Logika Pendidikan (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2011), h. 22.
[6]Surajiyo, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 5.
[7]Asmal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 1
[8] Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu,
h. 9
[9]Arif Rohman, Rukiyati, dan L.
Andriani, Mengenal Epistimologi dan Logika Pendidikan, h. 22.
[10]Waryani Fajar Riyanto, Filsafat
Ilmu Topik-topik Estimologi (Yogyakarta:
Integrasi Interrkoneksi Press, 2011), h. 20.
[11]Surajiyo, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar, h.7.
[12]Philip Febrian, “Metode - metode
filsafat”, dalam wordpress, https://archepark.wordpress.com/2013/05/03/metode-metode-filsafat/, (14 April 2017).
[13]Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat (Bandung: PT.Refika Aditama, 2006),
h. 9.
[14]A. Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan
Aksiologis, h. 13.
[16]Sudarto, Metodologi
Penelitian Filsafat (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 43.
[17] Sudarto, Metodologi
Penelitian Filsafat, h. 43.
[18]Ali Mudhafar, Filsafat Ilmu (Cet. I; Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1996), h.
2.
[19]A. Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan
Aksiologis, h. 13.
[20]Armada Riyanto, Pengantar Filsafat
: Pendekatan Sistematis (Malang: UMM
Press, 2004), h. 47.
[21]Armada Riyanto, Pengantar Filsafat
: Pendekatan Sistemati, h. 50.
[22]A. Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan
Aksiologis, h. 19.
[24]Redja
Mudyaharjo, Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar (Bandung, t.p, 2008), h. 7.
[25]Zainal Abidin, Pengantar
Filsafat Barat, h. 26.
1xbet korean - Legalbet.co.kr
BalasHapus1xbet korean. Free Bet Code. 2021. 1xbet korean 1xbet korean. Free Bet Code. 2021. 1xbet korean. Sports Betting. 1xbet korean. septcasino Sportsbook choegocasino Reviews. 1xbet korean.